Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.
“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.
Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Sunyi dan Cemburu
Masih di tempat yang sama.
Ivy buru-buru menarik tangannya, pipinya memanas. “Itu — itu hanya masa kecil! Tidak penting!”
Kairo tersenyum samar, tapi ada luka samar di baliknya. “Bagi sebagian orang, janji masa kecil lebih jujur daripada pernikahan orang dewasa.”
Calix menoleh pada Ivy. Tatapan tajamnya membuat Ivy kaku di kursi. Lalu, tanpa mengubah nada suara, ia berkata, “Kita akan membicarakan ini. Nanti.” Ivy bisa merasakan tubuhnya langsung dicekam aura dingin.
Habis sudah dirinya!
Kairo mencondongkan tubuh sedikit, suaranya tenang tapi menusuk.
“Ivy juga bilang hanya mau menikahi pria tampan sepertiku. Ya, aku mengerti seleranya memang tinggi.”
Ivy hampir menjatuhkan sumpitnya lagi. “K — kau! Kenapa mengingat hal konyol itu!”
Tangan Calix yang tadi santai di pangkuan, mengepal pelan. Sorot matanya gelap menatap Ivy. “Tampan, ya?” suaranya rendah, tapi jelas terdengar.
Kairo tersenyum tipis, pura-pura biasa. “Bukankah itu wajar? Anak kecil menilai dengan polos. Tapi anehnya … dia sendiri yang mengatakannya.”
Ivy buru-buru menegakkan tubuh. Pipinya memanas. “Itu hanya omong kosong anak-anak! Jangan dibesar-besarkan —”
Calix menyela dengan nada datar, tapi penuh tekanan. “Lucu. Karena aku masih ingat dan mendengar dari mulut yang sama bahwa, ‘Aku tidak akan pernah mengakui pria mana pun, meski paling tampan sekalipun, kecuali suamiku sendiri.’”
Ivy membeku.
Senyum Kairo menghilang, berganti ketegangan samar di wajahnya. Ia menatap Ivy lebih lama, lalu bergeser ke Calix. “Hm. Rupanya ada hal-hal yang berubah setelah dia dewasa.”
Calix mengangkat alis, tatapannya dingin, menusuk lurus ke arah Kairo. “Tidak. Justru ada yang tidak pernah berubah.” Tangannya kembali meraih jemari Ivy di atas meja, kali ini genggamannya lebih kuat. “Dia masih menepati perkataan itu sampai sekarang. Kau hanya tidak ada di posisinya. Dia hanya memilih pria tampan lain sebagai suaminya.”
Ivy menunduk cepat, jantungnya hampir meledak.
Calix menegakkan tubuh, masih menggenggam tangan Ivy erat. Ia tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke mata.
“Sepertinya makan siang kita cukup sampai di sini.”
Kairo mengangkat alis. Sedikit tidak suka.
Calix berdiri tenang, lalu menarik kursi Ivy agar istrinya ikut berdiri. Gerakan itu terlihat gentleman, bahkan membuat beberapa tamu lain sempat menoleh.
“Sayang, kau bilang ada pekerjaan menunggu di kantor, bukan? Kita tidak bisa berlama-lama.”
Nada suaranya lembut, seolah perhatian. Tapi genggamannya di pergelangan tangan Ivy jelas lebih kuat dari seharusnya.
Ivy buru-buru tersenyum kaku pada Kairo. “Maaf … aku memang harus kembali lebih cepat.”
Kairo hanya menatap, kali ini tanpa senyum. Ada sesuatu di sorot matanya —protes yang tidak diucapkan. Tapi ia tetap menahan diri. “Tentu. Jangan sampai suamimu marah, hm?” katanya ringan, walau terasa menusuk.
Calix menoleh sekilas, tatapannya tajam menusuk Kairo sebelum kembali berubah kalem.
“Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk istri saya. Lain kali, biar saya yang mengundang Anda dengan cara yang lebih tepat.”
Tanpa memberi kesempatan untuk membalas, Calix sudah menuntun Ivy keluar restoran. Dari luar, orang-orang mungkin melihatnya sebagai suami manis yang menjemput istrinya. Tapi Ivy tahu betul, setiap langkah mereka mendekat ke mobil, aura suaminya semakin berat.
Dan saat pintu mobil tertutup, ia bisa mendengar napas Calix yang dalam — pertanda badai sedang ditahan di balik wajah tenangnya.
Astaga … aku benar-benar akan dihukum kali ini, batin Ivy, menelan ludah.
...***...
Pintu mobil tertutup rapat, menyisakan hanya mereka berdua. Ivy duduk dengan tegak, tangannya meremas tas di pangkuan. Suasana di dalam terasa sunyi, hanya terdengar denting halus jam di dashboard.
Calix menyandarkan diri ke kursi, tidak langsung menyalakan mesin. Tangannya bertumpu di setir, rahangnya mengeras.
“Ivy.” Nada suaranya rendah. Tenang. Terlalu tenang.
“Ya?”Ivy menelan ludah, mencoba tersenyum samar.
Mata Calix beralih padanya. Tatapan dingin itu menusuk, tapi ada sesuatu yang lain — campuran marah, cemburu, dan entah apa lagi yang sulit ia baca.
“Sejak kapan kau punya waktu luang untuk menemani pria lain makan siang?”
Ivy buru-buru menggeleng. “Itu tidak seperti yang kau pikirkan. Dia yang memaksa, aku —”
“Memaksa?” Calix mendengus pelan, senyum tipis menghiasi bibirnya. “Aku baru tahu kau mudah sekali dipaksa. Padahal biasanya kau keras kepala sampai membuat orang menyerah.”
Ivy terdiam. Ia bisa merasakan genggaman udara yang semakin berat di sekitarnya.
Calix mengulurkan tangan, meraih dagu Ivy, memaksanya menoleh. Sentuhannya tidak kasar, tapi cukup kuat untuk menegaskan siapa yang sedang mengendalikan.
“Aku tidak suka mengulang, Ivy. Kau milikku. Itu artinya siapa pun bahkan Ryuu Kairo tidak punya hak duduk di hadapanmu seolah-olah dia masih punya tempat dalam hidupmu.”
Ivy berkedip cepat, jantungnya berdegup tak karuan. “Aku mengerti.”
Calix menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu menghela napas panjang. Tangannya turun, bukannya melepaskan, malah menggenggam jari Ivy erat.
“Bagus.”
Mobil akhirnya dinyalakan, meluncur meninggalkan restoran. Tapi Ivy tahu, obrolan belum selesai. Suaminya hanya menunda… menunggu waktu yang tepat.
Namun tanpa Calix ketahui, Ivy menunduk untuk menahan senyum dengan degup jantungnya yang terasa liar. Jantungnya memang berdebar, tapi bukan hanya karena takut. Ada rasa hangat aneh yang menjalari dadanya.
Hubungan kami — benar - benar berkembang lebih jauh, kan? Doakan aku, Grandpa!
...----------------...
Malam di Kediaman Joevanva
Gwen duduk di sofa panjang, tangannya mengusap perut yang mulai membesar. Senyum kecil muncul setiap kali ia merasakan gerakan halus dari bayi dalam kandungannya. “Dia bergerak lagi,” ucapnya lirih, seakan sedang bicara pada dirinya sendiri.
Alec baru saja masuk, kemeja masih rapi meski jelas-jelas pulang larut dari kantor. Pandangannya jatuh sebentar ke istrinya, lalu segera berpindah untuk berganti pakaian. “Jangan terlalu banyak begadang. Dokter bilang kau perlu istirahat.” Suaranya datar, seperti mengucapkan kewajiban.
Gwen tersenyum samar, tidak tersinggung. “Aku tidak bisa tidur, Alec. Kadang dia terlalu aktif.” Ia mengelus perutnya lagi, lalu menoleh. “Mau kau rasakan?”
Alec menoleh, menatap perut itu sejenak. Ia mendekat, meletakkan telapak tangannya sekilas di sana. Ada gerakan kecil yang menyambut. Sekilas, hanya sekilas, ada kelembutan singgah di mata Alec. Tapi sama cepatnya, ia menarik tangannya kembali.
“Dia sehat. Itu yang penting,” katanya, lalu duduk di sisi ranjang.
Gwen menggigit bibir, hatinya mencelos melihat jarak itu terbentuk lagi. Ia menarik napas panjang.
Hening turun. Gwen menunduk, menyembunyikan sorot kecewa yang cepat ia tutupi.
“Alec, bolehkah aku bertanya sesuatu?” Dengan nada tenang yang berani.
Pria itu mengangkat alis. “Apa?”
“Apakah kau — pernah mencoba mencintaiku?”
Pertanyaan itu menggantung di udara. Alec menoleh, menatapnya lama. Wajahnya tetap dingin, tapi sorot matanya menajam, seakan tidak menyangka Gwen akan bertanya lagi setelah sekian lama.
“Aku menjalankan tugasku sebagai suami,” jawabnya akhirnya, pelan tapi tegas. “Itu seharusnya cukup.”
“Jadi jawabannya tidak ya.” Gwen mengangguk, tersenyum getir. “Alec … kalau aku terlalu merepotkan, kau bisa bilang. Aku tidak ingin membuatmu merasa terikat lebih dari yang kau mau.”
“Seharusnya pikiran itu muncul sebelum ayahmu membujuk grandma,” ucap Alec, suaranya datar namun menyimpan ketajaman.
Gwen menoleh, menatapnya lekat. Ada luka kecil yang menusuk, tapi ia menahannya rapat-rapat. “Jadi, bagimu aku hanyalah hasil dari bujukan ayahku? Setelah hampir dua tahun kita bersama?”
Alec menahan napas sejenak, tidak menjawab. Ia meraih segelas air di meja, meneguknya, seakan butuh alasan untuk tidak menatap mata istrinya lebih lama.
Gwen tersenyum tipis, getir tapi anggun. “Aku mengerti. Mungkin aku memang terlalu berharap waktu itu.” Ia kembali mengusap perutnya, jemarinya lembut seperti melindungi harta terakhir yang benar-benar miliknya. “Setidaknya dia —” pandangannya jatuh ke perut. “— akan selalu jadi alasanku bertahan.”
Alec mengeraskan rahangnya, ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi tertahan. Ucapan Gwen itu menusuk entah di bagian mana dari dirinya, namun ia memilih diam.
“Aku tidak akan memintamu mencintaiku, Alec.” Suara Gwen lembut tapi mantap, membuat ruang itu semakin dingin. “Aku hanya akan memastikan aku bisa membesarkan anak kita dengan hati yang utuh — meski tanpa cintamu sekalipun.”
Alec menoleh sekilas, ekspresinya nyaris retak tapi segera kembali kaku. Ia mengusap wajahnya kasar lalu berdiri. “Istirahatlah. Jangan terlalu banyak berpikir.”
Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah keluar kamar, meninggalkan Gwen sendirian.
Begitu pintu tertutup, senyum kecil Gwen luruh. Matanya memanas, tapi tidak ada air mata yang jatuh. Ia sudah terlalu sering mempersiapkan diri untuk momen seperti ini.
Apa kau tau cinta itu juga bisa hilang, Alec. Dan saat itu terjadi … aku tidak akan lagi menunggu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Sepertinya seru ya kalo mereka juga punya novel sendiri😃 ...
syemangat ka ros /Kiss/
apa itu ibunya ivy?! "/Blush/apa mungkin alec ma ivy lain ibu ataukah ataukah ataukah?!! /Smirk/
jd inget eve kannn yg bocah kembar kayak emy ma lily
lanjut ka... /Kiss//Kiss/
semangat ka ros/Kiss/