NovelToon NovelToon
Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:15.9k
Nilai: 5
Nama Author: riena

“Pernikahan kita cuma sandiwara. Di depan keluarga mesra, di belakang orang asing. Deal?”
“Deal!”

Arman sudah punya kekasih, Widya ogah ribet. Tapi siapa sangka, hidup serumah bikin aturan mereka berantakan. Dari rebutan kamar mandi sampai saling sindir tiap hari, pura-pura suami istri malah bikin baper sungguhan.

Kalau awalnya cuma perjanjian konyol, kenapa hati ikut-ikutan serius?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 29. Pengganggu

Setelah Arman Berangkat, pintu rumah menutup dengan bunyi klik pelan. Suara motor Arman perlahan menjauh dari halaman. Sunyi kembali mengisi ruang tamu.

Widya masih berdiri beberapa detik di ambang pintu, memandangi jalan kosong. Ia baru sadar kedua tangannya masih menempel di dada, seolah menyimpan jejak hangat pelukan tadi.

“Ya Allah…” bisiknya pelan, wajahnya makin panas.

Dengan tergesa ia kembali ke dapur, mencoba melanjutkan mencuci piring. Tapi setiap kali tangannya menyentuh air, pikirannya malah memutar ulang adegan barusan. Tatapan Arman, dekapannya yang hangat, dan terutama kecupan singkat yang masih terasa nyata di bibirnya.

Widya tanpa sadar tersenyum sendiri, lalu buru-buru menutup mulut dengan punggung tangan. “Astaga, Wid… kamu kenapa sih jadi begini.”

Namun semakin ia berusaha menepis, bayangan wajah Arman makin jelas. Dadanya berdegup tak karuan, pipinya memanas, sampai-sampai sabun di tangannya meluber begitu saja ke lantai.

“Duh, gara-gara Mas Arman ini,” gumamnya sambil geleng-geleng kepala, meski ujung bibirnya tak bisa berhenti melengkung.

Ia menunduk, menatap pantulan samar wajahnya di permukaan air cucian. Ada senyum malu yang sulit dikendalikan.

“Ah iya, aku harus segera membereskan rumah, lalu berangkat ke kampus supaya nggak telat.” gumam Widya, lalu menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

—---

Sore, langkah Widya terasa ringan saat melangkah bersama Sinta dan Dina ke store baru yang baru saja buka. Karena baru buka, pemilik store memberikan diskon yang lumayan besar sebagai trik marketing untuk dikenal banyak orang.

Rak-rak berisi dress warna pastel dan blazer simpel tertata rapi. Aroma wangi parfum ruangan menambah suasana menyenangkan.

“Wid, ini lucu banget nggak sih?” Sinta mengangkat blus biru muda.

Widya tersenyum. “Cocok buat kamu. Simpel, tapi manis.”

Mereka bertiga tertawa kecil sambil sibuk memilih, sampai suara tumit sepatu berhenti tepat di belakang mereka. Widya melirik sekilas, ingin tahu siapa pemilik langkah kaki itu. Setelahnya Ia menarik napas panjang sebelum berbalik.

“Widya,” sapa Priya, datar tapi sinis. “Nggak nyangka kita ketemu lagi di sini.”

Widya hanya menoleh sekilas, lalu kembali melihat dress di tangannya. “Kota ini kecil, ketemu kamu bukan hal aneh lagi.”

Sinta dan Dina saling melirik, langsung tahu hawa di sekitar mereka berubah.

Priya menatap dress yang dipegang Widya, lalu tersenyum tipis. “Selera kamu… ternyata nggak jauh beda sama aku. Dulu Arman suka lihat aku pakai warna begitu.”

Widya mengangkat alis, nadanya tetap tenang. “Kalau begitu, selera Mas Arman konsisten. Berarti aku nggak salah pilih.”

Sinta hampir tersedak tawa yang ia tahan mati-matian. Dina langsung menepuk lengannya memberi kode untuk diam.

Priya tersenyum miring, matanya menajam. “Kamu yakin bisa terus jaga Arman? Dia tipe yang gampang bikin perempuan jatuh hati.”

Widya menoleh penuh kali ini, sorot matanya dingin namun mantap. “Aku bukan cuma yakin. Aku sudah menikah dengannya. Jadi, kalau kamu masih sibuk hitung peluang, percuma. Pertandingan sudah selesai dari dulu, Priya. Kamu datangnya telat.”

Kata-kata itu meluncur datar, tanpa meninggikan suara, tapi tajam.

Sinta dan Dina terpaku. Priya terlihat kaku beberapa detik sebelum tersenyum miris. “Kita lihat saja nanti.”

Widya tidak menanggapi lagi. Ia justru menggandeng tangan Dina, melangkah ke rak lain dengan tenang, seolah Priya hanyalah bayangan yang tak penting.

Begitu mereka menjauh, Sinta langsung berbisik, “Wid, sumpah… tadi dinginmu kayak heroine drama Korea.”

Dina menimpali dengan mata berbinar, “Aku sampai ngeri dengar kamu jawab gitu. Tajem banget.”

Widya hanya menghela napas, menahan senyum kecil. “Aku cuma capek ngulang pembicaraan yang sama. Ada hal-hal yang nggak perlu lagi dijelasin, cukup ditunjukkan.”

Di sudut matanya, ia sempat menangkap Priya masih berdiri menatap dengan wajah tak puas. Tapi Widya tidak peduli. Yang penting, ia tahu kemana dirinya berdiri, dan siapa yang berdiri di sisinya.

“Lagian ya, mantannya mas Arman itu kenapa nggak mencoba move on sih. Kan masih banyak laki-laki.” ucap Sinta.

“Iya, kayak dunia udah kekurangan spesies yang namanya kamu Adam aja. Udah nikah dan udah nggak mau pun masih dikejar-kejar.” tambah Dina.

“Yuk ah, udah nggak mood mau liat-liat.” ajak Widya supaya mereka meninggalkan store tersebut. Dina dan Sinta mengiyakan.

Sementara Priya masih berdiri di depan rak, pura-pura meneliti gaun yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Senyum tipis terpaksa ia pasang agar wajahnya tidak terlihat terlalu jatuh.

Salah satu temannya, Rani, mendekat dengan tatapan penasaran. “Tadi… siapa sih, yang kamu ajak ngomong itu?”

Priya menghela napas pelan, menahan emosi yang berputar di dadanya. “Istrinya Arman.”

Teman satunya, Vina, spontan membelalak. “Serius? Itu… istrinya Arman?”

Priya mengangguk singkat. “Ya, dia.”

Rani menutup mulutnya dengan tangan. “Pantesan tadi tegang banget auranya. Dia… cantik juga ya. Pantes Arman milih dia.”

Priya langsung menoleh tajam, nadanya dingin. “Jangan banding-bandingin aku sama dia.”

Vina buru-buru mengangkat tangan, “Bukan gitu maksudnya, Pri. Cuma… ya keliatan aja, dia percaya diri banget tadi. Kayak nggak takut sama sekali sama kamu.”

Priya terdiam sesaat, genggamannya pada clutch kecil di tangannya semakin erat. Ia menahan rasa perih yang muncul setiap kali nama Arman terselip dalam obrolan.

“Percaya diri boleh. Tapi jangan kira aku bakal berhenti cuma karena dia pasang wajah tenang,” gumam Priya pelan, lebih untuk dirinya sendiri.

Rani dan Vina saling pandang, tak berani menimpali. Mereka tahu, kalau sudah menyangkut Arman, Priya selalu sulit diajak logis.

Mereka berdua sudah mengatakan untuk melupakan Arman, pria itu sudah memilih, tapi Priya bebal.

 

Mobil yang dikendarai Dina melaju pelan menembus keramaian sore. Musik pop dari radio hanya jadi latar samar, tidak ada yang benar-benar mendengarkan.

Sinta yang duduk di kursi belakang masih memandang ke luar jendela, lalu bersuara, “Wid, kamu nggak kepikiran apa-apa? Maksudnya… soal tadi.”

Widya menarik napas panjang, menatap jalanan di depannya. “Kepikiran sih, Sin. Kesel juga. Sampai kapanpun kayaknya Priya nggak mau berhenti ganggu rumah tanggaku. entah apa yang udah dijanjikan mas Arman padanya.”

Dina melirik sebentar dari balik kemudi. “Kalau aku jadi kamu, Wid, udah aku ladenin aja tuh. Biar jelas sekalian.”

Widya menggeleng pelan. “Nggak ada gunanya. Dia jelas-jelas masih nyangkut di masa lalu. Kalau aku ikutan ribut, itu sama aja nunjukkin kalau aku takut.”

Sinta tersenyum miring. “Tapi tadi kamu keren banget, loh. Tegas. Aku aja yang nonton dari samping jadi ikutan lega.”

Widya terdiam sejenak. Pikirannya melayang pada Arman, suaminya, yang mungkin sama sekali tidak tahu kalau mantan pacarnya masih terus muncul di hadapan dirinya. Ada getir, tapi juga ada semacam rasa hangat di dada.

“Aku cuma nggak mau ngerusak apa yang udah aku punya sekarang,” ucap Widya lirih. “Mas Arman udah milih aku, udah janji sama aku. Itu cukup. Mau Prita ngomong apapun, dia tetap suami aku.”

Dina tersenyum sambil mengangguk. “Wid, kamu makin dewasa. Aku salut.”

Widya ikut tersenyum tipis, meski dalam hatinya masih ada sedikit guncangan. Tapi yang lebih kuat justru keyakinannya bahwa perhatian Arman sekarang hanya untuknya.

Mobil kembali hening, hanya suara radio yang terdengar. Widya bersandar di jok, menatap langit senja dari jendela. Dalam hati ia berjanji, tidak akan memberi celah sedikitpun untuk masa lalu mengganggu rumah tangganya.

 

1
Safitri Agus
terimakasih kak Riena updatenya 🙏🥰
Mam AzAz
terimakasih up nya 😊
Mam AzAz
begitulah perempuan kalau lagi sakit inginnya tiduran dan butuh ketenangan,kalau laki laki cuma demam aja sudah seperti sekarat dan sangat drama😂😂😂
Safitri Agus: setuju 👍😊
total 1 replies
Mam AzAz
terimakasih up nya 😊
Mam AzAz
gantian jadi pasien 🤭🤭
Enisensi Klara
Manja si Arman 😂😂
Safitri Agus
terimakasih kak Riena updatenya 🙏🥰
Safitri Agus
semoga rukun dan damai RT mereka
Safitri Agus
pasti rasanya pedes
Safitri Agus
ketularan demamnya Arman
Safitri Agus
eh ngelunjak ya🤭
Enisensi Klara
Modus Àrman 🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Lebay Arman 🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Makasih up nya kk Riena 😍😍
Ratu Tety Haryati
Perasaan laki2 klo sakit berasa sudah paling tak berdaya, malah buat istri double repotnya.
Ratu Tety Haryati
Klo Arman sudah ingkar janji berarti, ia bukan pria yang baik untukmu.
Ratu Tety Haryati
Klo sudah begini ada rasa iba dan tak menyalahkan Priya sepenuhnya, karena Arman sendiri yang memberikan janji untuk minta ditunggu.
Ratu Tety Haryati
Memangggg😂
Mam AzAz
terimakasih up nya 😊
Mam AzAz
begitulah laki laki, cuma demam aja seperti lagi sekarat 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!