bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Setiba di restoran, mereka berdua memasuki ruang VIP yang sudah dipesan William saat dalam perjalanan. Di sana sudah lengkap dengan hidangan dan minuman kesukaan Ayu.
Ayu melihat sekeliling tidak ada orang lagi selain dirinya. “Tuan, yang lain ke mana?” tanya Ayu pelan takut dirinya salah bicara.
William hanya mengangkat kedua bahunya cuek. “Pikirkan dirimu sendiri, jangan orang lain. Cepat makan,” titah Tuan muda William.
Ayu langsung terdiam hanya menganggukkan kepala. Mereka pun makan dalam diam.
Saat menikmati makanan, ponsel laki-laki itu berdering tanda satu panggilan masuk.
“Ada apa?”
“Kalian tunda satu jam lagi. Saya sedang ada urusan penting.” William langsung memutus panggilannya sepihak. Suasana hatinya masih terlihat buruk karena sang asisten menggoda gadis kecilnya.
Ayu tertegun mendengar jawaban majikannya. “Bukankah dia sedang makan, kenapa menjadi urusan penting? Apakah makanan ini begitu penting? Ok, berarti saat makan jangan pernah mengganggunya,” gatin Ayu. Akan selalu dia ingat kalau saat tuannya makan jangan sampai di ganggu.
Selesai makan, William mengajak Ayu menuju kantor. Di sana sudah disambut security yang akan memarkirkan mobilnya di basement.
“Tidak turun?” Cicit William melihat gadis di sampingnya hanya diam mematung.
“Hem … sa-saya ikut turun? Ikut Tuan?”
“Memangnya kamu mau ikut security?”
“Ahh … tidak, tidak.” Ayu pun turun mengikuti tuannya menuju lantai paling atas.
Tatapan seluruh pegawai kantor tertuju pada gadis yang ada di belakang pemimpinnya. Terlihat sederhana tetapi tetap cantik. Mata almond, hidung mancung, bibir tebal dengan membentuk love, dan gigi gingsul, membuatnya juga dikagumi bawahan William yang berada di kantor, terutama para laki-laki.
“Kalau dilihat dari usianya dia terlihat masih muda.
Apa mungkin kekasih William?” ucap salah satu pegawai wanita.
“Mana mungkin selera Tuan William kampungan?! Lihat saja baju yang dia pakai, norak!” sahut yang lain. Dirinya kesal melihat CEO yang diincar membawa wanita lain.
“Kalau dilihat dari segi usia dan wajahnya, sepertinya dia simpan yang mencari om-om kaya raya.”
“Hush … dijaga kalau bicara.”
William tidak peduli dengan desas-desus semua orang. Yang paling penting kali ini adalah kehadiran gadis manisnya yang menemani dirinya bekerja.
Kehadiran Ayu memberikan energi tersendiri baginya. Apalagi setelah ini dia ada rapat pemegang saham dan ada beberapa investor yang mengajaknya bekerja sama, pasti sangat melelahkan untuknya. Tapi semua itu akan hilang jika melihat wajah teduh pelayannya.
.
.
.
Mobil mulai berjalan menuju rumah utama keluarga Issac. Laki-laki bermata biru itu mulai gusar karena dia ingin pulang ke rumah sang kakak. Kalau ke rumah utama, telinganya lama-lama akan tuli dan kepalanya bisa pecah mendengar ocehan sang mama. “Pak kita ke rumah Kak Willi saja.”
Pak Amir terkejut dengan ucapan tuan mudanya. Bukannya tidak mau, tetapi pesannya langsung ke rumah utama. “Anu … Den, Tuan William berpesan kalau langsung ke rumah utama saja.”
Laki-laki bermata biru itu mengerutkan keningnya karena penasaran dengan larangan sang kakak.“Memangnya kenapa kalau ke rumahnya?”
“Waduh … kalau itu saya kurang tahu, Den.”
“Kak, coba hubungi Kak Willi kenapa kita tidak boleh ke rumahnya,” titah pemuda kepada sang asisten.
Vano pun segera mengeluarkan ponselnya dari dalam jas. Dia mengirim pesan ke atasannya tetapi tidak ada balasan. Mencoba memanggil juga tidak ada respon. “Sepertinya kita harus mengikuti ucapannya. Dari pada dia murka, lebih baik kita turuti saja. Mengerikan kalau dia marah,” tutur Vano bergidik ngeri.
Anak kedua dari keluarga Issac itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Dia buka jendela menikmati semilir angin yang menyapu rambut hitamnya, satu tangannya dikeluarkan dengan mata tertutup, ikut merasakan betapa sejuknya udara di tanah kelahirannya. Tanpa sadar, kenangan masa lalu terlintas begitu saja dalam pikirannya.
“Aku cinta kamu, Juan.”
Mata Laki-laki itu terbuka lebar saat mengingat masa kelamnya itu. Masa yang membuat dirinya merasa bersalah pada seseorang.
“Di mana kamu sekarang?” Bisiknya pelan dengan perasaan bersalah. Tatapan sendu itu membuat siapa saja yang melihatnya akan merasa iba, tanpa mereka tahu sesuatu yang pernah terjadi.
Mobil pun akhirnya menuju ke rumah utama demi menghindari amukan kakak tertua. Namun, sesampainya di sana, putra kedua keluarga Issac itu tidak langsung turun. Dia meminta sang sopir untuk mengantarnya ke kantor sang kakak setelah semua barang turun. Begitu juga dengan asisten Vano yang setuju dengan usul tuannya.