NovelToon NovelToon
Dinikahi Suami Kembaranku

Dinikahi Suami Kembaranku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Selingkuh / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:17.4k
Nilai: 5
Nama Author: Misstie

Syima dan Syama adalah kembar identik dengan kepribadian yang bertolak belakang. Syama feminim, sementara Syima dikenal sebagai gadis tomboy yang suka melanggar aturan dan kurang berprestasi akademik.

Hari pernikahan berubah menjadi mimpi buruk, saat Syama tiba-tiba menghilang, meninggalkan surat permintaan maaf. Resepsi mewah yang sudah dipersiapkan dan mengundang pejabat negara termasuk presiden, membuat keluarga kedua belah pihak panik. Demi menjaga nama baik, orang tua memutuskan Devanka menikahi Syima sebagai penggantinya.

Syima yang awalnya menolak akhirnya luluh melihat karena kasihan pada kedua orang tuanya. Pernikahan pun dilaksanakan, Devan dan Syima menjalani pernikahan yang sebenarnya.

Namun tiba-tiba Syama kembali dengan membawa sebuah alasan kenapa dia pergi dan kini Syama meminta Devanka kembali padanya.

Apa yang dilakukan Syima dalam mempertahankan rumah tangganya? Atau ia akan kembali mengalah pada kembarannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misstie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bicara dari hati ke hati

Setelah negosiasi "Perjanjian pernikahan" mereka selesai, dua hari berikutnya disibukan dengan persiapan kepindahan Syima. Devanka memang tidak banyak bicara, tapi dia efisien dalam bertindak. Di kamar utama sudah ditambahi satu kasur single di sudut ruang, rak buku, dan meja belajar yang pas untuk aktivitas kuliahnya.

Syima sendiri tidak memiliki banyak barang. Satu koper besar berisi pakaian, tas ransel berisi buku-buku kuliah, dan satu kardus berisi barang-barang pribadi, sebagian besar adalah novel-novel bekas dan koleksi mug lucu yang dia beli impulsif.

"Cuma itu?" tanya Devanka, alisnya naik tipis ketika melihat bawaan Syima bisa dihitung jari.

"Iya. Saya kan orangnya simpel, Pak," jawab Syima santai, berjalan di belakang Devanka yang menyeret kopernya masuk.

"Aku, Syima. Bukan ‘saya’. Biasain kalau di rumah jangan pakai formal," tegur Devanka tanpa menoleh.

“Aku… ya ampun, susah banget merubah kebiasaan. Eh, Mas. Nah, bener kan? Mulutku selalu refleks nyebut Bapak Dosen.”

Devanka menghela napas pasrah.

Rumah Devanka ternyata jauh lebih besar dan rapi dari bayangan Syima. Nuansa modern minimalis dengan dominasi warna putih dan abu-abu. Semua tertata dengan sangat teratur, bertolak belakang dengan kepribadian Syima yang berantakan. Begitu memasuki rumah, satu hal yang disadarinya, furniture yang dipakai disana jelas selera kembarannya, Syama.

"Wah, bersih banget. Aku jadi takut nyenggol meja langsung ambruk," gumam Syima sambil menatap ruang tamu berkilau.

"Yang bersihin ini semua Bi Yanti," sahut Devanka sambil membawa kardus Syima. "Ayo ke dapur, kita ketemu Bi Yanti dulu."

Mereka menuju dapur, dan Syima disambut oleh seorang perempuan paruh baya dengan senyum hangat.

"Bi, ini Syima. Istri saya," kata Devanka singkat.

"Cantik sekali. Saya Bi Yanti, Non," sambut Bi Yanti ramah. "Selamat datang di rumah ini, Non."

"Makasih, Bi. Saya Syima. Mohon bantuannya ya," balas Syima sopan, meski dalam hati sedikit gugup. Dia tidak terbiasa dengan situasi formal seperti ini.

"Bi Yanti sudah saya beritahu soal kebiasaan kamu. Jadi kalau kamu butuh apa-apa, langsung bilang aja," ujar Devanka.

"Kebiasaan saya?" Syima menatap Devanka bingung.

"Gak suka makan sayur, suka nyemil malam, suka makan mie instan—"

"Eh wait wait!" Syima langsung menyela, wajahnya merah.

"Kok Mas tau semua?"Devanka tersenyum tipis.

"Observasi."

"Observasi apaan? Stalking namanya itu!"

"Gak papa Non, saya udah biasa ngurus rumah. Nanti kalau Non lapar tinggal bilang, Bi Yanti buatin," sahut Bi Yanti dengan senyum ibu-ibu.

Perkenalan berakhir, Devanka mengajak Syima tour keliling rumah. Ruang tamu yang luas, ruang makan yang jarang dipakai karena Devanka biasa makan di meja kecil dekat dapur, ruang kerja yang memang penuh dengan buku dan berkas, serta kamar mandi yang ada dua. Satu di kamar utama, satu lagi di dekat ruang tamu.

"Yang ini kamar kita," kata Devanka sambil membuka pintu kamar utama.

Syima masuk dengan hati-hati, seperti masuk wilayah asing. Kamar yang didominasi warna putih dan coklat muda, dengan kasur king size di tengah dan kasur single di pojok yang sudah disiapkan untuknya.

"Kasur yang kecil itu punyaku?" tanya Syima.

"Bukan. Itu tempat tidurku. Kamu di kasur besar. Rak sebelah kiri sama meja dekat jendela bisa kamu pakai."

Syima mengangguk, meletakkan ranselnya. Ruangan itu terasa asing, terlalu rapi untuk seleranya.

"Oh ya, ada satu lagi," kata Devanka sambil mengeluarkan sesuatu dari laci. "Ini kunci rumah. Kamu bisa keluar masuk sesukamu."

Syima menerima kunci itu dengan perasaan campur aduk. Simbolis sekali dia sekarang benar-benar bagian dari rumah ini.

"Thanks... Mas," ucapnya, masih canggung dengan panggilan baru itu.

Malam pertama, Syima gelisah. Kasur king size empuk, kamar ber-AC, suasana sunyi. Justru sepinya yang bikin susah tidur. Devanka masih sibuk di ruang kerja. Jam digital menunjuk 11:30.

"Gak biasa sepi," gumamnya. Diambilnya ponsel, berniat scrolling sampai ngantuk. Tapi makin lama malah bosan.

"Kenapa belum tidur?" Devanka melangkah mendekati Syima. Duduk di sisi ranjang Syima.

"Masih belum biasa," jawab Syima bangkit menyandarkan tubuhnya di ranjang.

"Belum biasa," Syima mengangkat bahu, lalu menyandarkan tubuh.

"Mau makan mie? Aku bikinin?"

Mata Syima langsung berbinar. "Gas. Let’s go."

***

Devanka akhirnya menyeret langkah ke dapur, membuka lemari dapur, mengambil dua bungkus mie instan, dan meletakkannya di meja. Dia pun terlihat cekatan, memasak mie instan dengan tambahan telur dan sayuran. Syima duduk di kursi, dagu bertumpu di meja, memperhatikannya seperti anak kecil nonton sulap.

"Rumah ini seleranya Syama ya?" Syima membuka obrolan.

Devanka berhenti sebentar, lalu mengangguk. "Iya. Dia yang pilih."

"Oh…" Syima menatap sekeliling.

"Pantesan berasa banget aku kayak numpang di rumah orang," gumamnya pelan, tapi cukup terdengar Devanka.

Tangan Devanka sempat berhenti sejenak di atas kompor. Api biru memantul di matanya, tapi dia cepat menguasai ekspresinya.

Dia menoleh sebentar. “Sekarang rumah ini, rumah kamu. Rumah kita. Kalau ada letak, atau furnitur yang mau kamu ganti, ganti aja gak apa-apa. Yang penting kamu nyaman disini.

Syima tersenyum miring. "Gak usahlah, Mas. Santai," jawab Syima tidak enak.

"Kupingnya beneran sensitif banget, aku ngomong pelan aja kedengaran," gerurunya dalam hati.

Syima menatapnya penuh rasa ingin tahu, tapi memilih menahan komentar. Dia beralih topik dengan cengiran nakal.

"Eh Mas… yang kata temen Mas pas nikahan itu. Katanya Mas sama Syama udah… you know, tidur bareng ya waktu di Lembang." Syima menggoyang-goyangkan alisnya penuh arti.

Sendok di tangan Devanka terhenti sejenak. "Kami memang tidur satu kamar,. Tapi tidak seperti yang kamu pikirkan."

Syima mendecak, lalu menyorongkan tubuhnya ke depan, menatap penuh curiga. "Nggak percaya. Apalagi aku pernah pergoki kalian lagi sun-sunan di mobil." Dia mengangkat alis nakal. "Mencurigakan. Masa sekamar gak ngapa-ngapain."

Devanka menutup kompor, menuang mie ke dalam dua mangkuk. "Percaya atau tidak, itu pilihanmu. Faktanya, tidak pernah terjadi apa-apa."

"Aku percaya aja deh." Syima menyambar sumpit begitu mie matang. "Makasih. By the way... mie buatan Mas enak banget sumpah. Cocok nih kalau pesiun jadi dosen, bisa buka warung indomie kekinian."

Syima menyuap mie, seraya sesekali memperhatikan wajah Devanka yang tetap datar tapi matanya menyimpan sesuatu. Ada bayangan luka yang tidak diucapkan.

Malam itu, mereka berdua makan mie instan di meja dapur. Syima cerewet dengan komentar receh, Devanka diam-diam menikmati kehadirannya. Ruang kosong yang ditinggalkan Syama, tidak terasa sesepi biasanya.

Setelah menghabiskan mie tengah malam, keduanya kembali ke kamar. Syima langsung merebahkan diri di kasur besar sambil memeluk bantal, sementara Devanka duduk di tepi kasur kecil sambil membuka laptop.

"Mas masih mau kerja?" tanya Syima sambil berbaring miring menghadap Devanka.

"Sebentar. Ada paper yang harus direview," jawab Devanka tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

"Jam berapa biasanya tidur?"

"Tergantung. Kalau lagi banyak kerjaan, biasanya agak subuh."

Syima terdiam sejenak, matanya mengamati profil wajah Devanka yang tersorot cahaya laptop. Ada yang berbeda dari Devanka malam ini, lebih rileks.

"Mas," panggil Syima pelan.

"Hmm?"

"Aku boleh nanya yang agak personal lagi gak?"

Devanka berhenti mengetik, menoleh ke arah Syima.

"Boleh," jawab Devanka tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.

"Waktu Syama pergi... Apa yang Mas rasain?"

Pertanyaan itu membuat Devanka terdiam cukup lama. Jari-jarinya berhenti di atas keyboard, matanya menatap kosong ke layar laptop."Kenapa?"

"Penasaran aja. Jujur aja aku ngerasa marah sama kesal sama Syama."

Devanka menoleh menatap Syima, lalu bersandar ke dinding. "Awalnya marah. Sangat marah," jawabnya tenang.

Syima menunggu sambil memeluk bantalnya lebih erat.

"Sedih juga. Merasa dikhianati."

"Kalau sekarang, perasaannya gimana?"

"Sekarang..." Devanka terdiam, menatap langit-langit. "Pasrah. Udah capek marah, capek sedih, capek juga mikirin alasan dia pergi."

Syima merasakan dadanya sesak mendengar jawaban jujur itu. "Maaf ya, Mas. Atas nama keluarga, aku minta maaf."

"Kamu gak perlu minta maaf. Ini bukan salah kamu. Itu keputusan yang dibuat Syama sendiri. Mungkin ini juga jalan dari Tuhan."

Devanka kembali menekuni laptopnya, tapi kali ini fokusnya buyar. Sesekali matanya melirik ke arah Syima yang mulai terkantuk. Wajah itu tenang, damai, tanpa ekspresi tengil khasnya. Sekitar pukul satu dini hari, Devanka akhirnya menutup laptop dan bersiap tidur.

Syima sudah lebih dulu terlelap, memeluk bantal dengan rambut tergerai menutupi sebagian wajah. Devanka sempat terdiam, memperhatikan. Wajah itu memang mirip Syama, tapi aura yang dipancarkan berbeda sama sekali. Ada sesuatu yang lebih riuh, lebih hidup.

"Kalau kamu nggak ada di sini, mungkin sekarang aku udah gila nyari Syama."

Kalimat itu hanya bergaung di dalam kepalanya, tak berani lolos jadi suara. Diraihnya ponsel, menyalakan layar. Puluhan pesan untuk Syama masih ada di sana, menumpuk tanpa balasan. Bahkan tadi pagi, sebelum menjemput Syima, dia masih sempat mengirimkan satu lagi.

Devanka menghela napas. Dimatikan ponselnya, tidak mau larut dalam kegelisahan yang sama. Lampu utama kamar dipadamkan, menyisakan cahaya redup dari lampu meja. Perlahan, berbaring di kasur kecil di sudut ruangan, menghadap arah ranjang besar.

Di sana, Syima tertidur pulas. Dan dalam diam, Devanka menatap istrinya sendiri dengan hati penuh kebimbangan, antara luka lama dan kenyataan baru yang kini menemaninya.

1
Alfa Kristanti
/Heart//Heart//Heart//Heart/
Aliya Aliya
semoga doamu diijabahi syima
Maemanah
lanjut🙏🙏🙏
muznah jenong
lanjut 💗💗💗...
tp Thor jgn ada yang aneh2 ya sejenis Kunti alias PELAKOR 👍👍👍👍
muznah jenong
Thor aku yg dek 2kan bacanya..sampe2 aku tahan napas...good job... Thor.. love you 💗🌷🙂
Maemanah
lanjut 👍👍👍👍
muznah jenong
ga apa lah di gendong suami....
aku juga mau digendong pak Devan... gimana ya ra
sanya.....ga bisa bayangin...
Maemanah
lanjut
muznah jenong
ga sabar nungguin next ya....
dwi ka
Lagian nina, diakan udh tau syima udh nikah artinya brti udh ga bs sebebas pas wkt blm nikah, klo mau seneng2 hura2 ajak aja sono tmn yg blm nikah..
Gatau diri jg nina
muznah jenong
di tunggu update selanjutnya thor /Heart//Heart//Heart/
Maemanah
lanjut 🙏👍👍💪💪
Maemanah
buat masalah km syima ....terjebak kebohongan sendiri
Maemanah
lanjut thor .....😍😍😍😍
muznah jenong
oh... Thor .,..bagus banget ga. bertele...langsung gas pool... pokoknya Thor love you 💗💗💗💗💗aku....yakin kalau udh tamat cerita ya rasanya aku gak bisa move on /Heart//Heart//Heart/
muznah jenong
memang candaan ya garing banget Devan kereatip. dikit apa
lanjutkan 💗💗💗💗🌷🌷
dwi ka
Moga tar pas syama balik & minta kembali devan udh bucin abis ke syima..
Apapun tar alasan syama pas kabur jgn smpe devan goyah & mau balikan ke syama
Maemanah
lanjut👍👍👍🙏
muznah jenong
emang candu ni cerita💗💗💗💗💗💗
thank Thor for update ya 👍👍🌷🌷
muznah jenong
up ya cuma 1 bab.... lanjut 💗💗💗💗
Misstie: 2 bab ka. baru aq rilis barusan. 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!