Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 Gagal Lagi
Ingin rasanya dia menampar mulut sampah yang ada di hadapannya, namun diurungkan karena dia menyadari kalau saat ini dirinya berada di rumah sakit.
Surmi memindai ruangan ber-AC yang nyaman untuk ditinggali. Ruangan bernuansa putih itu dilengkapi dengan televisi LCD 32 inci. Hal ini membuat Surmi mengangkat bibirnya ke atas.
"Aku kok jadi heran, kenapa ya kamu bisa membayar kamar VIP ini untuk Alana, padahal anak itu hanya anak pungut? Anak yang tidak diketahui asal usulnya. Ck...ck...ck...Erina kamu kok mau saja mengeluarkan uang banyak untuk anak pungut itu. Padahal kalau anak hanya demam biasa cukup pake kompres aja, beres. Tanpa harus menghamburkan uang," ujar Surmi sinis.
"Memangnya kenapa Bu? Toh Erin tidak minta uang ibu atau bapak untuk biaya rumah sakit. Kenapa jadi masalah?" tanya Erina merasa heran, ibu sambungnya selalu ikut campur dengan keputusan yang sudah ia ambil.
Erina sengaja tidak memberitahukan tentang penyakit Alana pada wanita julid di hadapannya. Dia tidak habis pikir, mengapa Surmi bisa berada di ruangannya? Padahal keberadaannya saat ini hanya pengasuh Alana saja yang tahu.
"Justru itu, Ibu kasihan sama kamu. Kamu sudah bekerja keras hanya untuk menghidupi dan mengobati anak itu. Padahal kamu bisa hidup bahagia dan sejahtera kalau menikah dengan Tuan Berry,"
"Tuan Berry....Tuan Berry terus yang ada di pikiran ibu. Apa tidak bosan membujukku menikah dengan Tuan Berry? Bu dengar, kalaupun aku menikah dengan Tuan Berry apa akan menjamin hidupku bahagia?" tanya Erina geram, walaupun sebenarnya ia mengakui kebaikan dan perhatian Berry terhadap Alana sudah seperti pada anaknya sendiri.
"Ya jelas pasti terjamin lah. Tinggal di rumah mewah. Setidaknya Tuan Berry sudah punya anak yang bisa kamu rawat. Dan anak itu jelas keturunan sultan. Bukan anak ga jelas seperti Alana. Dari awal Ibu sudah tidak setuju kamu pungut dia dari tempat sampah. Bikin malu saja!" sungut Surmi tanpa memikirkan perasaan Erina.
Ada rasa nyeri yang menusuk di hati Erina. Perkataan demi perkataan yang meluncur dari bibir pedas Surmi bagaikan sambal geprek level 50.
Erin masih sabar mendengar ucapan ibu sambungnya. Dia tidak ingin ada keributan di dalam kamar rawat inap tersebut.
"Kalau saja kamu mau menuruti nasihat Bapakmu itu, hidupmu sudah bahagia sekarang. Dari awal, kamu disuruh untuk bercerai dengan Arsyad saja kamu ga mau. Sok-sokan mempertahankan rumah tangga segala. Ternyata si Arsyad yang kamu pertahankan itu malah main gila dengan si Rasti. Makanya nurut sama orang tua biar ga sakit hati!" ujarnya ketus.
Erina menghela nafasnya dalam-dalam, menekan rasa sabar yang hampir saja tergoyahkan dengan amarah yang membuncah.
Erina tersenyum dengan wajah lelahnya, seraya mendekat lalu berbisik tepat ditelinga kiri ibu sambungnya.
"Bu Surmi jangan pernah menghina Alana lagi. Dia akan selamanya menjadi anakku. Ibu boleh menghinaku tapi jangan pernah menghina anakku. Kalau niat Bu Surmi datang ke sini hanya untuk menghinanya sebaiknya Bu Surmi angkat kaki dari ruangan ini!" bisiknya tegas, kemudian berlalu membuka pintu ruangan berharap ibu sambungnya pergi dari ruangan tersebut.
"Kamu masih berani mengusir ibu?"
"Tidak hanya pengusiran yang akan aku lakukan untuk orang seperti ibu. Aku bisa melakukan lebih dari ini jika itu menyangkut tentang anakku dan Bapakku," katanya tanpa melihat ibu sambungnya.
"Kamu masih membela Bapak yang tak berguna itu?" tanyanya heran.
Erina menatap tajam ibu yang sudah memperdaya Bapaknya sampai Bapaknya terjebak oleh hukum.
"Bu Surmi sadar tidak ngomong seperti itu? Beliau jadi tidak berguna saat ini karena ulah bu Surmi sendiri. Kalau bu Surmi tidak menyuruh bapak korupsi di perusahaan Tuan Berry, semua itu tidak akan terjadi. Bapak tidak akan terjerat hukum dan Bapak masih bekerja sampai sekarang. Tapi ternyata menikah dengan Bu Surmi membawa malapetaka kehidupan rumah tangga Bapak. Suatu kesalahan yang fatal bagi Bapak karena sudah menikah dengan bu Surmi. Jadi apa sebenarnya yang harus dibanggakan dari seorang Surmi? Engga ada. Hanya Bapakku saja yang masih dibutakan oleh istri yang tidak tahu diri model Bu Surmi. Sekarang silakan bu Surmi keluar!" ujar Erina masih dengan suara rendah, khawatir suaranya terdengar oleh orang lain.
"Kamu!" Surmi menatap geram Erina yang sudah berani mengusirnya.
"Keluar!" ucap Erina menambah volume suaranya.
Kilatan mata Surmi menyiratkan ketidak sukaan terhadap tindakan anak sambungnya.
"Kamu akan menyesal sudah berani mengusirku anak tak tahu diuntung!" ujar Surmi sengit. Seraya keluar dengan terpaksa, lagi-lagi harus gagal membujuk Erina.
Gigi Erina bergemeletuk menahan rasa nyeri di dadanya. Saat Erina hendak menutup pintu tersebut, seorang laki-laki datang dengan tersenyum. Lelaki itu....
cerdik kau zannn😀