Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam pertama
Gerard marah, ketika Amira memperlihatkan dirinya yang kembali menjadi buah bibir di jagat sosial media. Mereka kini telah masuk ke dalam kamar, sebab acara telah usai dan para undangan juga telah bubar.
"Saya akan laporkan mereka semua." ucap Gerrard geram.
Amira berbunga-bunga dalam hatinya, lantaran merasa ada yang membela. Dan sosok itu kini telah menjadi suaminya secara resmi. Amira bisa petantang-petenteng meski seisi dunia menyerangnya.
"Udah pak, ngapain melaporkan mereka. Toh saya juga udah menang, udah jadi istri bapak dan saya bahagia." jawab Amira.
Gerrard memperhatikan istrinya itu lalu mendekat. Dirangkulnya pinggang Amira dan diciumnya kening perempuan tersebut dengan lembut.
"Saya sangat menyayangi kamu Amira." ujar Gerrard seraya terus menatap dalam ke mata sang istri.
Amira balas menatap mata suaminya itu, lalu mereka pun berciuman.
"Hmmmh, pak."
Amira mengeluarkan desah nakal yang mengundang. Gerrard pun lalu tersenyum penuh maksud, kemudian ia menyibak gaun pengantin Amira dan mendapatkan pangkal paha perempuan itu dengan tangannya.
Lalu, di dorongnya Amira ke dinding dan mereka kembali berciuman. Kali ini lebih panas dari yang sebelumnya.
"Kamu sudah empat bulan lebih kan?" bisik Gerrard nakal.
Amira tersenyum, lalu adegan panas itu pun terjadi lebih lanjut. Gerrard mulai melucuti apa yang menempel pada tubuh sang istri, dan mulai membuka resleting celananya sendiri.
Ia membiarkan Amira berimprovisasi di bagian tersebut, sambil menikmati sensasi yang ditimbulkan.
"Kangen." ujar Amira manja.
"Iya sayang, sama." jawab Gerrard.
Dalam sekejap keduanya pun larut dalam buaian kenikmatan. Lampu kamar yang temaram, menambah syahdu suasana.
Gerrard terlihat bergerak perlahan setelah beberapa saat, demi menjaga si jabang bayi yang ada di perut sang istri. Sementara Amira kadang ikut bergerak dengan ritme yang sama, kadang pula seperti orang yang kesetanan.
Jika sudah begitu, maka Gerrard akan mengingatkan perempuan tersebut, jika ia sedang mengandung saat ini.
"Kamu lagi hamil, sayang." bisiknya lembut.
Semua berjalan dengan penuh desah serta peluh yang membasahi. Sampai kemudian keduanya sama-sama mencapai puncak dan berteriak.
"Aaakkkhh."
"Hhhhh."
"Hhhhh."
"Hhhhh."
Nafas keduanya jelas nampak tersengal-sengal. Namun mereka juga terlihat sangat puas serta bahagia.
"Mau lagi?" tanya Gerrard pada istrinya itu.
Amira tersenyum dan menjawab.
"Nanti aja, haus soalnya."
Ia beranjak dan mengambil air dingin dari dalam lemari pendingin yang ada di sudut kamar.
"Mau?"
Ia lalu menawarkan pada Gerrard, ketika telah selesai.
"Boleh." jawab Gerrard.
Maka Amira pun mendekat dan memberikan air minum tersebut padanya. Gerrard mereguknya beberapa kali, sampai kemudian nafas pria itu kembali netral.
"Sini!" panggil pria itu, ketika Amira sudah meletakkan kembali air minum tersebut ke tempat semula.
Maka Amira mendekat, mereka kini berada dalam posisi setengah tidur, sambil ditutupi selimut.
"Udah, kamu nggak usah posting terus. Udah tau netizen begitu. Nanti kalau kamu stres, dan bayi kita kenapa-kenapa gimana?" tanya Gerrard.
"Yang penting support system nya bagus, sisanya saya nggak peduli." jawab Amira.
Support sistem yang dimaksud tentu saja adalah Gerrard sendiri dan keluarganya. Selama kedua pihak tersebut mendukung Amira secara penuh, maka Amira tak peduli pada gangguan apapun dari luar.
"Saya dan keluarga saya akan selalu mendukung kamu Amira. Cuma saya kasihan kalau kamu harus dibully oleh masyarakat luas. Perceraian aku sama Tiara, bukan salah kamu." ucap Gerrard.
"Kasihan calon bayi kita juga." lanjutnya kemudian.
"Percayalah saya nggak apa-apa, pak." jawab Amira.
"Yakin?" tanya Gerrard lagi.
Amira mengangguk.
"Kalau udah mumet banget, saya pasti menarik diri dari sosmed." jawab perempuan itu.
Gerrard agak ragu, namun kemudian ia mencium kening istrinya itu dan tak berbicara apa-apa lagi. Selang beberapa saat, keduanya terlihat mandi bersama. Lalu setelah selesai dan berpakaian, Amira kaget melihat tempat tidur yang sudah rapi kembali serta diganti seprainya.
"Loh, siapa yang beresin?" tanya perempuan itu heran.
"Jin penghuni sini." jawab Gerrard santai.
Amira sejenak terdiam, sebab ia terbilang cukup penakut untuk hal-hal seperti itu. Lalu Gerrard pun lalu tertawa.
"Disini ada beberapa pembantu yang shift malam, sayang." ujar pria itu.
Amira sedikit bernafas lega.
"Kirain." tukasnya kemudian.
"Kamu kira jin beneran yang merapihkan semua ini?" tanya Gerrard.
"Ya, iya." jawab Amira jujur.
Memang tadi ia mengira ucapan Gerrard itu memang benar adanya.
"Kalau gitu, enak dong. saya nggak perlu bayar pembantu." ujar Gerrard sambil tertawa.
Tak lama mereka pun pergi tidur. Sementara dunia Maya terus beraktivitas tiada henti. Akun mantan istri Gerrard kini dibanjiri dukungan serta doa.
***
"Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka?"
Selena bertanya pada Zanetta malam itu di sebuah ruangan. Keduanya baru saja melihat netizen yang menghujat Amira di sosial media.
Mereka marah dan tak terima, keluarga mereka ikut dihujat dan dia dianggap mendukung pelakor.
"Seperti biasa, mereka yang jahat, harus diberi pelajaran." jawab Zanetta.
Lalu kedua perempuan cantik berwajah tegas tersebut, terlihat menatap ke suatu arah sambil menghisap batang rokok.
Tampak jelas di kepala mereka tersimpan begitu banyak rencana, yang menuntut untuk segera di realisasikan.
Sementara ditempat lain, Sheva masih menerima wejangan dari ibu dan tantenya. Padahal jam sudah menunjukan pukul satu dini hari.
"Bisa nggak besok aja ma, tan." Sheva membela diri.
"Sheva ngantuk, pengen tidur." lanjutnya lagi.
"Lagian kamu ngapain tadi, pake acara ikut datang segala ke acara pernikahan teman kamu yang pelakor itu?" tanya ibunya dengan nada kesal, diikuti tatapan sinis sang Tante.
"Aduh mama, namanya juga temen. Masa iya diundang, nggak datang." jawab Sheva masih terus membela diri.
"Kan kamu bisa memilih mau datang atau nggak." tegas ibunya.
"Benar itu, emang kamu nya aja terlalu mendukung si pelakor." timpal sang tante tak kalah ketus.
Sheva benar-benar ingin keluar dari rumah yang saat ini ia tempati. Meskipun itu adalah rumah orang tuanya sendiri. Ia ingin ngekos dan mencari ketenangan.
"Duh, bisa nggak sih kalian, jangan menghakimi orang di jam sekarang. Sheva tuh ngantuk." jawab Sheva.
Tak lama ia pun memberanikan diri untuk mengambil langkah. Ia pergi ke kamar dan menutup pintu. Sementara ibu dan tante nya kini bergunjing.
"Kayaknya harus dibawa ke orang pinter deh, mbak. Biar dia itu nggak berteman lagi sama si Amira." ucap tantenya kemudian.
"Iya, mbak pikir juga begitu. Capek ngomongin Sheva baik-baik, kupingnya kayak kerasukan setan budeg."
Tak lama terdengar suara gorden yang bergeser dengan sendirinya.
"Rin, kamu ngeliat dan dengar kan?" tanya ibu Sheva sambil bergidik ngeri.
"I, iya mbak." jawab sang adik dengan ekspresi yang tak kalah takut.
"Aaaaaa."
Mereka kemudian berlari dan masuk ke kamar masing-masing.
***