Di balik reruntuhan peradaban sihir, sebuah nama perlahan membangkitkan ketakutan dan kekaguman—Noir, sang kutukan berjalan.
Ditinggalkan oleh takdir, dihantui masa lalu kelam, dan diburu oleh faksi kekuasaan dari segala penjuru, Noir melangkah tanpa ragu di antara bayang-bayang politik istana, misteri sihir terlarang, dan lorong-lorong kematian yang menyimpan rahasia kuno dunia.
Dengan sihir kegelapan yang tak lazim, senyuman dingin, dan mata yang menembus kepalsuan dunia, Noir bukan hanya bertahan. Ia merancang. Mengguncang. Menghancurkan.
Ketika kepercayaan menjadi racun, dan kesetiaan hanya bayang semu… Siapa yang akan bertahan dalam permainan kekuasaan yang menjilat api neraka?
Ini bukan kisah tentang pahlawan. Ini kisah tentang seorang pengatur takdir. Tentang Noir. Tentang sang Joker dari dunia sihir dan pedang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MishiSukki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24: Kehangatan yang Mematikan
Setelah makan, seorang budak mengisyaratkan Noir untuk mengikutinya. Dengan langkah lemah, Noir mengikuti, melewati lorong-lorong mewah yang dihiasi dengan permadani tebal dan lukisan-lukisan mahal. Aroma wangi yang tidak ia kenali menyesakkan hidungnya.
Mereka tiba di sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu berukir. Di dalamnya, ruangan itu didekorasi dengan permadani mahal dan tempat tidur bersutera, diterangi oleh cahaya temaram dari sebuah lentera. Suasana yang anehnya terasa hangat sekaligus mencekam.
Di dekat jendela, John Vale berdiri. Ia tersenyum tipis saat melihat Noir masuk, senyum itu tidak mencapai matanya.
"Menarik," gumamnya,
Matanya menelusuri Noir dari atas ke bawah, seolah-olah sedang memeriksa sepotong seni langka. John melangkah mendekat, mengulurkan tangan, dan dengan gerakan lambat, menyentuh dagu Noir. Noir menegang. John menahan dagunya, memaksa Noir untuk menatap matanya.
"Tak kusangka, di balik penampilan lusuhmu yang dulu, ternyata ada sesuatu yang... berharga," katanya, suaranya terdengar ringan, tetapi ada sesuatu di baliknya yang membuat Noir merinding. John tersenyum, lalu menepuk pipi Noir sebelum berjalan ke meja, menuangkan anggur, dan kembali menatapnya.
"Kau milikku sekarang," katanya santai.
"Jadi, pastikan kau tahu bagaimana cara menyenangkan pemilikmu."
Noir tidak menjawab. Ia tahu kebebasan bukan lagi mimpi. Namun sekarang, ia menyadari sesuatu yang lebih buruk mungkin telah menunggunya.
Noir membuka matanya. Cahaya pagi yang lembut masuk dari celah tirai. Aroma roti hangat, susu panas, dan daging memenuhi ruangan—sebuah kemewahan yang sangat asing baginya. Di samping ranjang, sebuah nampan perak berisi makanan mewah menunggu.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil sepotong roti yang lembut, mencelupkannya ke susu, dan menggigitnya dengan hati-hati. Rasanya nikmat, namun kebahagiaan itu segera lenyap saat kenangan malam sebelumnya mulai merasuki pikirannya. Sebuah perasaan kosong menggerogoti dadanya.
Pintu terbuka, dan John Vale masuk.
"Selamat pagi," katanya ringan, seolah-olah mereka adalah tuan rumah dan tamu. John duduk di tepi ranjang.
"Kau harus makan lebih banyak, Noir. Aku tak mau investasiku mati kelaparan."
Noir meremas ujung selimutnya. Investasi. Ia tidak lebih dari itu.
John mencondongkan tubuh, membelai rambut Noir.
"Kau terlihat lebih baik hari ini." Ia menepuk kepala Noir pelan, seolah ia adalah hewan peliharaan.
"Mulai hari ini, kau akan menjalani kehidupan baru. Dan aku harap kau tahu bagaimana cara membuatku tetap tertarik."
Dengan itu, John pergi.
Namun, Noir, yang terbiasa dengan penderitaan dan siklus yang tak ada habisnya, segera menyambar makanan di nampan dan menelannya dengan lahap, lalu meminum susu yang masih hangat. Rasa lapar mengalahkan ketakutan, dan ia tahu, untuk bertahan hidup di tempat ini, ia harus mengesampingkan harga dirinya, lagi dan lagi.
John Vale menyandar di kursi berlapis kulitnya yang mahal, menatap cangkir teh di tangannya. Ia terkekeh pelan.
"Lihatlah dirimu, Noir," bisiknya pada dirinya sendiri, seolah Noir ada di sana bersamanya.
"Sangat mudah, bukan? Aku hanya perlu memberikan sedikit kenyamanan, sedikit kehangatan, dan kau langsung menyerah. Kau melahap makanan itu, meminum susu itu, seperti anjing kelaparan yang akhirnya menemukan tuannya."
"Aku tidak butuh budak yang kuat, atau yang cerdas. Yang aku butuhkan adalah sesuatu yang sudah hancur, sesuatu yang mudah dibentuk," lanjut John, senyum licik di bibirnya.
Ia melihat masa depan, sebuah boneka yang sempurna, yang akan melakukan apa pun untuk menjaga kenyamanan yang baru ia temukan.
"Kau pikir kau bisa bertahan, bukan? Kau pikir penderitaan membuatmu kuat? Salah. Penderitaan membuatmu rentan, Noir. Itu membuatmu menginginkan kenyamanan lebih dari apa pun. Dan aku akan memberimu semua kenyamanan yang kau butuhkan... selama kau menari sesuai dengan irama yang aku mainkan."
"Kau sekarang bukan lagi pejuang, bukan lagi korban. Kau adalah 'investasiku'," bisiknya.
"Dan aku akan memastikan investasiku ini akan kembali berkali-kali lipat." Ia menyesap tehnya, matanya berbinar penuh kepuasan. Ia telah menemukan mainan barunya, dan ia tidak sabar untuk memainkannya.