Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Bertemu Andi
Andi menoleh, dia sangat terkejut ketika melihat yang memeluk pundaknya adalah bosnya yang sudah setahun lebih hilang, dan sudah beberapa kali ia mencari, namun tanpa disangka hari ini bertemu tanpa perlu jauh mencarinya lagi.
"Bos," Andi langsung bangkit dari duduknya, dia memeluk Devan sembari menitikkan air matanya.
"Bos, aku pikir aku tidak akan pernah bertemu dengan mu lagi, aku sudah mencari mu kemana." Andi sangat senang, bahagia, dan juga terharu.
Perasaan haru itu tidak bisa Andi lupakan, sehingga dia memeluk Devan begitu erat, hingga membuat Devan susah bernafas.
"Sudah, jangan lebay, kayak cewek, aja Lo, cengeng." Devan mencoba melerai pelukan Andi karena dia hampir tidak bisa bernafas.
"Terserah bos mau ngomong apa, aku tidak peduli, aku sangat senang bos masih hidup." Devan melerai pelukannya.
"Ya, tapi gak usah meluk erat gitu, aku hampir mati karena tidak bisa bernafas, tau ?"
"Hehehe, maaf bos, sangking terharunya aku." Andi nyengir.
"Ayo bos, mau minum apa ?" tanya Andi senang dan bahagia, akhirnya bosnya itu kembali.
Andi tidak menyangka, ternyata bosnya masih hidup, ternyata benar firasatnya, kalau bosnya belum meninggal
"Tidak usah, aku hanya ingin bicara dengan mu, aku lagi terburu-buru," Devan tidak mau lama-lama karena Cindy dia tinggalkan disana.
"Andi, aku mau kamu menyiapkan sebuah rumah sederhana untukku, sekarang juga, dan simpan uang seratus juta disana, sebagai tabunganku, oh ya, mana uang yang tadi kamu janjikan ?" tanya Devan.
"Sabar bos, rileks, jangan terburu-buru," Andi sebenarnya masih sangat rindu pada bosnya itu.
"Tidak bisa, ada hal yang harus aku kerjakan. Oh ya, gimana kabar Mama dan Papa ?" tanya Devan.
Sebenarnya Devan juga sangat rindu sama Mama dan Papanya, tapi dia harus mengurus urusannya dengan Cindy dulu.
Setelah menikah Devan berencana akan pulang bertemu dengan kedua orang tuanya itu.
"Rumah untuk siapa, bukankah bos punya rumah besar, untuk apa rumah sederhana."
"Panjang ceritanya, sekarang tidak punya waktu menceritakannya, jangan bilang sama Mama dan Papa kalau kamu bertemu denganku." Ujar Devan.
"Tapi bos, Tuan sekarang sedang meminta kami mencari bos," Andi menceritakan semua termasuk keadaan Nyonya Raisa dan Tuan Bagas yang mencari Devan sudah beberapa kali.
Devan terdiam sesaat, dia memikirkan perasaan kedua orang tuanya, tapi dia tidak mau pulang kerumah sebelum menikah dengan Cindy.
Devan ingin secepatnya menikahi Cindy, karena berhutang Budi dan nyawa pada Cindy, selain itu dia berpikir, kalau dia sudah menikah, maka Mamanya tidak akan memaksa dirinya menikah dengan Jesica Putri Tante Maya.
"Kalau begitu, kasih tau Mama dan Papa, suruh hentikan pencarian, bilang sama mereka kalau aku sudah kembali." Ujar Devan.
"Tapi kenapa tidak mau menceritakan, bagaimana bos selamat dari kecelakaan itu, dan kenapa bos tidak mau pulang kerumah ?" tanya Andi lagi.
"Ceritanya panjang, dan tidak akan cukup waktu, intinya bilang aja sama mereka aku akan pulang setelah urusan ku selesai."
Tidak banyak berbicara lagi, Devan mengambil uang dari Andi, kemudian pergi.
Sedangkan Andi heran pada bosnya, namun dia tetap melakukan seperti permintaan bosnya.
Andi segera menelepon anak buahnya menyiapkan rumah dan uang seperti permintaan bosnya.
Sedangkan dirinya langsung pulang kerumah Tuan Bagas, untuk memberitahu Tuan Bagas kalau Devan sudah bertemu.
***
Pemakaman Nyonya Sera sudah selesai, dirumah tidak ada tahlilan atau pengajian sama sekali.
Brian lebih baik mengeluarkan uang untuk mabuk-mabukan dan berjudi, dari pada harus membayar orang tahlilan dan pengajian.
Olivia juga sama, dia lebih baik shopping, lebih baik dia memakai uang untuk membeli barang limited edisi dari pada memberi untuk pengajian almarhumah Mamanya.
"Wah lega rasanya, sekarang aku bebas, akulah Nyonya rumah sekarang." Ujar Olivia senang sembari merebahkan tubuhnya diatas sofa.
"Kamu memang pantas menjadi Nyonya rumah, selain cantik kamu juga sangat muda, aku semakin cinta sama kamu." Brian duduk juga duduk di sofa yang sama dengan Olivia.
Brian mengangkat kepala Olivia agar kepala Olivia tidur di pahanya, dia kan leluasa membelai surai lurus Olivia.
"Terimakasih Om, aku sangat beruntung, tapi Om harus janji tidak akan pernah meninggalkan ku, aku sudah merasa nyaman bersama Om." Ujar Olivia lagi.
"Itu pasti, mana mungkin Om meninggalkan gadis secantik kamu, tapi kamu jangan panggil aku Om lagi dong."
"Terus, aku panggil apa dong ?" tanya Olivia tidak tau harus memanggil Brian apa.
"Terserah kamu, yang pasti jangan Om." Jawab Brian.
"Gimana kalau aku panggil Om, mas saja ?" tanya Olivia, karena Olivia pikir itu akan lebih baik.
"Hemmm, boleh juga," jawab Brian mencium tangan Olivia mesra.
***
"Sayang, maaf lama," Ujar Devan ketika sudah kembali pada Cindy.
"Gak apa-apa, tidak lama kok, aku juga belum selesai minum, oh ya, mas mau minum ?" tanya Cindy karena Cindy pikir Devan bertemu dengan Andi bukan di cafe.
"Boleh, kebetulan aku lagi haus juga." Jawab Devan langsung duduk di sebelah Cindy.
Devan bertemu dengan Andi memang di cafe, tapi Devan tidak minum sama sekali, karena dia takut meninggalkan Cindy kelamaan.
"Kamu memesan minuman, memangnya kamu punya duit ?" tanya Devan heran karena Cindy sudah memesan minum, dan malah memesan untuk Devan lagi.
"Mas tenang aja, kalau untuk bayar minum, pasti adalah." Jawab Cindy santai.
"Katakan, darimana dapat uang, kamu tidak mencuri 'kan ?" tanya Devan menatap Cindy mengharap jawaban.
"Memang tampangku, mirip pencuri gitu ?" sekarang Cindy yang menatap Devan balik.
Devan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bertanya, eh malah Cindy yang balik bertanya padanya.
"Tentu tidak, wajah kamu seperti bidadari, membuat hatiku jantungku berdebar, aku sudah tidak sabar ingin menghalalkan dirimu." Jawab Devan, menggoda Cindy.
"Gak usah lebay, cepat minum, ingat hanya minum, aku gak sanggup bayar untuk makan, duitku cuma 50 ribu aja." Ujar Cindy.
"Gak apa-apa, tapi kamu dapat uang dari mana ?" Devan masih penasaran dari mana Cindy punya uang.
"Baiklah, aku jujur, tadi waktu kita ingin pergi, Buk Zahra memberiku uang, katanya untuk bayar angkot." Jujur Cindy.
"Oh, kenapa gak bilang dari tadi, kalau tau ada uang 'kan tidak perlu jalan kaki."
"Hehehe maaf,"
"Ya udah, gak apa-apa, kamu lapar gak, kalau lapar pesan aja makanan, sebentar lagi kita ke mall, kamu harus beli baju, setelah itu baru kita pulang." Ujar Devan.
Cindy mengernyit, sekarang giliran Cindy yang penasaran kenapa Devan menyuruhnya membeli baju, memangnya uang dari mana.
"Beli baju, uang dari mana ?"
Devan tersenyum, sepertinya Cindy tidak memperhatikan tas kecil ditangan Devan.
"Kok, bingung, apa kamu takut aku tidak bisa membayar baju kamu, ni lihat," Devan menepuk-nepuk tas kecil ditangannya.
Bersambung.
Semoga cindy cepat ketemu