Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Siang itu, matahari membakar langit dengan panas yang terasa seperti menyengat kulit. Jansen baru saja keluar dari taksi, berdiri di pinggir jalan sambil menggenggam ponselnya.
Dia melirik alamat yang tertera di
layar, alamat yang didapatkannya dari pihak bar mengenai kediaman Andini, Ternyata Andini sempat meninggalkan data diri saat memesan kamar semalam, dan entah mengapa, Jansen
merasa ingin segera berkunjung ke
sana.
Mungkin karena dorongan untuk menyelesaikan misi dari Sistem yang diberikan padanya, terlebih dengan hadiah yang telah dijanjikan, membuat semangat Jansen kian memuncak.
Menghela napas, Jansen melangkah mendekati komplek perumahan. Setelah mencari sebentar.
akhirnya ia menemukan rumah dengan
nomor 05 yang menjadi tujuannya.
Pagar besi yang tinggi menghalangi pandangannya, namun ia bisa melihat taman yang rindang dan beberapa
pohon yang tumbuh di pekarangan rumah tersebut. Dengan hati-hati, ia menyentuh gagang bel pintu dan menekannya.
Tak lama kemudian, pintu dibuka
oleh seorang wanita paruh baya dengan
senyum ramah di wajahnya. "Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya
wanita itu.
"Selamat siang, Bu. Saya mencari Andini, apakah dia ada di rumah?" Jansen menahan gugup yang mulai
merayapi perasaannya.
Wanita itu mengangguk, "Oh, Nona. Andini? Iya, dia ada di dalam. Silakan masuk, ya. Dia membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Jansen
untuk masuk
Jansen mengucapkan terima kasih dan melangkah masuk ke dalam rumah yang terasa sejuk meski di luar panas menyengat.
Ketika ia melihat Andini duduk di
ruang tamu, hatinya berdebar kencang. Misi Sistem ini akan segera terselesaikan, dan hadiah yang dijanjikan pun semakin dekat di
genggamannya.
Jansen yang bersemangat datang ke rumah Andini tak menyadari bahwa di sana ada Suryo, ayah Andini, dan
Fatma, ibunya.
Dia hanya berfokus pada tujuannya
untuk bertemu Andini, tanpa memikirkan kemungkinan orang tua gadis itu ada di rumah.
Tak lama, pintu utama terbuka dan
Bi Evi, pembantu rumah tangga, berkata, "Maaf Tuan, Nyonya. Ada tamu untuk Nona Muda." Ujarnya
dengan sopan.
"Siapa, Bi?" tanya Fatma penasaran,
sedangkan Suryo mengernyitkan dahi
mencoba mengingat apakah ada janji
yang terlewat.
Sementara itu, Andini yang duduk
di ruang tamu, menatap keluar dan melihat sosok Jansen dari balik kaca. Senyum kecil terkembang di bibirnya, "Sangat kebetulan dia datang! Aku
hanya berharap padamu seorang!"
gumam Andini dalam hati. la segera
berdiri, berlari kecil menuju pintu
utama untuk menyambut kedatangan
Jansen.
Ketika Andini membuka pintu,
Jansen tersenyum lebar dan
mengucapkan salam, "Hai, Andini! Aku
kebetulan lewat dan ingin mampir?"
Andini tersenyum, namun sebelum
bisa menjawab, Suryo dan Falma
muncul di belakangnya. Mereka menatap Jansen dengan ekspresi terkejut dan heran, tak menyangka pria itu datang tanpa pemberitahuan.
Pas sekali, pikirnya. Karena Suryo
baru memikirkan untuk mencari lelaki
ini. Lelaki yang ada di foto bersama
putrinya tadi malam.
Andini menatap dengan penasaran ke arah Jansen yang berdiri di depan rumahnya. "Darimana kamu tahu
alamat rumahku?" tanyanya,
"Mencari alamat gadis cantik, mana sulit? balas Jansen dengan senyuman menawan yang membuat
pipi Andini memerah.
Namun, Jansen segera
menundukkan pandangannya ketika ia bertemu tatapan tajam Suryo, ayah Andini, yang baru keluar dari rumah.
"Andini, ajak dia masuk! perintah
Suryo dengan nada yang cukup keras.
Mendengar perintah ayahnya,
Andini mengajak Jansen masuk ke
rumah mereka. Suryo dan Fatma, ibu
Andini, langsung menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan tamu mereka.
Setelah duduk di ruang tamu,
Jansen berkomentar dengan nada gembira, "Ayah dan ibumu ternyata sangat baik!" la tidak menyadari ketegangan yang sebenarnya ada di
antara anggota keluarga itu.
Andini menarik nafas panjang
sebelum menjawab, "Kamu datang antara tepat dan tidak!" Dia menggigit bibirnya, merasa bingung dengan situasi yang tengah dihadapinya,
Tatapan mata Suryo yang tajam
dan menuntut seolah menjebak Jansen
dalam situasi yang penuh tekanan.
Dalam sekejap, kursi yang ia duduki
terasa seperti kursi pengadilan dan suara detak jantungnya kian keras. mengetahui ia sedang berhadapan
dengan sosok yang sangat
dihormatinya.
"Siapa namamu dan darimana asalmu? Apa yang kamu miliki sehingga berani mendekati anakku?" celetuk Suryo, tajam menyudutkan,
Jansen menelan ludah, keringat
dingin yang mengalir di pelipisnya
menambah kewaspadaannya, la merasa
sedang ditembak pertanyaan dan jika
menjawabnya salah, nasibnya bisa
terhenti di situ,
Tapi dengan suara mantap, Jansen
mencoba menjawab, "Namaku Jansen,
asal Banjarmasin. Adapun yang aku
miliki, memang sulit untuk dijelaskan.
Tapi, sebelumnya, aku minta maaf
kepada Paman. Aku mendengar bahwa
perusahaan Paman sedang dalam
situasi sulit. Sebenarnya, aku ingin membeli saham di sana, hanya sebesar 10% saja dengan harga 1 miliar!"
Dalam sekejap, ruangan terdiam.
Fatma tidak bisa menahan kekagetan,
bukan karena nilai yang ditawarkan, melainkan keberanian dan keteguhan. hati Jansen yang langsung menyentuh inti masalah yang telah lama
menghantui perusahaan mereka.
Terasa bagaikan Sambaran petir di
siang bolong, Jansen sukses mengubah
suasana menjadi lebih tegang.
Andini terkesima mendengar
ucapan Jansen. la sama sekali tak
menyangka bahwa Jansen mampu
menyediakan dana, terlebih lagi
sebesar satu miliar.
Dalam keraguan, matanya tertuju
pada tatapan penuh keyakinan yang
terpancar dari kedua bola mata
Jansen
Sementara itu, Suryo terlihat ragu. la menilai penampilan Jansen yang biasa-biasa saja, bisa ditebak bahwa
Jansen bukanlah seseorang yang
memiliki kekayaan berlimpah. Terlebih
lagi ketika ia melihat Jansen datang
tanpa kendaraan, pertanyaan pun
muncul di benaknya. Mampukah
Jansen henar-benar mengeluarkan
uang sebesar itu?
Namun, Suryo juga paham akan adanya misteri dalam hidup ini, ada hal-hal yang tak terlihat namun ada, dan ada yang terlihat namun hampa.
"Kedengarannya sangat
meyakinkan," gumam Suryo, matanya
tak lepas dari Jansen. "Tapi tahukah
kamu berapa nilai perusahaan ini?"
Jansen menggeleng, masih dengan
ekspresi tenang dan tegas. Lalu Suryo bertanya lagi, "Mengapa kamu berani mengatakan ingin
membeli 10% saham perusahaan ini
padahal kamu tidak tahu apa-apa
tentang perusahaan ini?"
"Sebenarnya, dengan 1 persen saja pun sudah tidak masalah!" sahut Jansen, dengan percaya diri yang tak tertahankan,
Suryo semakin penasaran dan
merasa ada sesuatu yang aneh dalam
diri pemuda ini, sedangkan Fatma
menatap suaminya dengan
kekhawatiran terselubung di matanya.
Dalam sekejap, atmosfer di
ruangan tersebut menjadi lebih tegang.
seolah-olah takdir mereka semuanya sedang digarap di tangan seorang anak muda yang misterius ini.
Sebelum banyak pertanyaan menerpa, Jansen segera membuka pembicaraan. "Jadi, sebenarnya berapa
nilai perusahaan Paman dan berupa
dana yang dibutuhkan untuk
penyuntikan modal ini? Aku sudah
dengar ceritanya dari Andini, dan satu
syarat tambahan yang diajukan
hanyalah: Bebaskan Andini dari
perjodohan!" ujarnya tegas.
Ayah Andini tersenyum hambar, "Nilai perusahaan ku sebenarnya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 30 miliar rupiah. Untuk 10% saham dengan
jumlah I miliar, tentu saja aku tidak
bisa memenuhinya. Namun, aku juga
tidak ingin memanfaatkan niat baikmu
yang dengan sukarela menawarkan
bantuan, meski hanya 1% sekalipun.
Bagaimana kalau aku memberikanmu
5%?
Jansen menghitung dengan cepat
dalam pikirannya dan akhirnya
mengangguk mantap. "Baiklah, Paman,
Deal! Semoga kerjasama kita berjalan lancar dan membawa kemajuan bagi perusahaanmu," ucapnya dengan penuh harap, sambil berjanji
dalam hati bahwa ia akan membebaskan Andini dari ikatan yang tidak diinginkannya.