NovelToon NovelToon
Cinta Suci Aerra

Cinta Suci Aerra

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:785
Nilai: 5
Nama Author: manda80

Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukankah Ini Saling Menguntungkan?

Darahku seolah surut dari wajah, meninggalkan sensasi dingin yang menusuk hingga ke tulang. Kata-kata Aldo menggantung di udara, lebih tajam dan lebih mematikan dari belati mana pun. Adikku. Lika. Bekerja untuknya. Di bawah pengawasannya.

“Kamu… kamu nggak bisa melakukan ini,” bisikku, suara yang keluar dari tenggorokanku terdengar asing dan rapuh.

Aldo menggelengkan kepalanya sedikit, ekspresinya nyaris menunjukkan rasa penasaran yang dibuat-buat. “Nggak bisa? Kenapa nggak? Aku Direktur Utamanya. Aku bisa merekrut siapa pun yang saya mau. Terlebih lagi, ini untuk adik iparku sendiri. Bukankah ini tindakan yang mulia?”

“Ini bukan kemuliaan! Ini… ini ancaman!” seruku, keberanian sesaat yang dipicu oleh keputusasaan membakar dadaku.

“Ancaman?” Ia tertawa kecil, suara tawa yang tidak mencapai matanya yang kelam. “Aerra, Aerra. Kamu selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang paling buruk. Aku justru memberinya kesempatan. Karier yang cemerlang. Gaji yang bagus. Bukankah itu yang Ibumu selalu inginkan untuk anak-anaknya?”

Ia kembali mendekat, setiap langkahnya terukur dan penuh percaya diri, sementara aku merasa semakin terpojok ke dinding. “Ini simbiosis mutualisme, Sayang. Lika dapat pekerjaan, aku dapat asisten baru, dan kamu… kamu dapat motivasi untuk menjadi istri yang lebih baik.”

“Lika nggak ada hubungannya dengan pernikahan kita!” bantahku, air mata mulai menggenang di pelupuk mata.

“Tentu saja ada,” sahutnya cepat, nadanya berubah menjadi sedingin es. “Dia adikmu. Kelemahanmu. Sama seperti pria bernama Windu itu adalah kelemahanmu yang lain. Kamu yang menyeret mereka ke dalam permainan ini saat kamu gagal berakting di depan keluargamu sendiri.”

Jari-jarinya yang dingin kembali menyentuh pipiku, mengusap jejak air mata yang hampir jatuh. “Aku benci ketidaksempurnaan, Aerra. Dan pertunjukanmu tadi sangat, sangat tidak sempurna. Aku memberimu panggung termegah, peran terindah sebagai Nyonya Aldo, tapi kamu merusaknya hanya karena nama seorang gembel disebut.”

“Aku nggak sengaja, Mas… Aku cuma kaget…” isakku.

“Aku nggak peduli,” potongnya tajam. “Mulai sekarang, tidak ada lagi ruang untuk kesalahan. Tidak ada lagi kaget, tidak ada lagi tatapan kosong, tidak ada lagi garpu yang jatuh. Yang ada hanya senyum, anggukan, dan kepatuhan. Dan Lika akan jadi pengingatmu setiap hari.”

Tanganku terkepal di sisi tubuh. “Jangan. Kumohon jangan libatkan dia.”

“Terlambat,” katanya enteng. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, jarinya dengan lincah menari di atas layar. “Aku akan meneleponnya sekarang. Memberikan kabar baik ini.”

Mataku membelalak ngeri. “Jangan! Mas, jangan sekarang!”

Ia mengabaikanku. Ia menekan tombol panggil dan mengaktifkan mode pengeras suara. Ruangan yang hening itu seketika terisi oleh nada sambung yang terdengar seperti lonceng kematian bagiku.

“Halo? Mas Aldo?” Suara Lika yang ceria terdengar, membuat perutku melilit.

Aldo tersenyum menatapku sebelum menjawab. “Halo, Lika. Maaf mengganggu malam-malam. Apa Mas mengganggu?”

“Eh, nggak sama sekali, Mas! Ada apa, ya? Kak Aerra baik-baik aja, kan?”

“Kakakmu baik-baik saja. Dia ada di sini, bersamaku,” jawab Aldo, matanya tidak pernah lepas dari wajahku. “Mas telepon karena ada urusan pekerjaan sedikit.”

“Pekerjaan? Buat aku?” Nada suara Lika berubah menjadi penuh harap.

“Tepat sekali. Tadi siang, saat makan, Mas perhatikan kamu sepertinya gadis yang cerdas dan punya potensi. Kebetulan, posisi asisten pribadi Mas sedang kosong. Apa kamu tertarik?”

Hening sejenak di seberang sana, kemudian terdengar pekikan girang yang memekakkan telinga. “Serius, Mas?! Ya ampun! Mau banget! Mau banget, Mas Aldo!”

Aku hanya bisa menggelengkan kepala dalam diam, air mata mengalir deras di pipiku. Ini adalah penyiksaan paling kejam yang pernah kurasakan.

“Bagus,” kata Aldo dengan nada puas. “Kalau begitu, besok pagi jam delapan kamu bisa datang ke kantor. Langsung ke lantai direksi saja, bilang pada resepsionis kamu sudah ada janji dengan saya.”

“Siap, Mas! Ya Tuhan, makasih banyak, Mas Aldo! Aku nggak tahu harus bilang apa lagi! Mas baik banget!” Lika terdengar seperti akan menangis karena bahagia.

“Sama-sama, Lika. Anggap saja ini hadiah pernikahan dari Mas untuk keluarga. Tolong sampaikan juga kabar baik ini pada Ibu, ya.”

“Pasti, Mas! Pasti! Ibu pasti seneng banget! Sekali lagi makasih banyak, ya, Mas! Selamat malam!”

“Selamat malam.”

Panggilan itu berakhir. Aldo memasukkan kembali ponselnya ke saku, senyum kemenangan terukir jelas di wajahnya yang tampan. Ia menatapku, yang kini bersandar lemas di dinding.

“Lihat? Semua orang senang,” ujarnya dengan nada ringan yang mengerikan. “Lika dapat pekerjaan, Ibu bangga, dan aku… aku mendapatkan jaminanku.”

“Kamu jahat,” desisku lirih, napasku tersengal-sengal di antara isak tangis.

Ekspresi Aldo langsung mengeras. Ia mencengkeram rahangku, memaksaku untuk menatap lurus ke matanya. “Aku melakukan apa yang perlu dilakukan. Pernikahan ini adalah sebuah transaksi, Aerra. Aku memberimu kemewahan dan status, sebagai gantinya, aku menuntut kesetiaan dan citra yang sempurna. Dan aku akan mendapatkan apa yang aku mau, dengan atau tanpa persetujuanmu.”

Ia melepaskan cengkeramannya dengan kasar. “Sekarang, hapus air matamu. Pertunjukan belum selesai.”

Aku menatapnya dengan bingung. “Apa lagi?”

“Keluargamu sudah pulang. Tamu sudah tidak ada. Tapi peran kita sebagai suami istri tidak berhenti di ruang tamu saja,” katanya, matanya menyapu penampilanku dari atas ke bawah dengan tatapan posesif yang membuatku merinding.

Ia melangkah mundur, lalu memberi isyarat dengan kepalanya ke arah tangga yang megah. “Malam ini adalah malam pertama kita sebagai suami istri. Di rumah kita sendiri. Aku mau kita menjalaninya sebagaimana mestinya.”

Jantungku serasa jatuh ke dasar perut. Aku tahu apa maksudnya.

“Tidak… aku lelah…” elakku, mencari alasan apa pun.

“Aku tidak menerima penolakan,” desisnya. “Kamu mungkin bisa menolak untuk mencintaiku, tapi kamu tidak bisa menolak kewajibanmu. Terutama setelah kesalahan yang kamu buat hari ini.”

Ia mulai menaiki tangga, langkah kakinya terdengar berat dan tegas di lantai marmer. Di tengah tangga, ia berhenti dan menoleh ke arahku, tatapannya dingin dan tak terbantahkan.

“Aku akan menunggumu di kamar. Jangan buat aku menunggu terlalu lama, Aerra. Karena kesabaranku ada batasnya.”

Ancaman itu tergantung di udara, lebih menakutkan dari apa pun yang pernah ia katakan sebelumnya. Ia tidak lagi menyandera Lika. Sekarang, ia menyandera diriku seutuhnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!