NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:428
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32: Rindu Tapi Gengsi

   Klik.

   Gagang pintu diputar. Daun pintu dibuka perlahan.

   Dan di ambang pintu, berdiri seseorang yang sudah sangat ia kenal—dengan hoodie longgar dan ekspresi lelah yang tak kalah dari dirinya.

   Tiny. Istrinya.

   Xion menyeringit pelan, memiringkan kepala ke arah pintu. “Katanya mau tidur bareng Diva?” tanyanya heran, nada suaranya datar tapi sedikit menggodanya.

   Tiny mencibir kecil, lalu masuk ke kamar dengan langkah sedikit kesal. “Iya, tadi rencananya gitu. Tapi Mama tadi tiba-tiba masuk ke kamar Diva. Gak tau kenapa, mendadak banget,” jelasnya sambil menutup pintu.

   “Nggak mungkin aku tidur di sana. Bisa-bisa Mama curiga. Mau jawab apa coba?”

   Nada suaranya agak naik, cepat, dan… cerewet.

   Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu—kejadian yang mereka sama-sama hindari untuk dibicarakan—akhirnya Tiny bicara ke Xion dengan nada yang tidak ditahan-tahan lagi.

   Xion menatapnya sebentar. Suara cempreng khas Tiny yang biasanya membuatnya geleng-geleng kepala, kini terasa… hidup. Akrab.

   Ia mendengar suara itu memenuhi ruangan, membanjiri udara yang biasanya sunyi. Tanpa sadar, bibirnya melengkung kecil. Senyum yang tak diminta.

   Tiny mendadak berhenti bicara. Matanya menyipit curiga. “Kamu kenapa senyum?”

   Xion cepat-cepat menggeleng, mengatur ekspresinya. “Eh… nggak ada. Nggak apa-apa,” jawabnya ringan.

   Ia lalu menepuk kasur di sebelahnya. “Yaudah, tidur sini aja.”

   Tiny menatap tepukan tangan Xion di atas kasur. Diam sebentar, seolah sedang menimbang sesuatu di kepalanya.

    Lalu—tanpa komentar tambahan—ia pun melangkah pelan ke sisi kasur dan merebahkan diri. Punggungnya menghadap Xion. Gerakannya pelan, tidak tergesa, tapi juga tidak sepenuhnya rileks.

   “Aku tidur di sini sebentar aja,” ucapnya datar, menarik selimut tipis sampai ke dada. “Nanti aku balik lagi ke kamar Diva.”

   Xion mengangguk tanpa melihat ke arahnya. “Iya,” jawabnya singkat, lalu ikut merebahkan diri di sisi lain.

   “Kalau aku ketiduran, bangunin ya,” ucap Tiny tanpa menoleh, suaranya mulai terdengar mengantuk.

   Xion menoleh sedikit ke arahnya. “Kalau aku juga ketiduran?”

   Tiny langsung menoleh, meski hanya sebentar, lalu kembali memunggungi. “Kok malah diperibet sih?”

   Xion mengangkat satu alis. “Ya… kalau aku ketiduran, otomatis aku nggak bisa bangunin kamu.”

   Tiny mendecak pelan. “Yaudah. Aku nggak tidur.”

   Xion hanya mengangkat bahu pelan. Tak jelas memang, perempuan ini—barusan bilang tidur sebentar, lalu bilang tak tidur. Tapi ya sudah, ia tak berniat memperpanjang.

   Beberapa menit berlalu.

   Suasana kamar benar-benar tenang. Hanya ada suara jarum jam yang berdetak pelan, dan desah napas dua orang yang berusaha tidur—atau pura-pura tidur.

   Tapi tak lama. Benar saja. Tiny sudah tertidur.

   Awalnya hanya diam, lalu tubuhnya mulai tenggelam dalam posisi yang lebih santai. Nafasnya panjang dan teratur, dadanya naik turun perlahan. Bahkan bahunya sedikit bergerak setiap kali ia menarik napas dalam-dalam—tanda bahwa ia sudah benar-benar pulas.

   Xion menoleh pelan ke arah punggung istrinya. Ia sendiri belum tidur. Matanya terbuka, menatap langit-langit gelap yang tak menunjukkan apa-apa.

   Beberapa detik kemudian, ia membisik pelan, “Tiny… katanya mau tidur di kamar Diva.”

   Tak ada respons. Xion mencondongkan tubuh sedikit, menyentuh pelan bahu Tiny. “Tiny…”

   Tiny menggeliat kecil, lalu bergumam samar, nyaris tak terdengar, “Nanti…”

   Nada suaranya malas. Tak sadar sepenuhnya. Masih terjebak antara mimpi dan dunia nyata.

   Xion menghela napas kecil. Ia tahu betul nada itu—jawaban khas orang ngantuk yang tak akan bangun, seberapa pun dibangunkan.

   Xion kembali menatapnya. Ia tahu Tiny sudah sangat pulas, tapi rasa tanggung jawab aneh tetap muncul—semacam kekhawatiran kalau besok pagi Tiny marah hanya karena ia membiarkannya tertidur terlalu lama.

   Sekali lagi, ia menyentuh bahu itu. Kali ini sedikit lebih tegas. “Tiny? Katanya Cuma tidur sebentar. Nanti aku yang salah karena nggak bangunin kamu.”

   Tiny bergumam tak jelas. Suara malas dari tenggorokan. Lalu… perlahan, ia menoleh. Matanya masih setengah terbuka, sorotnya kabur.

   “Ganggu banget,” gumamnya pelan, suara setengah sadar.

   Tapi yang mengejutkan Xion bukan kata-kata itu. Melainkan gerakannya setelah itu.

   Dengan mata masih berat dan ekspresi kosong khas orang setengah mimpi, Tiny perlahan menggulingkan tubuhnya… Menghadap ke arah Xion.

   Tak hanya itu. Tanpa sadar—atau mungkin setengah sadar—ia menyelip pelan ke arah dada Xion, mencari ruang di antara lengan dan tubuh suaminya. Kepalanya bersandar ringan di bahu Xion, dan tangannya menyelinap pelan ke sisi tubuh lelaki itu…

   Tepat di bawah lengan Xion. Masuk, pas, seolah tempat itu memang untuknya.

   Xion menegang. Tak bergerak. Matanya membulat sedikit, kaget oleh kedekatan yang tiba-tiba.

   Ia bisa mencium wangi khas Tiny dari jarak nyaris nol. Aroma sabun, sedikit bedak, dan… dirinya sendiri. Karena hoodie yang Tiny kenakan itu, sebenarnya miliknya.

   Entah kenapa, meski Tiny punya banyak baju, ia tetap memilih mengenakan hoodie milik Xion malam ini. Padahal ada jaket favoritnya, baju yang biasa ia pakai tidur, bahkan cardigan tipis yang baru dicuci kemarin. Tapi tidak—yang ia kenakan malah hoodie putih, sedikit kebesaran, dan jelas-jelas milik suaminya.

    Xion sempat menatap kain itu tadi. Ia kenal benar baunya. Dan diam-diam ia menebak… mungkin Tiny rindu. Tapi gengsi. Atau mungkin, tubuhnya sedang mencari kenyamanan dari hal-hal yang terasa akrab. Bahkan saat pikirannya sendiri belum mau jujur.

   Tiny menggeliat kecil. Kepalanya mengusap pelan dada Xion, lalu tangan mungilnya bergerak menempel di perut sendiri.

   Gerakannya lambat, tapi jelas. Lalu terdengar gumaman pelan. Hampir seperti bisikan. “Mual…”

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!