Sejak kecil, Anul hanya dikenal sebagai anak yatim piatu tanpa asal-usul yang hidup di sebuah desa kecil. Tubuhnya tak pernah terluka meski dihajar, senyumnya tetap hangat meski dirundung.
Namun, siapa sangka di balik kesederhanaannya tersimpan rahasia besar?
Darah yang mengalir di tubuhnya bukanlah darah manusia biasa. Takdir telah menuliskan namanya sebagai pewaris kekuatan yang mampu mengguncang langit dan bumi.
Dari anak yang diremehkan, Anul akan melangkah menuju jalan bela diri, mengalahkan musuh-musuh kuat, hingga akhirnya menaklukkan Sepuluh Ribu Semesta.
Perjalanan seorang yatim piatu menuju takdir yang tak bisa dihindari pun dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Employee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biro Showtime
Trang! Trak! Brak!
Suara logam beradu terdengar nyaring, menggema hingga ke kejauhan. Di batas pandangan, samar-samar tampak dua kelompok manusia saling bertarung sengit. Debu berterbangan, tubuh-tubuh berkelebat cepat, sementara senjata berkilat sesekali memantulkan cahaya matahari sore. Bahkan dari jarak jauh, suara gesekan senjata dan dentuman pukulan mampu membuat bulu kuduk berdiri. Sesekali, terdengar pula kayu patah, entah dari gagang senjata atau batang pohon yang jadi korban benturan tenaga dalam.
Anul, Arum, dan Biro duduk di atas kereta kuda sederhana yang berguncang perlahan di jalan tanah. Wajah mereka bertiga sama-sama bersemangat, memperhatikan pemandangan tak biasa itu dengan penuh minat.
“Wahhh… akhirnya ada sesuatu yang menarik!” seru Arum, matanya berbinar.
Lima hari perjalanan tanpa ada kejadian berarti benar-benar membuatnya bosan setengah mati.
Anul hanya tersenyum tipis sambil menyilangkan tangan di dada. “Pertarungan antar kelompok bersenjata di jalan utama… sepertinya urusan besar.”
Yang paling mengejutkan justru adalah Biro. Biasanya ia yang paling penakut, paling dulu bersembunyi kalau ada masalah. Tapi kali ini, wajahnya malah dipenuhi senyum lebar. Ia mencondongkan tubuh ke depan, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.
“Aku hanya mau menonton, tidak mau ikut campur sedikitpun. Tapi, wah… lihat itu! Pedangnya patah! Ohh, dan yang itu, kepalanya hampir kena sabetan! Hehehe…”
Kereta kuda terus bergerak, roda kayunya berderit nyaring, membawa mereka semakin dekat ke arah pertempuran.
Hingga akhirnya, “Berhenti!” suara tegas menggema.
Seorang pria melompat ke tengah jalan, berdiri menghadang. Dari pakaiannya yang berlumuran debu dan noda darah, tampak jelas ia salah satu anggota dari kelompok yang tengah bertarung.
Biro mengangkat dagu, lalu berseru dengan nada mencibir, “Kau kira ini jalan peninggalan nenek moyangmu, hah? Berani sekali menghalangi orang lewat!”
Anul menoleh perlahan, alisnya terangkat. Arum hanya bisa menahan tawa sambil menutup mulutnya. Pria itu berusia sekitar dua puluhan, wajahnya pucat, keringat bercucuran, menelan ludah. Ada keraguan jelas di sorot matanya.
“K-kalian salah paham. Aku Ronald. Aku hanya… meminta bantuan.”
“Bantuan?” Biro mengerutkan kening, lalu menatap dirinya dan kedua temannya. Dengan ekspresi bingung ia menunjuk hidung sendiri. “Apa yang bisa tiga anak muda seperti kami lakukan dalam pertempuran antar pendekar bersenjata?”
Ronald menggeleng cepat, lalu menatap mereka sungguh-sungguh. “Tidak. Aku tidak meminta kalian bertarung di pihak kami. Aku hanya mohon… tolong bawa nona muda kami bersama kalian. Kami akan menahan musuh, sementara kalian melarikan diri ke Ibu Kota.”
Arum yang sejak tadi diam menatap tajam. “Nona muda? Jadi, kalian dari sebuah organisasi besar?”
Ronald menarik napas panjang. “Kami dari Perkumpulan Dagang Sayap Biru. Walau bukan yang terbesar, kami cukup disegani. Nona muda yang kami lindungi adalah putri dari ketua perkumpulan kami. Jika dia sampai jatuh ke tangan musuh, organisasi kami akan berada dalam bahaya.”
Senyum tipis mengembang di wajah Anul. Ia melangkah turun dari kereta, menepuk-nepuk debu di jubahnya. “Baiklah, kami setuju membantu. Tapi…” ia menoleh, senyum licik tersungging jelas. “…kami tidak akan kabur. Kami akan membantumu mengalahkan musuh. Untuk bayarannya, kita bicarakan setelah ini.”
Ronald tertegun sejenak, lalu mengangguk cepat. Arum mendengus lirih. Ia tahu betul arti senyum itu, tanda bahwa seseorang akan sial dalam waktu dekat.
Mereka bertiga pun melangkah, mengikuti Ronald menuju garis depan. Suara benturan senjata semakin jelas. Jumlah musuh sekitar tiga puluh orang, semuanya berpakaian abu-abu. Di sisi Ronald hanya ada sekitar lima belas orang, beberapa diantaranya bahkan sudah terluka parah.
Di belakang kelompok Ronald, berdiri sebuah kereta kuda mewah. Tirai sutranya perlahan tersibak, menyingkap sosok seorang gadis muda. Wajahnya putih pucat bagai giok, alis tipisnya melengkung indah, matanya yang bening bergetar menahan cemas. Walau ketakutan jelas tercermin di wajahnya, kecantikannya memancar laksana peri dunia fana.
“Sudah pasti itu nona muda yang dimaksud Ronald,” gumam Arum pelan.
Dua pengawal berdiri tegak di depan kereta, menjaga ketat meski tubuh mereka penuh luka.
Bummm!!
Tiba-tiba suara keras menggema. Biro terlempar ke tengah medan tempur, pendaratannya menimbulkan kepulan debu. Anul tersenyum bangga dengan sedikit membusungkan dadanya—ialah orang yang melempar Biro tanpa peringatan.
Kedua kubu serentak berhenti bertarung, menatap sosok yang baru saja jatuh tepat di tengah medan perang.
Biro bangkit sambil mengibaskan debu di bajunya. Ia menepuk pantat, lalu tersenyum kikuk, “Maaf… silakan lanjutkan. Jangan pedulikan aku.”
Sebuah tusukan tombak mendadak menyerang ke arahnya dari belakang. Dengan sigap ia mengelak kesamping dan menangkap tombak itu. Tenaga dalam miliknya nampak mengalir di tangan yang menangkap tombak itu. Dengan sedikit sentakan keatas, orang yang memegang tombak itu langsung terpental jauh hingga tidak terlihat lagi.
Cengkraman Penghempas Badai—jurus tingkat bawah
Anul yang memperhatikan gerakan Biro tahu jurus yang baru saja ia gunakan. Yah, selama ini Anul yang mengarahkan metode latihan Biro berdasarkan karakteristik tubuh khusus bawaannya. Tentu saja Anul hafal teknik dan jurus yang selama ini di latih oleh Biro.
"Maaf aku tidak sengaja, mohon jangan dimasukan ke hati." Biro membungkuk beberapa kali untuk meminta maaf.
Kedua kelompok itu tertegun, mata mereka melotot tidak percaya.
"Sebuah gerakan yang tidak disengaja bisa memberikan efek yang seperti itu? Dasar pembual!"
Arum yang menyaksikan dari samping menghembuskan nafas lega. Ia bersyukur karena orang dilemparkan oleh Anul bukanlah dirinya.
Di balik tirai, mata sang gadis terpaku. Sejak Biro mendarat hingga kini, ia tak bisa mengalihkan pandang. Gerakan pria itu, walau kikuk, memancarkan kekuatan luar biasa. Di matanya, setiap ayunan tangan dan langkah kaki Biro bagai tarian naga dan harimau. Jantungnya berdegup tak menentu.
Hening..
Biro melangkahkan kakinya diiringi tatapan tajam dari kedua kelompok. Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba sosoknya hilang.
Langkah Hantu Tinju Besi—jurus tingkat bawah
Arghhh,,,
Ahhh,,,
Teriakan demi teriakan terdengar dari sisi kelompok penyerang. Dalam waktu singkat, tujuh orang sudah tumbang tak berdaya.
“Serang!!” teriak Ronald lantang, semangatnya kembali berkobar.
Kelompok Sayap Biru pun maju serentak. Pertempuran kembali pecah. Suara senjata beradu menggema ke segala penjuru.
Namun, pusat perhatian semua orang tetap tertuju pada Biro. Ia bergerak cepat, jurus demi jurus yang bahkan tampak asal-asalan mampu merobohkan lawan. Sesekali ia tersenyum kikuk, sesekali minta maaf, seolah benar-benar tak sengaja mengalahkan musuh. Tapi justru itulah yang membuat semua orang terdiam ngeri. Faktanya, Biro memang tanpa sengaja melakukan itu semua, gerakan dan jurus yang ia gunakan keluar begitu saja tanpa ia sadari. Itu semua akibat tubuh khusus bawaan miliknya.
Anul duduk santai di atas sebuah kotak kayu di pinggir area pertarungan, seolah sedang menonton sebuah pertunjukan. Arum berdiri di belakangnya, sibuk memijat punggung Anul, takut kalau-kalau dirinya yang dilempar berikutnya.
Sementara itu, di balik tirai kereta, gadis muda itu masih menatap tak berkedip. Pipinya merona, dadanya berdebar kencang. Entah sejak kapan, dalam sorot matanya, sosok pria kikuk yang baru saja mendarat itu berubah menjadi pangeran tampan yang turun dari kahyangan.