Agam menyusup ke dalam organisasi rahasia bernama Oscuro. Sebuah organisasi yang banyak menyimpan rahasia negara-negara dan juga memiliki bisnis perdagangan senjata.
Pria itu harus berpacu dengan waktu untuk menemukan senjata pemusnah masal yang membahayakan dunia. Apalagi salah satu target penyerangan adalah negaranya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Agents
Tak ada pilihan, Agam memilih tetap bertahan di dalam kamar. Dia mengambil pistol dari belakang pinggangnya. Jika sekarang penyamarannya terbongkar, Agam tak punya pilihan selain menyerang untuk bertahan hidup. Matanya menatap lekat pada pintu di depannya. Siap memberondong siapa pun yang masuk dengan pelurunya.
Sementara itu, Ortega bersama yang lain semakin mendekati kamar. Pria itu sempat mengecek cctv, namun tidak melihat siapa pun. Dia yakin kalau ada yang meretas keamanan di sini. Sepulangnya Immanuelle, pria itu akan langsung menegurnya.
Di dalam kamar, Agam masih bersiaga di tempatnya. Dia sudah siap dengan kemungkinan terburuk yang akan dialami. Pria itu yakin kalau Ortega tidak akan datang sendirian ke kamarnya. Sudah pasti ada beberapa personil Oscuro yang akan ikut menyergap. Agam juga tahu kalau nyawanya terancam saat ini.
Di tengah ketegangan yang dirasakan Agam, tiba-tiba saja dari arah belakang, dia mendengar sesuatu. Ketika dia menoleh, dilihatnya dinding yang ada di belakangnya terbuka. Ternyata Ortega menggunakan dinding dari gypsum. Perlahan pintu bergeser dan terbuka sempurna. Agam melihat sebuah jalan dibalik dinding tersebut.
Tanpa banyak berpikir, Agam segera melewati pintu tersebut. Setelah Agam berhasil melewatinya, dinding kembali tertutup. Untuk sesaat pria itu masih bergeming di tempatnya sampai akhirnya dia mendengar sebuah suara melalui earphone yang dikenakannya.
"Terus maju kalau kamu tidak mau tertangkap Ortega."
"Penti?"
"Miss me Bob?"
Terdengar kekehan Febri. Setelah tahu kalau sang sahabat yang sudah membantunya, Agam segera menyusuri jalan yang ada di depannya.
"Terus maju ke depan sampai lima puluh meter. Kamu akan menemukan dinding lain yang menuju jalan keluar ke Abu Hamad."
"Apa kamu diminta membantu ku?"
"Yap, mulai hari ini aku yang akan membantu dan memandu mu. Tugas Pak Armin ku ambil alih sekarang."
"Jadi orang yang dikirimkan Kolonel adalah kamu."
"Yes, andai kamu mau lebih bersabar, Ortega tidak akan tahu kalau kamu menyusup ke kamarnya. Dasar tidak sabaran."
"Ck.. kamu yang terlalu lama."
"Aku baru tiba di Abu Hamad tadi pagi. Aku harus menyiapkan semuanya dulu."
Agam berhenti sesuai petunjuk Febri. Dinding di sebelah kanannya terbuka, dengan cepat Agam masuk. Sekarang dia sudah berada di jalan keluar menuju Abu Hamad.
Ortega yang tidak menemukan siapa pun di kamarnya tidak mau menyerah. Dia membuka dinding di kamarnya dan memasuki jalan yang tadi dilewati Agam. Pria itu yakin kalau sang penyusup berhasil menemukan jalan keluar dari kamarnya.
Dengan langkah panjang Agam berjalan kembali ke markas. Jangan sampai Ortega berhasil menyusulnya. Sia-sia saja upaya Febri menyelamatkannya.
Kepalanya menoleh ketika mendengar suara seperti dinding yang bergeser. Sepertinya Ortega sudah menyusulnya sampai ke sini. Agam mempercepat langkahnya. Namun tiba-tiba sebuah tangan menariknya. Pria itu sekarang berada di sebuah celah sempit.
Mata Agam membulat melihat Ilsa yang sudah menariknya. Tangan wanita itu menutup mulut Agam. Keduanya berdiri di antara dinding yang sempit sambil menahan nafas. Terdengar suara derap langkah kaki melewati celah sempit itu.
Setelah suara derap langkah tak terdengar lagi, pelan-pelan Ilsa melongokkan kepalanya. Dengan isyarat jarinya dia meminta Agam mengikutinya. Mereka berjalan menuju pintu keluar Abu Hamad, kemudian berbelok ke celah kecil yang ada di sebelah kanan. Di dalam celah kecil itu ada jalan rahasia lain.
Agam terus mengikuti langkah Ilsa menyusuri jalan sempit itu hingga akhirnya mereka sampai di markas. Mereka sampai ke sebuah ruangan yang terletak di dekat tempat latihan tentara Oscuro. Ketika Ilsa membuka pintu, Max dan Fahad yang ada di dalam terkejut. Yang membuat keduanya terkejut karena Ilsa tidak datang sendiri, melainkan bersama Agam.
"Tenanglah, dia di pihak kita," terang Ilsa saat menyadari arah pandang Max dan Fahad.
"Kalian.."
"Sama seperti mu. Kami dikirim negara masing-masing untuk menyusup ke Oscuro," potong Ilsa.
Kepala Agam mengangguk tanda mengerti. Dia memang sudah memprediksi kalau ada agen lain yang menyusup ke Oscuro. Baru Ilsa yang diketahui olehnya. Sementara Max dan Fahad tidak ada dalam pikirannya sama sekali.
"Sejak kapan kamu mengetahui kalau aku adalah agen?" tanya Agam.
"Sepulang dari Manchester. Aku menelusuri orang yang membawa senjata. Aku tahu kalau orang itu masih agen kami. Dia mengatakan kalau hanya pengalih perhatian. Aku mulai menyelidiki dan akhirnya penyelidikan ku berakhir pada mu. Ketika kita menghadapi teroris di Abu Hamad, aku semakin yakin kalau kamu adalah agen yang menyusup. Taktik dan strategi yang kamu gunakan tidak biasa."
"Analisa mu tepat."
"Tentu saja. Aku adalah agen analisis intelijen."
"Max.. kamu.."
"Aku dari BND, Jerman. Fahad dari Keamanan Negara Qatar."
"Well senang mengenal kalian."
"Apa yang kamu dapat dari kamar Ortega?"
"Belum sempat, alarm langsung berbunyi ketika aku hendak membuka berkasnya."
"Tidak perlu khawatirkan berkasnya. Aku sudah mendapatkannya."
"Benarkah?"
"Hem.. tapi kita punya masalah yang lebih besar."
"Masalah apa?"
Fahad mengambil laptop di depannya. Pria itu kemudian membuka sebuah link. Link tersebut terhubung pad sebuah situs yang menampilkan banyak persenjataan."
"Ortega sedang menjalin kerjasama dengan Raphael. Dia akan menjadi penghubung dalam penjualan senjata berteknologi tinggi. Rencananya senjata ini akan dijual ke beberapa negara," terang Fahad.
"Apa dia mencoba memicu perang dunia ketiga?" Agam nampak terkejut.
"Ortega tidak peduli akan hal itu. Yang dia pedulikan hanya keuntungan saja."
"Minggu ini dia akan bertransaksi dengan dua pembeli. Satu pembeli dari Amerika, satu dari China."
"Senjata apa yang dia jual?"
Untuk menjawab pertanyaan Agam, Fahad memutar sebuah rekaman video yang berisikan demo penggunaan senjata yang hendak dijual.
Senjata yang pertama adalah peluncur roket. Di roket tersebut sudah terpasang chip. Chip tersebut terhubung pada komputer, laptop atau gadget. Jadi penembak bisa memilih target apa saja melalui media elektronik. Hebatnya tembakan roket tidak akan pernah meleset. Jika objek yang ditembaknya adalah benda bergerak, roket akan terus mengejar dan 99% tidak akan meleset dari target.
Sementara senjata kedua adalah senjata yang mengandalkan kekuatan gelombang elektromagnetik. Alat ini bisa digunakan untuk menjatuhkan pesawat atau helikopter. Gelombang elektromagnetik akan mengganggu sistem pesawat dan membuatnya jatuh dengan mudahnya.
Agam mengusap wajahnya kasar. Jika kedua senjata ini dilepas di pasaran dan dibeli oleh negara berkonflik, sudah pasti perang dunia ketiga akan terjadi.
"Selain ini, Ortega juga masih memiliki satu sumber senjata lagi. Bahkan lebih dahsyat. Dia sudah menemukan pembuat senjata bioteknologi. Kabarnya satu tembakan saja bisa memusnahkan satu kota. Ortega ikut mendanai senjata bioteknologi tersebut. Ini akan menjadi master piece untuknya."
"Aku mendengar Ortega mempercayakan seorang personil Oscuro untuk mengawasi pembuatan senjata itu. Tapi aku belum tahu siapa orangnya," jelas Ilsa.
"Yang pasti dia tidak berada di sini," lanjut Max.
"Kita punya dua masalah besar. Kita selesaikan satu per satu lebih dulu. Kita harus menggagalkan transaksi yang akan terjadi Minggu depan."
"Aku sudah menghubungi atasan ku. Dia akan membuat kekacauan di salah satu wilayah kerja Oscuro. Aku akan mengajukan diri untuk menumpas mereka. Aku akan mengajukan nama kalian semua untuk ikut bersama ku," ujar Max.
"Aku tidak yakin Ortega akan memilih mu. Saat ini aku justru melihat Agam yang memiliki peluang lebih besar," terang Fahad.
"Benarkah?" Agam nampak terkejut.
"Apa kamu tidak menyadari kalau akhir-akhir ini Ortega lebih sering mendengar pendapat mu?"
"Tidak."
Hanya senyuman saja yang diberikan Fahad. Pria itu memang terlihat diam dan cuek dengan lingkungan sekitar, namun sebenarnya dia yang paling teliti di antara Ilsa dan Max.
"Kita sebaiknya segera keluar. Ortega pasti masih mencari siapa penyusup yang masuk ke kamarnya."
Keempatnya segera mengakhiri diskusi mereka. Pelan-pelan Ilsa membuka pintu. Dia melihat keadaan sekitar, baru kemudian keluar. Mereka menuju tempat yang dijadikan tempat olahraga sekaligus tempat hiburan para personil Oscuro.
Lima menit kemudian Ortega sampai di sana. Ketika tiba, pria itu melihat Agam, Ilsa, Max dan Fahad sedang bermain bilyard.
"Sejak kapan kalian di sini?" tanya Ortega.
"Sekitar satu jam yang lalu. Ada apa?"
"Apa kalian melihat ada yang melintas ke sini?"
"Tidak ada."
"Memangnya ada apa?" tanya Agam sambil menyodok bola bilyard.
"Ada yang menyusup ke kamar ku."
"Kamu hanya tinggal melihat rekaman cctv."
"Keamanan di sini sudah diretas, brengsek!"
Wajah Ortega nampak gusar. Dia benar-benar kesal dengan kejadian yang barusan terjadi.
"Hubungi saja Nuelle untuk segera kembali. Siapa tahu dia bisa memulihkan rekaman cctv."
"Ya kamu benar."
Sambil keluar dari ruangan tersebut, Ortega segera menghubungi Immanuelle. Pria itu menuruti apa yang dikatakan Agam.
"Benarkan yang ku bilang?" Fahad melihat pada Agam sambil tersenyum. Agam hanya mengangkat bahunya saja.
***
Setengah jam kemudian Immanuelle kembali bersama Ayumi. Pria itu tidak bisa berlama-lama menikmati keindahan pantai karena tiba-tiba saja Ortega memintanya pulang. Dia sedikit kesal karena Ortega sudah mengganggu acara kencannya.
Sekembalinya ke Oscuro, Immanuelle langsung menuju ruangan Ortega. Baru saja dia membuka pintu, tiba-tiba sebuah barang mengarah padanya. Untung saja Immanuelle sempat menghindar. Barang yang dilempar Ortega membentur dinding kemudian jatuh dan hancur berantakan.
"Ada apa dengan mu?" gusar Immanuelle.
"Sistem keamanan kita sudah dihack. Apa kamu tahu itu?"
***
Siapa yang kangen Penti?🙋🏻♀️
Kaya’y c dela ga bakaln mau nerusin deh tapi dia bingung jg apa alasan’y ya 🤔