"Bagaimana rasanya di cintai?"
Selama 19 tahun Arthea Edbert harus merasakan kepahitan hidup karena di benci oleh ayah dan ketiga kakak laki-lakinya. Tanggal lahirnya adalah peringatan duka bagi ayah dan ketiga kakaknya. Karena di hari lahirnya, sang ibunda juga menghembuskan nafas terakhirnya.
Arthea bagaikan burung dalam sangkar emas, dia tidak pernah diizinkan keluar dari kediaman Edbert. Tapi itu tidak membuatnya marah dan menerima apa yang ayahnya perintahkan. Dia menganggap, hal itu sebagai penebus kesalahan karena membuat ibunda meninggal karena melahirkannya.
Hingga puncaknya, Arthea lelah dengan semuanya. Malam dimana umurnya menginjak 19 tahun, dia mengajukan tiga permintaan. Namun, permintaan itu justru membawanya kembali ke usianya yang ke 5 tahun.
"Aku ... kembali jadi bayi?!"
Sampai Arthea tahu jika ayahnya bukan hanya membencinya tapi menginginkan kematiannya.
"Bial tetap belnapas, Thea halus kabul dali cini! Ini lahacia Thea!"
Tapi sikap Kendrick justru berubah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke kediaman Edbert
Arthea terjatuh lantaran tersandung kakinya sendiri. Membuat keningnya langsung menc1um aspal hingga mengakibatkan kepalanya terasa sakit. Rasanya, dia mau menangis saat ini. Sambil memegangi keningnya, Arthea mendudukan tubuhnya.
"Nona enggak papa?" Tanya pria itu dan gegas berjongkok di hadapan Arthea.
"Nda papa gimana? Om liat nda Thea tadi nyungcep? Kalau telbang ya nda papa, ini kan nyungcep. Laki-laki itu cangat melepotkan peltanyaannya!" Omel Arthea kesal, dia memilih memegangi keningnya yang terasa sakit.
"THEA!"
Arthea membulatkan matanya melihat keberadaan Kendrick yang menatap tajam padanya. Dengan tenaga yang tersisa, Arthea berusaha kembali berlari. Tapi sayangnya, langkah Kendrick lebih lebar dan berhasil menangkapnya. Karena itu, Arthea berteriak kencang dan memuukul-muukul bahu pria yang tengah menggendongnya saat ini.
"TULUNIN THEA! TULUNIN THEAAA! MONSTEL JELEK! TULUNIIIIN!" Teriak Arthea tepat di telinga Kendrick. Tapi, pria itu terlihat marah dan memasukkannya ke dalam mobil tanpa mendengarkan ocehannya. Tak peduli, semua orang yang menyaksikan hal itu menjadikannya sebuah tontonan.
"Thea mau tuluuuun! Tulunin Theaaa! Thea nda mau balik ke lumah kelamaat itu! Nda mauuuu!" Thea mengamuk, tapi Kendrick hanya duduk diam di sebelahnya sambil menatap lurus kedepan. Pria itu bahkan hanya mengenakan kemeja putih yang sudah berantakan, tanpa mengenakan jasnya lagi.
"Jalan." Titah Kendrick pada supirnya setelah Fabian menyusul masuk dan duduk di sebelah kemudi.
Pencarian usai, Kendrick telah menemukan Arthea. Walau, berakhir gadis kecil itu berteriak dalam mobil seperti kucing yang di masukkan ke dalam karung. Fabian sampe menutup telinganya karena tidak kuat mendengar teriakan nona mudanya. Tapi Kendrick, dia hanya diam memandang lurus kedepan seolah tengah menahan amarahnya.
Mungkin karen lelah, Arthea menghentikan ocehannya. Matanya menangkap sebuh tombol di pintu mobil. Kebetulan mobil berhenti saat lampu merah, dan di sisi kanan mobil ada motor yang berhenti. Gegas, Arthea memencet tombol itu tanpa tahu apa fungsinya.
"Eh?" Je dela mobil terbuka, ketiga pria di dalam mobil kaget, sama halnya dengan pemotor yang terkejut. Tapi, Thea langsung mengeluarkan kepalanya dan menarik jaket milik pemotor itu
"Toloooong! Toloooong Theaaa! Thea lagi di culik Monstel buluk lupaaa! Bawa Thea kabul dali ciniii!" Pinta Thea dengan mata membulat sempurna tepat di hadapan wajah pria itu.
Pria itu pun langusng menatap ke arah Kendrick yang menatapnya tajam, dan kembali menatap Arthea. Siapa yang percaya jika Kendrick menculik Arthea? Wajah keduanya bisa di bilang sangat mirip, apalagi mata Arthea yang berwarna hazel persis seperti milik Kendrick. Siapa yang akan percaya jika Kendrick menculiknya bukan?
Sayangnya, lalu kembali hijau. Mobil kembali melaju dan begitu pun dengan motor tersebut. Arthea kembali memasang raut wajah kecewa, di melirik pada Kendrick yang entah kapan sudah menatap tajam padanya. Karena takut, Arthea kembali duduk dan bertepatan dengan itu jendela kembali tertutup.
"Habislah sudah ... aku akan kembali ke tempat itu dan ... dia pasti akan meracuniku dengan cepat. Apa nantinya ada kesempatan hidup ketiga? Aku rubah rencana deh kalau ada." Arthea membatin ketakutan, dia sempat mencuri tatap pada Kendrick yang kini kembali menatap lurus kedepan.
.
.
.
Kendrick membawa Arthea kembali ke Paviliun, dia melewati ketiga putranya yang sudah menunggu kedatangannya. Tak peduli, pria itu tetap membawa gadis kecil yang berteriak kencang di gendongannya masuk ke dalam kamar dan menguncinya.
Kendrick kemudian mendudukkan Thea di tepi ranjang dengan kasar, dia lalu mencengkram kuat lengan putrinya yang terus berontak meminta di lepaskan.
"LEPACIN THEA! THEA NDA MAU JADI BULUNG LAGI DICINI! THEA NDA MAU DI KULUNG KAYAK BULUUUUNG! THEA NDA MA ...."
"DIAM! SUDAH CUKUP KAMU BICARA!" Sentak Kendrick dengan tatapan tajam. Dia begitu matah, emosinya sedang sulit dirinya kontrol.
Arthea yang di bentak seperti itu segera diam, tubuhnya bergetar ketakutan. Matanya menatap kedua mata sang ayah dengan mata berkaca-kaca. Karena untuk pertama kalinya, Kendrick membentaknya dengan nada tinggi. Di kehidupan sebelumnya, pria itu sama sekali jarang berbicara dengannya. Jangankan membentaknya, dia hanya diam saat Arthea marah di malam itu.
"Apa kamu tahu di luar sana sangat berbahaya?! Apa kamu tahu?! Jika ada yang berbuat jahat padamu bagaimana hah?!" Tanya Kendrick dengan nada yang sedikit tinggi.
Air mata Arthea luruh, "Ayah juga jahat cama Thea. Thea di kulung telus dicini, Thea nda boleh ketemu kakak. Thea nda bica makan enak, Thea nda bica main di lual. Ayah benci Thea, Kakak peltama dan kedua benci Thea. Nda ada yang cayang Thea, kenapa Thea di jemput pulang? Kalian Nda cayang Thea, buang aja Thea. Kenapa macih di bawa pulang juga hiks ...."
Pandangan Kendrick berubah, cengkramannya pada lengan Arthea melemah. Perlahan, pria itu menegakkan tubuhnya dan membuang pandangannya. Dia tidak mau melihat Arthea yang menangis saat ini. Tanpa mengatakan apapun lagi, Kendrick bergegas keluar dari kamar itu dan tak lupa menguncinya.
Lena dan Fabian berdiri di depan pintu bersama ketiga putra Kendrick. Melihat Kendrick keluar, Elfian berniat ingin masuk. Namun, sang ayah malah menghalanginya dan menyerahkan kunci itu pada Lena.
"Jangan biarkan dia sampai keluar lagi, jaga dia dua puluh empat jam."
"Baik Tuan." Sahut Lena dan gegas masuk ke dalam kamar nona kecilnya.
"Kamu Bian, tutup jendela yang biasa Arthea lalui. Jangan biarkan dia kembali kabur, anak itu tidak bisa di anggap remeh." Titah Kendrick pada sang asisten sebelum melangkah pergi.
Tapi baru saja dia langkah beberapa langkah, tiba-tiba suara Elfian membuat langkahnya terhenti.
"Siapa orang yang akan tahan jika di kurung dalam waktu yang lama?"
"Kamu tidak akan mengerti El." Lirih Kendrick.
"Apa yang tidak aku mengerti?! Beritahu aku! Apa yang tidak aku mengerti tentang keluarga aneh ini?! Apa Ayah membencinya karena Bunda meninggal setelah melahirkannya? Bukankah Bunda meminta Ayah untuk tidak membencinya setelah dia lahir? Kenapa Ayah justru menyiksanya!"
"Elfian!" Tegur Axton, dia menatap adiknya penuh peringatan. Sementara Kendrick, memilih melanjutkan langkahnya. Meninggalkan ketiga anaknya yang saling berdebat.