Semua orang mengira Zayan adalah anak tunggal. Namun nyatanya dia punya saudara kembar bernama Zidan. Saudara yang sengaja disembunyikan dari dunia karena dirinya berbeda.
Sampai suatu hari Zidan mendadak disuruh menjadi pewaris dan menggantikan posisi Zayan!
Perang antar saudara lantas dimulai. Hingga kesepakatan antar Zidan dan Zayan muncul ketika sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka. Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26 - Persiapan
Persiapan pernikahan Zayan dan Zoya berlangsung cepat, bahkan terlalu cepat. Semua dimulai hanya seminggu setelah Jefri memutuskan bahwa Zayan harus bertanggung jawab atas kehamilan Zoya. Rumah keluarga Nugroho kembali sibuk, tapi bukan dengan tawa bahagia. Aura tegang terasa di setiap sudut, terutama antara Zayan dan Leony yang kini terobsesi membuat acara itu tampak sempurna di mata publik.
“Zayan, aku sudah pesan gaun untuk Zoya di butik langgananku. Tapi kau harus pastikan semua undangan sudah dikirim hari ini. Aku tidak mau acara keluarga Nugroho terlihat asal-asalan,” ujar Leony sambil menandatangani berkas daftar tamu. Ia bahkan belum sempat sarapan, tapi energinya seperti mesin perang.
Zayan yang duduk di seberang meja hanya mengangguk tanpa ekspresi. “Ya, aku urus.”
“Kau bahkan tahu siapa yang harus diundang?” sindir Leony tanpa menatap.
“Tidak, tapi aku bisa tanya ke sekretaris papah,” jawab Zayan datar.
Leony menatap anaknya dengan tatapan kesal. “Zayan, tolonglah! Pernikahan ini bukan sekadar formalitas. Semua orang harus melihat kalau kau bertanggung jawab. Itu satu-satunya cara agar papah kembali mempercayaimu.”
Zayan menghela napas berat. “Percaya padaku atau tidak, aku tetap akan menikahinya. Itu sudah cukup, kan?”
Leony menepuk meja pelan. “Tidak cukup! Kau harus tunjukkan pada papah kalau kau bisa jadi pewaris yang layak. Zidan mungkin sekarang terlihat baik, tapi jangan lupa, dia baru kembali. Dia belum tahu apa pun tentang dunia ini. Kalau kau biarkan papah terus dekat dengannya, semua ini akan berubah.”
Ucapan Leony membuat Zayan terdiam. Ada rasa kesal bercampur takut. Ia tahu ibunya benar, kehadiran Zidan mengancam posisinya. Tapi di sisi lain, pernikahan ini terasa seperti hukuman yang dibungkus rapi dengan pita emas.
Sementara itu, di rumah kontrakannya yang sederhana, Zoya duduk di depan cermin menatap bayangan dirinya dalam kebaya putih yang baru diantarkan penjahit. Gaun itu indah, terlalu indah untuk pernikahan yang ia sendiri tahu hanyalah sandiwara.
“Aku nggak nyangka semuanya akan selancar ini,” imbuh Mira, sahabat sekaligus asistennya yang membantu mempersiapkan acara.
Zoya tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi aku juga tidak bisa membuang kesempatan ini begitu saja.”
“Aku akan selalu mendukungmu. Kalau ada apa-apa, beritahu aku,” ujar Mira.
Zoya menatap sahabatnya melalui pantulan cermin. “Terima kasih. Tapi menurutku Zayan berubah, Mir. Dulu dia dingin, tapi masih bisa kutebak. Sekarang… entah kenapa aku merasa dia menatapku seperti musuh.”
Mira mengernyit. “Maksudmu?”
“Dia tiba-tiba jadi baik. Minta maaf, ngomong lembut, bahkan setuju menikah cepat. Tapi di matanya, ada sesuatu. Kayak… dia nyembunyiin sesuatu.”
Sore harinya, Zoya menerima pesan singkat dari Zayan:
“Kita harus bertemu malam ini. Aku ingin bicara soal pernikahan.”
Zoya menatap layar ponselnya lama. Ia tahu, sejak pertunangan diumumkan, mereka hampir tidak bicara secara pribadi. Semua komunikasi hanya lewat orang lain.
Malamnya, mereka bertemu di sebuah restoran kecil di pusat kota. Tempat itu tenang, dengan lampu kuning lembut dan musik jazz pelan. Zayan sudah duduk di sudut ruangan, mengenakan kemeja hitam dan wajah yang sulit ditebak.
Begitu Zoya datang, Zayan berdiri dan menarik kursinya dengan sopan, gestur yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.
“Terima kasih sudah datang,” katanya singkat.
Zoya duduk perlahan. “Kau yang memintaku datang. Jadi, apa yang mau kau bicarakan?”
Zayan menghela napas panjang sebelum berbicara. “Aku tahu semua ini berjalan cepat. Tapi aku tidak mau terus membuatmu gelisah. Aku minta maaf, Zoya. Atas semua yang pernah kulakukan. Aku akan bertanggung jawab penuh.”
Zoya menatapnya heran. Nada suaranya tenang, tapi matanya dingin. Seolah ada naskah yang sudah disiapkan.
“Kau… berubah, Zayan,” katanya pelan. “Dulu kau tidak seperti ini.”
“Mungkin karena aku akhirnya sadar, apa artinya menjadi pria sejati.”
Zoya hampir tertawa mendengar kalimat itu. “Kau sadar karena cinta, atau karena takut Ayahmu kehilangan kepercayaan?”
Pertanyaan itu menggantung di udara. Zayan tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela, memandangi lampu kota yang berkedip.
“Aku menikah denganmu karena tanggung jawab. Tapi kalau kau ingin cinta, aku akan berusaha menumbuhkannya,” katanya akhirnya, dengan suara rendah tapi tegas.
Zoya terdiam. Ada rasa haru, tapi juga keraguan besar di dadanya. Ia tahu Zayan bukan tipe pria yang mudah berubah. Sesuatu pasti mendorongnya, mungkin rasa bersalah, mungkin strategi.
Zayan meraih tangan Zoya di atas meja, gestur lembut yang membuat Zoya sedikit terkejut. “Persiapkan dirimu, Zo. Pernikahan kita diadakan minggu depan. Aku ingin semuanya selesai cepat.”
“Secepat itu?” tanya Zoya, suaranya nyaris bergetar.
“Ya,” jawab Zayan mantap. “Semakin cepat kita menikah, maka akan lebih baik.”
Zoya menunduk, menatap cangkir tehnya yang bergetar di genggamannya. Ia tahu, di balik kalimat manis dan tatapan dingin itu, ada sesuatu yang tidak beres. Tapi ia tidak bisa mundur sekarang. Semua sudah terlanjur berjalan.
Cinta yang sehat dapat membantu seseorang merasa lebih bahagia dan lebih sehat secara keseluruhan.
Ketika seseorang merasa dicintai dan mencintai, tubuh dan pikirannya akan bekerja lebih baik untuk mendukung kesejahteraan secara menyeluruh...🤨☺️
Ketika seseorang mencintaimu sepenuh hati, itu memberimu rasa aman dan penerimaan yang membantumu menjadi versi terbaik dirimu. Mengetahui bahwa seseorang mendukungmu, bahwa kamu dihargai dan disayangi apa adanya, memberimu rasa stabilitas.
Kamu merasa lebih kuat karena seseorang percaya padamu, terkadang bahkan ketika kamu berjuang untuk percaya pada diri sendiri...🥰💪
Konsep ini menyatakan bahwa setiap tindakan (baik atau buruk) memiliki konsekuensi yang akan kembali kepada pelakunya, baik di kehidupan ini maupun di kehidupan selanjutnya.
Jika kamu melakukan hal baik, maka efeknya pun baik, begitu pula sebaliknya.
Dalam konteks modern, karma juga dapat dipahami sebagai prinsip tanggung jawab pribadi dan kesadaran atas tindakan kita.
Karma berlaku bagi siapapun yang melakukan hal buruk.
Jangan pernah berbuat hal buruk sekecil apapun dan dalam kondisi apapun.
Karena hal itu akan membawa sesuatu yang buruk pula ke dalam hidupmu, atau bahkan bisa terbalas dengan keburukan yang lebih besar...😭
Amarah, kesedihan atau kebencian yang berlebihan, jika dibiarkan merajalela, akan membutakan mata hati dan menyesatkan akal sehat.
Kita kemudian menjadi tawanan dari perasaan kita sendiri, terperangkap dalam labirin pikiran yang gelap dan berliku.
Setiap langkah yang kita ambil didikte oleh emosi sesaat, tanpa pertimbangan yang matang dan tanpa visi yang jernih.
Kita kehilangan kemampuan untuk berpikir rasional, untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan untuk mengambil keputusan yang bijaksana...😥