Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Aula malam itu sudah sunyi. Kilau lampu kristal hanya menyisakan cahaya redup, seolah ikut menyaksikan pergulatan hati Lydia. Dunia kini sudah mengenalnya sebagai Lydia Maroti Figo, pewaris sah keluarga Maroti, istri Luis Figo, sekaligus pemilik perusahaan internasional yang sudah ia bangun dengan tangannya sendiri.
Namun ia tahu, kemenangan sejati belum diraih. Setiap langkahnya akan dipenuhi onak dari masa lalu: keluarga Wijaya yang dulu membuangnya, Amara yang tak pernah berhenti iri, dan jaringan orang-orang yang rela menyingkirkannya demi nama baik yang sudah runtuh.
-----
Di sebuah vila mewah di pinggiran kota, Amara duduk dengan gaun hitam ketat, wajahnya masih cantik meski dipenuhi garis kebencian. Di depannya, Mr. Wijaya dan Nyonya Wijaya tampak murung. Mereka kehilangan muka, kehilangan kehormatan, dan hampir kehilangan segalanya.
“Papa, Mama… kita tidak bisa duduk diam!” suara Amara melengking, penuh amarah. “Lydia sudah merenggut semuanya. Nama, kekayaan, bahkan Adrian tidak mau lagi melihatku karena skandal malam itu!”
Mr. Wijaya mengetukkan jarinya ke meja. “Diam, Amara. Jangan membiarkan emosimu menguasai akal.”
Namun Nyonya Wijaya menatap tajam. “Suamiku, sudah terlambat untuk tenang. Kau lihat sendiri, semua orang kini menjunjung tinggi nama Maroti. Investor lari, saham perusahaan kita jatuh. Semua karena satu orang: Lydia.”
Amara menggebrak meja. “Kalau begitu kita singkirkan dia!”
Ruangan hening. Mr. Wijaya menatap putrinya lama, sebelum akhirnya menghela napas berat. “Kau tahu siapa yang berdiri di belakangnya? Maroti Corporation. Luis Figo. Semua pengusaha besar Eropa kini menaruh hormat padanya. Jika kita melawannya dengan terang-terangan, kita hanya akan hancur lebih cepat.”
“Tapi kalau diam, kita akan mati perlahan!” bentak Amara. “Aku tidak rela, Papa! Lydia harus jatuh! Kita akan gunakan cara lain… lebih halus.”
Nyonya Wijaya menatap putrinya dengan sorot tajam penuh dendam. “Benar. Jika tidak bisa menjatuhkannya dari luar, kita hancurkan dari dalam. Dia adalah darah kita, jangan lupa. Kita tahu titik lemahnya.”
Amara tersenyum sinis. “Ya… luka lama. Masa lalu. Itu yang akan kupermainkan.”
----
Di sisi lain kota, Lydia duduk di ruang kerjanya di markas pusat perusahaan penelitian yang ia bangun sejak muda. Ruisa berdiri di sampingnya, menatap layar hologram yang menampilkan grafik penjualan terbaru.
“Semua lini obat bakar dan terapi regenerasi kulit meningkat 230% setelah pidato di pesta tadi malam,” laporan Ruisa. “Investor besar mulai menawarkan kontrak kerjasama global. Bahkan Jepang dan Amerika mengirim perwakilan untuk bertemu langsung.”
Lydia mengangguk. “Itu baru permulaan. Aku ingin semua laboratorium mempercepat riset tahap kedua. Kita akan masuk ke obat regenerasi jaringan otot. Tidak ada yang boleh menghambat.”
“Baik, Nyonya,” jawab Ruisa cepat.
Luis masuk tanpa suara, setelan hitamnya menambah aura dingin di ruangan itu. “Kau bekerja terlalu keras,” ujarnya singkat, tapi nada suaranya penuh perhatian.
Lydia tersenyum samar. “Kau tahu aku tidak bisa diam. Semua ini bukan hanya tentang perusahaan, tapi juga tentang masa depan keluarga Maroti. Aku ingin Matteo melihat bahwa aku mampu berdiri sejajar dengannya.”
Luis mendekat, menatap dalam. “Kau sudah membuktikan lebih dari itu. Tapi jangan lupakan satu hal—musuhmu tidak akan tinggal diam.”
Seolah firasatnya benar, saat itu juga Rafael masuk dengan wajah serius. “Tuan, Nyonya… kami mendapat informasi. Amara bertemu dengan beberapa pengacara dan politisi yang pernah berhubungan dengan keluarga Wijaya. Mereka merencanakan sesuatu.”
Ruisa mendengus. “Wanita itu tidak tahu malu. Setelah ditelanjangi di depan publik, masih saja ingin melawan.”
Lydia mengangkat tangannya, menghentikan komentar asistennya. “Justru karena itu kita harus waspada. Amara tidak bisa disepelekan. Dia punya ambisi buta dan keberanian untuk melakukan hal-hal kotor.”
Luis menatap istrinya lama, lalu mengangguk. “Kalau begitu kita harus bergerak lebih dulu.”
----
Beberapa hari kemudian, media lokal heboh dengan berita mengejutkan:
“Skandal Lama Terkuak: Lydia Maroti Figo Diduga Anak Hasil Skandal Gelap Keluarga Wijaya?”
Artikel panjang penuh fitnah itu menyebar cepat. Foto lama Lydia saat masih remaja dipajang, dikaitkan dengan gosip murahan.
Ruisa membanting koran ke meja. “Sialan! Jelas-jelas ini permainan Amara. Lihat, semua media yang menulis punya koneksi ke jaringan keluarga Wijaya.”
Rafael menambahkan, “Mereka tidak hanya menyerang reputasi, tapi juga mencoba memengaruhi investor.”
Lydia tenang, meski sorot matanya tajam. “Biarkan mereka bermain. Aku akan jawab dengan caraku.”
-----
Hari berikutnya, Lydia menggelar konferensi pers besar. Aula utama perusahaannya dipenuhi wartawan internasional. Kamera menyorot wajahnya yang anggun, penuh wibawa.
“Banyak rumor beredar tentang masa laluku,” ucap Lydia dengan suara mantap. “Aku tidak akan menyangkal bahwa aku dibesarkan dalam kondisi sulit. Tapi biarkan dunia tahu: semua yang kucapai, kuperoleh dengan kerja keras, bukan dari belas kasihan siapa pun.”
Ia menatap tajam ke arah kamera. “Jika ada yang menyebutku hasil skandal, maka aku jawab: skandal terbesar bukanlah kelahiranku, melainkan kenyataan bahwa keluarga yang seharusnya melindungi, justru membuang anak mereka sendiri.”
Suasana ruangan riuh, blitz kamera bertubi-tubi. Kalimat itu langsung menjadi tajuk utama berita malam itu. Publik berbalik, bukan menyalahkan Lydia, tapi justru mengecam keluarga Wijaya.
Amara yang menyaksikan dari televisi melempar remote ke lantai, wajahnya merah padam. “Kenapa dia selalu menang?!”
Nyonya Wijaya menggenggam bahu putrinya. “Tenang. Ini baru permulaan. Kita masih punya kartu as.”
---
Sementara itu, Lydia semakin memperkuat dirinya. Malam-malamnya ia habiskan di sekolah bela diri yang ia bangun. Para murid terkejut melihat pemilik sekolah itu ikut berlatih, mengenakan pakaian tempur, mengayunkan pedang kayu dengan ketepatan luar biasa.
Luis sering berdiri di sisi arena, memperhatikannya dengan sorot kagum yang jarang ia tunjukkan.
“Kau bukan hanya pebisnis,” ujarnya suatu malam ketika Lydia selesai berlatih. “Kau adalah pejuang. Itulah mengapa mereka tidak akan pernah bisa menjatuhkanmu.”
Lydia mengusap keringat di dahinya, tersenyum kecil. “Aku tidak ingin hanya bertahan, Luis. Aku ingin menyerang balik.”
-----
Beberapa minggu kemudian, rencana besar Amara mulai terungkap. Ia menggunakan jaringan gelap untuk menyusupkan orang ke salah satu laboratorium Lydia. Tujuannya jelas: mencuri formula obat baru.
Namun Amara tidak tahu, Lydia sudah menebak langkah itu. Ruisa dan Rafael diam-diam memasang sistem pengawasan ketat. Malam itu, ketika mata-mata Amara mencoba keluar dengan membawa data rahasia, mereka langsung ditangkap.
Lydia sendiri yang menghadapi mereka di ruang interogasi pribadi. Tatapannya tajam, suaranya dingin. “Sampaikan pada Amara… jika dia ingin bermain kotor, maka aku siap mengajarinya arti kata kehancuran.”
Luis yang berdiri di samping istrinya menambahkan dengan nada datar, “Katakan padanya… kami tidak pernah kalah dalam permainan apa pun.”
----
Keesokan harinya, dunia bisnis kembali diguncang. Alih-alih kehilangan formula, perusahaan Lydia justru meluncurkan produk baru lebih cepat dari jadwal. Investor semakin percaya, saham melonjak, dan nama Lydia makin harum.
Di sisi lain, reputasi keluarga Wijaya makin terpuruk. Semua orang tahu mereka berusaha menjatuhkan putri yang pernah mereka buang.
Amara menjerit marah di kamarnya, melempar vas bunga ke dinding. “Tidak! Tidak! Aku tidak akan kalah dari dia! Aku akan membuatnya hancur meski aku harus mengorbankan segalanya!”
Dan di kejauhan, Lydia berdiri di balkon markas besarnya bersama Luis, menatap kota yang berkilau.
“Aku tahu ini baru awal,” katanya pelan. “Tapi kali ini, aku tidak akan lari. Aku akan menghadapi mereka, sampai mereka tak punya tempat lagi untuk berdiri.”
Luis menggenggam tangannya erat. “Dan aku akan selalu ada di sisimu.”
Malam itu, di bawah cahaya bintang, mereka berdua menyadari: perang dengan keluarga Wijaya dan Amara baru saja dimulai.
Bersambung
🤣🤣🤣🤣
ttp smngt dn d tnggu crta yg lainnya....
smngtttt....😘😘😘
jd ingt dlu pas luis msh kaku,glirn istrinya hmil mlah dia jd lebay....skrng pun mkin posesif aja sm ank2nya....
kira2 thn dpn ultah mreka temanya apa y????kn luis bkln ikutan jg pke kstum ky mreka....🤣🤣🤣
Slmt buat smuanya.....lega krn twins udh hdir d dnia....ga sbr nunggu mreka bkln mrip spa,misterius ky ortnya kah????
thor
Smngtt kk...