Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXXII SERIGALA HANTU
Kakek Palon yang menyaksikan kejadian itu merasa kawatir juga, ia segera menaburkan serbuk cendana dan seketika serigala itu meraung lalu lenyap dari ruangan itu. Hanya Sabdo yang melihat kepergian serigala itu menuju sebuah hutan di samping kampung itu. Dengan penuh keyakinan warga di situ dan juga penuh percaya kepada kata-kata dari kakek Palon, akhirnya setelah membersihkan semua bekas patung-patung tadi, kini ruanga itu dijadikan sebuah tempat pertemuan para warga .
Dalam kesempatan yang baik itu, setelah dibersihkan dan dijadikan tempat pertemuan, maka sejak saat itu kakek Palon sering memberikan wejangan kepada warga tentang makna dan tujuan dari kehidupan ini. Sementara itu di dalam pertemuan yang kala itu membahas sebuah perjalanan manusia yang berhasil membangun peradaban. Saat itulah kakek Palon menyampaikannya melalui cerita masa lampau.
Beliau menyampaikan bahwa dulu di tanah Jawa ini, masih menyatu dengan kawasan benua Asia, sudah ada peradaban yang sangat berpengaruh yaitu pada masa pemerintahan dinasti Dewi yang berawal dari seorang Dewi Nawaya namanya, setelah memliliki keturunan lalu ia menghilang dan dinasti kejayaan itu dipegang oleh Dewi Retna Ayu Dhumilah, lalu Dewi Retna Ayu Kumala dan Dewi Retna Ayu Kenthura atau Keturo, dan pernikahan dengan Brahma maka dikaruniai 4 anak laki-laki yakni Mandasia, Mandalika, Mandaba dan Mansura yang tersebar beberapa benua dan sekarang menjadi sebuah peradaban dunia.
Jadi semua berawal dari peradaban Jawa yang konon bernama Wahja dan berubah nama menjadi Dwisantara, tatkala bumi ini terbagi menjadi padang pasir dan padang rumput atau pepohonan. Dan saat itu diturunkan jenis manusia yang dinamakan Adamma atau jasad fisik, dengan seseorang yang jenisnya sama dan dinamakan Hawa atau keinginan. Hingga sekarang jenis manusia berupa jenis manusia sekarang yang dulunya hanya berupa Manu atau pembiasan fisik yang kala itu masih ada dalam mayapada.
Demikian kakek Palon mengisahkan kejadian dari sifat Manu menjadi Manusia yang artinya kehidupan berbangsa-bangsa. Tentu saja melalui penjabaran kakek Palon ini juga sangat berhati-hati. Sedangkan dalam jiwa seseorang yang dinamakan Manu itu hanya bagaimana cara kembali dengan utuh dan sempurna, sedangkan ketika berupa Manusia maka banyak yang kembalinya tidak lengkap sebagai sifat Manu. Oleh karena itu maka setiap yang bernyawa pasti akan mati atau ajal, sedangkan pada jaman Manu, mereka akan kembali dengan bahasa mokswa.
Di samping itu setiap manusia akan selalu diliputi kecemasan dan kekawatiran yang berlebih , sedangkan jaman Manu, ia akan berubah menjadi jenis makhluk lain seperti binatang atau tumbuhan yang sangat banyak menghasilkan butiran - butiran untuk modal hidup di bumi ini. Dari sejarah itulah maka tersebutlah Dewi Sri dan juga sebagai rasa bersyukur maka banyak yang berterima kasih dengan adat Sedekah Bumi.
Kakek Sabdo menjelaskan panjang lebar tentang perjalanan manusia yang berawal dari kata Manu hingga kata manusia. Semua bergantung kepada keyakinan dan juga pemahaman di dalam menyingkapinya.
"Lantas kenapa kehidupan ini sifatnya fana kek ?" tanya Lengser.
Dalam menjawab pertanyaan itu kakek Palon diam lalu menjelaskan tentang fana itu sendiri. Di masa-masa bumi tercipta itu bukan golongan Manu atau manusia yang menghuni namun bangsa Jan, sejenis kehidupan yang tidak tampak namun mengalami banyak perubahan, seperti dibentuknya danau-danau, sungai, telaga dan juga perjalanan air menuju ke tempat yang lebih rendah, itu merupakan buah karya bangsa Jan, dan juga berdirinya sebuah menara tanpa bentuk juga mercusuar tanpa makna itupun bangsa Jan yang membuatnya hingga di bawah laut pun mereka yang membuat, sehingga dalam bumi yang besar ini sudah ada cara supaya tidak tenggelam atau tidak kebanjiran oleh air laut yang melimpah ruah. Di samping itu juga bertujuan untuk menghalau makhluk laut agar tidak memangsa kehidupan di darat, semua merupakan rancangan bangsa Jan. Sementara bangsa itu telah lama menghuni di bumi ini hingga mereka kembali ke dalam dunia ghaib, maka munculah yang namanya Manu, yaitu sejenis pembiasan wujud manusia dalam bentuk fiktif.
Dalam ringkasan cerita antara Manu dan manusia itu, pada akhirnya kakek Palon menjelaskan makna fana yang tujuannya adalah sebagai alat filter atau penyaring makhluk dalam arti bahwa, manusia yang kadarnya merupakan jenis manu biasanya ia akan dilahirkan kembali sampai beberapa waktu dan akan dimatikan kembali menunggu takdirnya di bumi ini. Sedangkan manusia yang tidak tergolong sebagai manu, dan hanya bersifat sejenis manusia, maka dalam hidupnya hanya diberi kenikmatan semata tanpa harus dilahirkan atau dimatikan kembali. Mereka yang manusia akan menuju alam keabadian dalam waktu yang lama setelah ia menemui ajal sebagai sifat sementara atau fana. Supaya dalam menuju alam yang lain akan jelas tergantung dari prilaku atau laku lampah nya. Untuk itu diberi batas waktu sesuai peradabannya.
"Berarti sifat itu mutlak bagi makhluk kek," kata Sabdo.
"Iya....itu sifatnya mutlak dan itulah sebuah kekuasaan yang tak bisa diukur oleh siapapun," jawab kakek Palon.
Pada kesempatan itu akhirnya para warga juga paham arti hidup sebagai manusia dan sebagai manu yang jelas sangat berbeda tujuan dan kehidupannya. Sementara itu perbincangan mereka terhenti manakala sebuah sinar merah melayang di angkasa sana, dengan bentuk seperti bola mengeluarkan api. Semua memandang dan menyaksikan cahaya itu, lalu bergegas Sabdo menanyakannya, maka kakek Palon menjawabnya.
"Itu sebuah takdir ki sanak, itu pertanda bahwa nanti di tempat ini akan ada huru hara dari luar, sebaiknya persiapkan diri saja, sebab bisa akan menghancurkan, bisa pula akan membuat keonaran belaka atau bisa membumihanguskan," tutur kakek Palon.
Setelah mendapat penjelasan itu, semua warga selalu waspada akan situasi yang sedang berlangsung di kampungnya, dan benar saja, beberapa hari setelah melihat bola api itu, musibah mulai berdatangan. Kala itu pada suatu sore, sebuah prahara melanda kampung itu yakni dengan wabah nyamuk malaria. Kala itu ribuan bahkan jutaan nyamuk setiap waktu ada saja yang tergigit sampai panas dingin tubuhnya, yang paling banyak adalah anak-anak, bahkan harus kehilangan nyawa juga. Setiap harinya ada saja berita kematian, kalau tidak pagi ya siang, kalau tidak siang maka sorenya ada saja yang meninggal.
Kakek Palon waktu itu setelah mengetahui bahaya yang begitu miris, dan beliau berusaha untuk menghilangkan wabah itu, namun setiap usahanya ada saja halangan yang menghadangnya. Bahkan kakek Palon hampir saja menjadi korbannya, kala itu sehabis pulang dari keliling kampung, ia tidak sadar tubuhnya terasa panas, namun berkat ketekunannya, ia berhasil dan terhindar dari bahaya itu.
"Ternyata obat dari bahaya itu adalah pohon kina ki sanak," ujar kakek Palon.
Dan pada pagi harinya banyak warga mencari pohon kina tersebut. Namun hilangnya malaria justru menambah polemik baru, kini warga kampung diserang sebuah virus mematikan yang jauh ganas.