NovelToon NovelToon
KARENA MEMBUKA MATA BATIN

KARENA MEMBUKA MATA BATIN

Status: tamat
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Mata Batin / Kutukan / Tumbal / Tamat
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

JANGAN ABAIKAN PERINGATAN!

Sadewa, putra seorang pejabat kota Bandung, tak pernah percaya pada hal-hal mistis. Hingga suatu hari dia kalah taruhan dan dipaksa teman-temannya membuka mata batin lewat seorang dukun di kampung.

Awalnya tak terjadi apa-apa, sampai seminggu kemudian dunia Dewa berubah, bayangan-bayangan menyeramkan mulai menghantui langkahnya. Teror dan ketakutan ia rasakan setiap saat bahkan saat tidur sekali pun.

Sampai dimana Dewa menemukan kebenaran dalam keluarganya, dimana keluarganya menyimpan perjanjian gelap dengan iblis. Dan Dewa menemukan fakta yang menyakiti hatinya.

Fakta apa yang Dewa ketahui dalam keluarganya? Sanggupkah dia menjalani harinya dengan segala teror dan ketakutan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33. FAKTA

Langkah-langkah Sadewa terasa berat ketika ia menapaki lantai rumah sakit yang berkilau pucat oleh cahaya lampu neon. Aroma antiseptik begitu menusuk indera penciumannya, dingin dan kering, seakan menyapu bersih segala noda sekaligus menyisakan rasa asing di dada. Di sinilah, tempat di mana ibunya kini terbaring setelah tragedi yang membuat dada Sadewa hampir terbelah dua. Bayangan wajah ibunya yang dirasuki, tatapan kosong yang berubah buas, dan darah yang membasahi kulit kedua kakaknya, masih menghantui tiap kedipan matanya.

Namun di balik ketegangan itu, ada sedikit getar lega. Sebab berita yang ia dengar sebelum datang menyebutkan bahwa kondisi sang ibu mulai membaik. Kata-kata itu saja sudah cukup membuatnya kembali bisa bernapas, meski masih dengan dada yang sesak.

Di ruang tunggu, ia mendapati ayahnya duduk dengan wajah letih, garis-garis kerutan menegas, seakan tahun-tahun keras yang dijalani pria itu tercetak jelas di sana. Bukan hanya letih fisik, tapi letih batin yang sulit terucap. Ketika tatapan mereka bertemu, ada sesuatu yang berbeda. Tidak ada amarah, tidak ada bentakan, hanya tatapan lega bercampur ragu.

"Sadewa," suara ayahnya serak, lirih namun penuh makna.

Sadewa hanya mengangguk. Ia tidak langsung mendekat. Ada dinding tak kasat mata yang selama ini terbentang di antara mereka, dinding yang terbentuk dari tahun-tahun penuh bentakan, pukulan, dan dinginnya kasih sayang yang tak pernah ia rasakan. Tapi hari ini, entah mengapa, dinding itu terasa lebih tipis, seolah rapuh dan bisa runtuh kapan saja.

Dari balik pintu ruangan perawatan, ia melihat sekilas tubuh ibunya terbaring lemah di atas ranjang putih, dengan alat-alat medis menempel di sisi tubuhnya. Kakak-kakaknya pun sedang dirawat, luka-luka yang mereka alami karena serangan tak terkendali ibunya kini ditangani oleh tenaga medis. Hatinya mencelos, tetapi juga hangat oleh rasa syukur. Mereka masih hidup. Semua masih ada.

Sadewa berdiri di samping kaca besar, menatap ibunya. Nafasnya mengalir panjang, seolah semua rasa sakit yang sempat menjerat dadanya mulai dilepaskan satu per satu.

"Ayah sudah lama di sini?" tanya Sadewa akhirnya. Suaranya rendah, ragu-ragu, seakan takut menyinggung sesuatu.

"Sejak tadi malam. Tidak bisa tenang kalau meninggalkan ibu kalian begitu saja." Jawaban ayahnya datar, tapi di ujung kalimatnya ada nada pedih yang jarang sekali Sadewa dengar.

Hening sejenak. Hanya terdengar derit kursi dan langkah perawat yang lalu-lalang.

Sadewa lalu memberanikan diri duduk di samping ayahnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasakan bahwa jarak di antara mereka tidak sejauh yang ia bayangkan.

Malam itu, setelah memastikan kondisi ibu dan kakaknya stabil, Sadewa dan sang ayah duduk berdua di kursi tunggu. Lampu rumah sakit yang menyala redup menciptakan bayangan panjang di lantai. Di luar, hujan turun tipis-tipis, mengetuk jendela dengan ritme lirih, seolah mengiringi percakapan yang akan membuka rahasia besar.

Sadewa menunduk, jemarinya menggenggam erat lutut. Ada kalimat yang sejak lama berputar-putar dalam kepalanya, kalimat yang berat sekali untuk dilontarkan, tapi harus ia keluarkan.

"Ayah," suaranya pecah, lirih namun jelas. "Dewa mau tanya ... dengan baik-baik. Tolong jawab dengan jujur. Jangan marah ya, yah."

Ayahnya menoleh, alisnya berkerut tipis. "Apa itu?"

Sadewa menarik napas panjang. "Apa ... apa ayah pernah melakukan sebuah ritual? Ritual yang ... melibatkan tumbal manusia. Bahkan ... seorang anak. Demi jabatan yang ayah punya sekarang," tanyanya hati-hati.

Hening.

Waktu seakan berhenti. Suara hujan di luar terdengar lebih keras, menusuk telinga mereka. Ayah Sadewa menatapnya lama, matanya tajam namun bergetar, seakan kalimat itu menusuk jauh ke dasar hatinya.

"Apa yang kamu katakan?" suara sang ayah berat, serak, nyaris seperti bisikan dari dalam jurang.

Sadewa menelan ludah. "Aku hanya ingin tahu. Karena selama ini ayah selalu kasar. Seakan tidak pernah mengakui aku. Dan semua kejadian aneh ... membuatku berpikir ke arah sana. Karena jelas iblis yang mengganggu Dewa sampai yang mengambil sukma ibu terus berkata Dewa adalah tumbal."

Ayahnya terdiam. Wajah kerasnya berubah, seperti ada retakan yang selama ini ia sembunyikan. Kemudian ia menunduk, mengusap wajahnya kasar.

"Sadewa ... bagaimana bisa kau berpikir sejauh itu? Tidak mungkin. Tidak pernah. Ayah mungkin ayah yang buruk. Kasar. Tidak bisa menunjukkan rasa sayang Ayah. Tapi Ayah bukan orang gila yang menumbalkan darah daging sendiri demi jabatan," kata Ayah Sadewa, ada sirat luka ketika anaknya sampai berpikir sejauh itu.

Nada suaranya bergetar, tidak lagi penuh wibawa, tapi jujur.

Sadewa sendiri dalam hati yakin kalau tidak mungkin ayahnya sampai sejahat itu walaupun Beliau kasar. Hanya saja, Sadewa ingin tahu.

"Dengar, Nak," Ayahnya melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih lembut, seakan membuka pintu yang selama ini terkunci rapat. "Ayah memang keras. Ayah mengakui itu. Ayah salah dalam mendidik kalian dengan kekerasan dan ketegasan berlebihan. Tapi semua itu bukan karena Ayah nggak sayang. Justru karena Ayah terlalu takut kalian akan tumbuh seperti saudara-saudara Ayah dulu."

Sadewa menoleh, kaget. "Saudara ayah?"

"Iya," jawabnya dengan tatapan kosong jauh ke depan. "Mereka ... anak-anak yang terlalu dimanja oleh orang tua Ayah, oleh kakek nenekmu. Kakek nenekmu dulu selalu menuruti semua keinginan mereka. Hasilnya? Hidup mereka berantakan. Ada yang terjerat kriminal, ada yang hancur karena obat-obatan, ada pula yang tega berebut harta warisan sampai ... sampai membunuh. Ayah sampai harus melarikan diri dan memutus ikatan dengan mereka, pergi sejauh mungkin. Ayah nggak ingin anak-anak ayah seperti mereka."

Suara ayahnya bergetar ketika menyebut kata terakhir. Wajahnya yang keras tampak digelayuti rasa sakit lama yang sulit ia hapuskan.

Sadewa tidak pernah mendengar tentang hal ini. Bahkan ia tidak tahu apa pun tentang ayahnya.

"Itu sebabnya Ayah nggak mau kalian jadi seperti itu. Ayah mau kalian mandiri, tegas, bisa berdiri di atas kaki sendiri. Ayah mau kalian sekolah, bekerja, mengejar impian kalian. Nggak harus mengalami kesulitan yang Ayah lalui dulu. Semua bentakan, semua tangan yang terangkat ... bukan karena Ayah benci. Tapi karena Ayah takut. Takut kalian jatuh ke jalan yang sama."

Sadewa terdiam. Hatinya bergetar hebat. Seumur hidupnya, ia tak pernah mendengar pengakuan seperti itu dari mulut ayahnya. Pria yang selama ini ia anggap dingin, kasar, dan tak peduli, ternyata menyimpan ketakutan yang begitu dalam, yang membuatnya memilih jalan keras untuk mendidik anak-anaknya.

"Jadi ...," suara Sadewa pelan, nyaris berbisik. "Ayah, sebenarnya selalu memikirkan kami?"

Ayahnya menoleh, mata tuanya berkaca-kaca meski berusaha tetap tegar. "Selalu. Selalu, Nak. Ayah kerja mati-matian demi kalian, demi ibu kalian. Bahkan ketika Ayah nggak tahu cara menunjukkannya. Karena Ayah tumbuh bukan dengan cara lembut dari orang tua."

Sadewa menunduk, dadanya sesak. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh juga, menetes ke pangkuannya.

"Maafkan Dewa, Yah," katanya dengan suara pecah. "Dewa sempat berpikir Ayah menumbalkan Dewa untuk iblis. Dewa sempat percaya bahwa ayah begitu kejam. Dewa pikir Ayah benci sama Dewa. Maaf ... Dewa salah."

Ayahnya terdiam, lalu mengulurkan tangan besar dan kasar itu, menepuk bahu Sadewa dengan lembut. Sentuhan sederhana, tapi lebih berarti dari seribu kata.

"Kau anakku, Sadewa. Darah dagingku. Tidak ada ayah yang waras rela melakukan itu," kata sang ayah.

Sadewa mengangguk. Namun dalam keheningan malam itu, pertanyaan lain muncul di kepalanya. Pertanyaan yang lebih gelap, lebih dalam.

"Kalau begitu, Yah," ia menoleh, menatap ayahnya dengan mata penuh tanda tanya. "Kalau bukan ayah ... lalu siapa? Siapa yang menumbalkan aku untuk iblis? Dan untuk apa?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, seperti pisau yang siap menusuk kapan saja. Ayahnya terdiam, sorot matanya berubah tegang. Seakan ia pun tidak punya jawaban atau mungkin tahu, tapi terlalu ngeri untuk mengatakannya.

1
Deyuni12
keren
Deyuni12: sama sama 😊
total 2 replies
Deyuni12
huaaaa
the end ternyata
hai othor,kabarin aku kalo ada cerita baru lagi y,awas kalo gak,pulang nanti lewat mana,aku cegat sambil bawa seblak 😂😂
Deyuni12: oke
gooooo
tengkyu thor
total 3 replies
Deyuni12
Alhamdulillah akhirnyaaaa
Deyuni12
waaah
tak d sangka tak d nyana,kisahnya jadi semakin rumit keluarga Sadewa ini
Archiemorarty: Gx rumit kok 🤭
total 1 replies
Mericy Setyaningrum
mungkin sugesti, ikutan mampir Kak
Archiemorarty: silahkan 🥰
total 1 replies
Deyuni12
sampai kapan dirimu bergelut dengan hal hal yg seperti itu sadewa
Deyuni12
hm
bingung akh
Deyuni12
eng ing eeeng
who is that?
😃😃
PengGeng EN SifHa
Raungan ketegasan & keingintauhan yg mendasari si dewa berating angkatan muka.

Meskipun ada debaran Hati juga akal manusia...SIAPA...MENGAPA...KARNA APA ...SALAH APA...TUJUANNYA APA ??
PengGeng EN SifHa
penyatuan & berkumpulnya RE_GENERASI AKHASA ... 3 yang belum hadir...siapakh dia ??
Deyuni12
Alhamdulillah
Deyuni12
sereeeeem
PengGeng EN SifHa
Cerita yang dominan & hampir semua ada di sekeliling kita...

2 dunia yang berbeda , percaya atau tidaknya semua kembali pada kepercayaan masing².

Cerita yang sangat apik juga alur yang tertata dengan rapi.

Semangat THOOOOORRR .. semoga masuk 10 cerita terbaik.Aamiin🤲🤲
Archiemorarty: Aamiin, terima kasih udah baca ceritanya kak 🥰
total 1 replies
PengGeng EN SifHa
Kekuatan Mistis yang masih kental di antero NUSANTARA...percaya tidaknya...

semua kembali pada ptibadi masing²
PengGeng EN SifHa: saya bilang seperti ini...sebab ada kejadian di keluargaku sendiri...dan itu melibatkan anakku.
total 2 replies
Deyuni12
Arsel 🥺
Deyuni12
lanjuuuuuut
Deyuni12
semakin menegangkan
Miss Typo
semangat kalian bertiga, semoga bisa 💪
Miss Typo: baru 2 bab 😁✌️
total 1 replies
Deyuni12
lagi akh 😅😅
Miss Typo
kok aku jadi terhura nangis lagi nangis mulu 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!