"Rachel dijodohkan demi mahar, lalu dibuang karena dianggap mandul. Tapi pelariannya justru membawanya pada Andrean Alexander—seorang CEO dingin yang tanpa sadar menanam benih cinta… dan anak dalam rahimnya. Saat rahasia masa lalu terbongkar, Rachel menyadari bahwa dirinya bukan anak kandung dari keluarga yang telah membesarkan nya.
Bagaimana kelanjutan kisah nya.
Mari baca!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I.U Toon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Balik Layar
BAB. 33
Keesokan paginya mereka kembali ke kantor namun seperti biasa mereka masih pergi masing-masing. Demi menjaga mendapat gosip terbaru lagi.
Sejak malam penuh kehangatan bersama Andrean, hatinya lebih tenang, tapi tidak sepenuhnya damai. Ia tahu, bayangan ancaman itu belum hilang.
Andrean, seperti janjinya, langsung menghubungi kepala divisi IT dan menyelidiki asal usul pengirim email tersebut. Ia menginginkan hasil secepatnya, bahkan turun tangan sendiri memeriksa log server dan sistem keamanan perusahaan.
“Ada yang menggunakan jaringan internal untuk mengirim email itu,” lapor Nico, kepala tim IT, sore itu di ruang rapat pribadi Andrean.
Rachel duduk di samping Andrean, wajahnya tegang.
“Dari jaringan internal?” ulang Andrean, alisnya terangkat curiga.
Nico mengangguk. “Email dikirim menggunakan jaringan Wi-Fi kantor, namun disamarkan melalui VPN. Tapi kami berhasil melacak perangkat yang digunakan.”
Andrean melipat tangan di depan dada. “Siapa pelakunya?”
Nico menatap tablet di tangannya, lalu menampilkannya ke layar. “Perangkat tersebut terdaftar atas nama Intan Pradipta.”
Rachel menahan napas. Nama itu bukan asing. Intan, wanita ambisius yang selama ini bersikap manis di depan atasan, namun menusuk dari belakang. Ia juga dikenal cukup dekat dengan Andrean di masa lalu, meski tak pernah ada konfirmasi umum .
“Aku tahu dia nggak suka sama aku, tapi sejahat itu dia?” gumam Rachel lirih.
Andrean menggeser tatapannya dari layar ke wajah Rachel. “Aku akan segera menanganinya.”
Namun Rachel menahan tangan Andrean. “Tunggu. Aku ingin bicara langsung dengannya. Tanpa tekanan. Aku ingin tahu alasannya.”
Andrean menatapnya dalam, lalu mengangguk. “Tapi aku akan ada di ruangan sebelah. Kalau dia mulai melewati batas, aku akan masuk.”
Hari itu, Rachel memanggil Intan ke ruang pantry kecil di lantai enam. Bukan ruangan resmi, tapi cukup sepi untuk bicara serius.
“Intan, aku ingin bicara sebentar. Empat mata,” kata Rachel pelan saat keduanya berpapasan di lorong.
Intan mengerutkan dahi, namun mengikuti Rachel.
Begitu pintu pantry tertutup, Rachel menatapnya lurus. “Kamu yang kirim email itu, kan?”
Intan diam. Tatapannya berubah tajam. “Kamu bawa-bawa aku ke masalah pribadi kamu?”
“Jangan berbohong. Kita sudah tahu IP perangkatnya. Itu laptop kamu.”
Intan tertawa kecil, sinis. “Kamu pikir aku takut? Aku hanya menyampaikan kenyataan yang orang lain bisikkan di belakang kamu. Kamu hamil, kamu tetap kerja, dan kamu menyembunyikan fakta kalau kamu istri bos kita.”
Rachel terdiam. Napasnya berat.
“Aku tidak pernah berniat menyakiti siapa pun,” katanya pelan.
“Tapi kamu tetap merebut posisi yang bukan hak kamu!” balas Intan, matanya membara. “Selama ini kamu cuma bawahan nya pak Andrean , tapi karena kamu, Andrean memutuskan pertunangan nya"
Rachel terkejut. “Apa maksudmu?”
Intan mengepalkan tangannya. “Mieka adalah tunangan Andrean dulu. Diam-diam. Tapi dia membatalkannya setelah bertemu kamu. Kamu pikir aku bisa terima semua ini begitu saja?”
Deg.
Rachel seolah disambar petir. Ia memang tidak pernah tahu tentang hubungan Andrean dengan banyak wanita sebelum dirinya, tapi tidak pernah menyangka bahwa kakak dari intan yang selama ini ada di dekatnya adalah bagian dari masa lalu itu.
“Kalau kakak mu memang tunangannya… kenapa dia nggak pernah cerita?”
Intan tersenyum pahit. “Karena dia ingin menutupinya dari kamu. Tapi yang aku tahu kakak aku sangat mencintainya, dan dia pernah bilang aku satu-satunya. Sampai kamu datang dan menghancurkan semuanya.”
Rachel menggeleng. “Aku nggak pernah punya niat merebut siapa pun. Aku bahkan nggak tahu siapa kamu waktu pertama kali masuk kantor ini. Dan Andrean... dia nggak pernah cerita tentang kamu, maupun kakak mu itu".
“Aku bisa bikin hidup kamu neraka, Rachel. Kamu pikir email itu yang terakhir?”
Rachel menatapnya tajam. “Lakukan apa pun yang kamu mau. Tapi aku tidak akan mundur dari hidupku. Dan aku tidak akan membiarkan anakku tumbuh dikelilingi kebencian dari orang seperti kamu.”
Saat itu juga, pintu pantry terbuka. Andrean berdiri di sana, wajahnya keras dan penuh amarah.
“Cukup, Intan. Aku dengar semuanya.”
Intan terdiam. Wajahnya pucat.
“Hubungan kakak mu denganku dulu sudah berakhir lama sebelum Rachel datang. Dan tidak ada satu pun hak kamu untuk menyerangnya, apalagi menyebarkan fitnah atas nama perusahaan.”
Intan membuka mulut hendak membela diri, tapi Andrean mengangkat tangan.
“Kamu akan menerima surat peringatan pertama hari ini. Satu pelanggaran lagi, dan kamu akan dipecat. Aku sudah cukup sabar melihat kelakuan kamu selama ini.”
Dengan mata berapi, Intan melangkah keluar dari ruangan tanpa sepatah kata pun. Tapi Rachel bisa merasakan, ini belum akhir.