NovelToon NovelToon
Bukan Menantu Biasa

Bukan Menantu Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:14.9k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyuni Soehardi

Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.

Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 33

Sementara itu di rumah Dewi pagi hari sudah terjadi kekacauan. Dewi sudah terbiasa memasak sarapan untuk semua orang. Tapi pagi itu terjadi kecanggungan karena kehadiran Fahri.

“Masih punya muka kau bertemu denganku mantan pacar?” Sapa Dena.

“Bagaimana malam pertama dengan perempuan hamil? Pasti beda rasanya dengan yang masih perawan ting-ting. Sudah ga rapet. Loosss seperti jalan tol.” Ejek Dena lagi.

“Mbak sudahlah, hentikan. Ini semua bukan salahku aku tidak tahu laki-laki yang melamarku adalah kekasihmu. Aku hanya pasrah dengan perintah ayah yang menyuruhku menerima pinangan laki-laki yang mau memperistri aku. Lagipula kami tidak melakukan apa-apa kami tidur diruang terpisah” Balas Dewi yang merasa kasihan melihat suaminya hanya bisa menunduk.

“Hmm …. Yang pasti laki-laki mana yang mau tidur sama perempuan murahan yang mengandung anak dari laki-laki bajingan walaupun bersedia menikahi nya. Yang pasti ada tujuan terselubung lah.” Serang Dena.

“Dena sudahlah. Aku menikahi adikmu karena kau sudah menolak niatku menikahimu sedangkan ibuku sudah mendesak ku supaya segera menikah. Tidak ada yang salah disini. Aku tidak menyalahkan mu menolakku karena keterbatasan ekonomi ku, aku tidak salah melamar gadis lain bagaimana pun kondisinya dan adik mu juga tidak bisa disalahkan karena dia tidak diberitahu kalau laki-laki yang melamarnya adalah aku.” Jawab Fahri.

“Dek Dewi mas langsung berangkat kerja saja ya.” Fahri ingin segera meninggalkan tempat yang bagaikan neraka baginya.

“Tidak mas, kau harus sarapan dulu tapi tidak disini. Kita sarapan dirumah kita sendiri saja ayo kita pindah.” Ajak Dewi sambil membawa piringnya yang sudah berisi nasi dan lauk itu.

Fahri mengikuti Dewi dengan membawa piringnya yang juga sudah berisi nasi lengkap dengan lauknya.

Dirumah ibunya alm yang sekarang menjadi rumah pribadi Dewi ada meja makan kecil untuk karyawan yang makan siang. Dewi dan suaminya sarapan di meja makan kecil rumahnya sendiri.

“Silahkan duduk mas kita sarapan disini saja. Kata Dewi.

Mereka makan dalam diam. Akhirnya Dewi berkata, “maafkan insiden pagi yang tidak mengenakkan. Hari ini Dewi masih libur bagaimana kalau kita bawa sebagian hasil becekan (tradisi di desa bila ada desa kawinan warga desa sekitar datang membawa hasil bumi mereka untuk diberikan kepada calon pengantin). Ke rumah ibumu? Kita memakannya sendiri juga tidak habis.” Dewi menunjuk hasil becekan yang diletakkan di pojokan ruang belakang dengan dagunya. Suaminya menoleh ke arah yang ditunjuk Dewi.

“Baiklah terserah kau saja dek.” Fahri menjawab pendek. Dia masih canggung di hadapan istrinya.

Fahri mengangkat sebagian becekan kedepan dan memasukkannya kedalam bagasi mobil.

Saat Dewi akan duduk di kursi setir suaminya melarangnya. “Biar aku saja yang menyetir dek. Kau duduk saja di sampingku” kata Fahri.

“Mas bisa nyetir?” tanya Dewi setengah tidak percaya.

“Bisa dek mas kerja sampingan sebagai sopir panggilan di gembala gereja dekat rumahku untuk membawa para manula ibadah di gereja. Dan ibu-ibu yang pelayanan gereja tiap saat diperlukan.” Fahri menjelaskan.

“Oh begitu. Bagus mas, kau ternyata pria yang ulet cari uang,” puji Dewi.

Fahri membukakan pintu untuk istrinya dan menutupnya kembali. Lalu dia duduk di belakang setir dan melajukan mobil istrinya menjauh dari rumah itu.

Sesampainya di rumah ternyata rumah sepi tidak ada orang dan terkunci. Fahri menelepon ibunya. Ternyata ibunya menjaga toko ditemani Sita adiknya.

“Ternyata ibu dan adikku jaga toko dipasar dek, bagaimana kalau kita kesana?” tanya Fahri.

“Baiklah mas, bagaimana baiknya saja.” jawab Dewi.

Mereka tiba dipasar dan menuju kios ibunya. Dewi melakukan takzim pada ibu mertuanya.

Dewi tidak tahu harus bersikap bagaimana karena kondisinya yang mengandung benih orang lain.

“Ibu kok sudah jaga toko bu, kan Fahri baru menikah nanti juga Fahri pasti jaga toko lagi. Ini becekan orang-orang untuk ibu.” Kata Fahri.

Ibu Fahri diam saja. Mereka saling diam tidak berkata apa-apa. Dewi jadi canggung.

“Bu katakanlah sesuatu jangan diam saja. Fahri jadi bingung.” Kata Fahri.

“Kenapa kau tidak berterus terang sama ibu Fahri? Apa anak yang dikandung istrimu itu benihmu? Kau sudah hampir setahun pacaran dengan Denaya tapi adiknya yang kau nikahi apa kau mempermainkan dua wanita kakak beradik?” Tanya ibu Fahri.

Fahri hanya menunduk tapi tidak menjawab begitupun dengan Dewi.

“Memalukan, ibu betul-betul malu punya anak sepertimu. Pergilah ibu saat ini tidak ingin melihat wajahmu dan bawa kembali barang-barang becekan ini. Kau tetaplah jaga toko seperti biasa karena kau harus menafkahi istri dan anakmu tapi jangan lupa kewajiban mu terhadap ibu dan adikmu.” Jawab ibu.

“Baik Bu Fahri pergi dulu, assalamualaikum, pamit Fahri.

Dewi mencoba takzim pada ibu mertuanya. Ibu mertuanya menanggapi dengan dingin tapi tidak menolak takzim dari Dewi.

Mereka berdua keluar dari pasar dan memasukkan kembali barang-barang becekan itu dan Fahri menjalankan mobilnya. Mereka saling diam mobil Fahri menuju suatu tempat di tepi danau yang airnya biru. Fahri membukakan pintu mobil istrinya. Lalu mengajaknya berjalan-jalan menyusuri danau itu.

Akhirnya Fahri berhenti dan memeluk istrinya. Dia mengusap-usap rambutnya. Dengan lirih dia berkata “maafkan aku, aku tidak menyesal menikahimu walaupun keputusanku membuat semua orang terkejut dan bingung. Aku tahu didalam hatimu ada pria lain yang kau cintai, aku pun begitu. Dihatiku masih ada kakakmu walaupun harus kubuang jauh-jauh dia dari hatiku. Mari kita sama-sama belajar untuk menerima keadaan kita masing-masing dek. Aku akan selalu berusaha menjadi suami dan ayah yang baik untuk anakmu. Hanya itu yang bisa kuberikan.”

Air mata Dewi menetes dia tidak tahu apakah harus sedih atau bahagia semua begitu mendadak. Dia membalas pelukan suaminya. Mereka saling berpelukan untuk sesaat.

Akhirnya mereka saling melepaskan pelukan. Fahri mengusap air mata Dewi. Mereka kembali berjalan-jalan dalam diam. Fahri menggandeng tangan istrinya.

“Kau lelah, ada penjual sate ayam disana, kau mau sate?” Fahri menawari duduk di lesehan di lapak penjual sate. Fahri memesan lontong sate dua porsi dan dua botol air mineral.

Sambil menunggu satenya siap Fahri menatap istrinya. “Hari ini kita jalan-jalan ya dek anggap saja kita sedang berbulan madu.”

Dewi hanya tersenyum menanggapinya. Dia membiarkan saja suaminya mencubit ringan pipinya.

“Mas setelah makan sate aku ingin melihat-lihat model daster yang dijual di toko yang disana itu. Boleh?” tanya Dewi sambil menunjuk deretan toko-toko yang menjual aneka suvenir. Juga ada toko kaos dengan sablon wisata telaga yang mereka datangi.

“Tentu saja boleh. Nanti mas akan belikan daster yang kau inginkan.” Kata Fahri.

“Terimakasih mas tapi kau juga harus membeli baju dong untuk kenang-kenangan bulan madu kita.” Kata Dewi yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh suaminya.

Selesai makan sate mereka menuju deretan toko-toko suvenir yang berjejer di sepanjang jalan tempat wisata danau itu.

Dewi membeli jepit rambut dan beberapa jenis karet rambut untuk rambutnya yang sudah cukup panjang.

Lalu dia menuju toko kaos dan membeli dua kaos untuk suaminya. Terakhir toko daster yang berbahan lembut bersablon tempat wisata danau itu. Dia membeli buah daster berwarna merah dan oranye. Semua yang dibelinya dibayar oleh suaminya.

“Mas kita beli sayur yuk, wortelnya segar-segar.” Dia menunjuk ke arah wortel yang diikat dengan daun-daunnya hingga satu ikatan besar.

“Tapi dek mendung cukup gelap. Apa ga sebaiknya kita pulang? Tempat parkir cukup jauh.” Jawab Fahri cemas sambil melihat ke arah langit dan angin mulai berhembus dingin. Mereka tidak berencana pergi berlibur. Tidak ada yang membawa baju hangat.

“Nanggung mas mumpung disini nanti kalau hujan kita berteduh di penginapan yang ada di atas itu dekat dengan penjual sayur.” Jawab Dewi sambil menarik tangan suaminya.

Akhirnya Fahri menuruti keinginan istrinya mereka berjalan diatas jalan yang menanjak keatas ke tempat orang yang menjual sayuran dan buah-buahan.

1
iyed
mertua jancok
Fitriah Fitri
haduuhh. . hiduo klo ga tenang. urungkan niatmu untuk mudik amira. ga aman rumah kl cuma nilam z di rumah sendirian
Nadira ST
thor smoga keluarga mertua Amira baik terus ya jangan sampai berubah jahat
Diah Susanti
kalau yang aq baca sampai sini sih, yang toxic cuma kakak iparnya saja. ibu dan ani juga baik, semoga gk dibikin berubah sama othor😁😁😁
Sri Wahyuni
😍
Sri Wahyuni
Amira benar kakak ipar harus dilawan KLO ngelunjak
Sri Wahyuni
Amira pinter bgt
Sri Wahyuni
Bagus ceritanya n tidak belibet
Ceritanya bagus kak, reletabel sama kehidupan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!