NovelToon NovelToon
Salah Baca Mantra

Salah Baca Mantra

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Menikah dengan Musuhku / Preman
Popularitas:70.3k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Dyah Galuh Pitaloka yang sering dipanggil Galuh, tanpa sengaja menemukan sebuah buku mantra kuno di perpustakaan sekolah. Dia dan kedua temannya yang bernama Rian dan Dewa mengamalkan bacaan mantra itu untuk memikat hati orang yang mereka sukai dan tolak bala untuk orang yang mereka benci.

Namun, kejadian tak terduga dilakukan oleh Galuh, dia malah membaca mantra cinta pemikat hati kepada Ageng Bagja Wisesa, tetangga sekaligus rivalnya sejak kecil. Siapa sangka malam harinya Bagja datang melamar dan diterima baik oleh keluarga Galuh.

Apakah mantra itu benaran manjur dan bertahan lama? Bagaimana kisah rumah tangga guru olahraga yang dikenal preman kampung bersama dokter yang kalem?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Galuh dan Ryan benar-benar sudah tidak tahan menunggu. Rasa penasaran mereka meledak-ledak. Bagaimana mungkin Dewa yang selama ini mati-matian bucin ke Denok, tiba-tiba bisa move on? Pastilah wanita itu bukan sembarangan.

Begitu bel tanda istirahat berbunyi dan Dewa keluar dari kelas sambil menenteng buku catatan, Galuh langsung menyergapnya. Tanpa banyak basa-basi, ia menarik tangan Dewa dengan paksa.

“Eh—eh, mau dibawa ke mana aku ini?” protes Dewa setengah tertawa, tapi jalannya jadi terseok-seok karena Galuh menariknya terlalu cepat.

Ryan yang melihat itu spontan berlari menghampiri. “Sebentar, woy! Jangan buru-buru, perutku lapar, belum makan dari tadi.”

Galuh tak peduli, langkahnya mantap menuju ruang perpustakaan kecil di belakang ruang kepala sekolah. Tempat itu cukup sepi, cocok untuk interogasi.

“Ryan, belikan tiga piring baso tahu!” perintah Galuh tanpa menoleh. Suaranya penuh wibawa bak komandan perang.

Ryan mendengus, tapi tidak membantah. “Iya, iya. Untung aku baik hati.” Ia pun lari ke kantin, meninggalkan dua sahabatnya.

Dewa menghela napas panjang begitu sampai di perpustakaan. Aroma buku lama menyeruak, bercampur bau kayu lemari yang usang. Ia bersandar di meja kayu, menatap Galuh yang masih memasang wajah penuh selidik.

“Kalian ini nggak sabaran sekali,” ujarnya sambil mengusap tengkuknya sendiri.

“Pokoknya kamu harus ceritakan sedetail mungkin,” tekan Galuh, kedua tangannya terlipat di dada.

Dewa mengangkat alis, mencoba menahan tawa. “Iya, iya, akan aku ceritakan semuanya. Tapi makan dulu, ya. Perutku ikut keroncongan.”

“Kalau nanti keburu masuk lagi gimana?” sergah Galuh.

Suasana makin riuh saat Ryan kembali membawa piring berisi baso tahu yang masih mengepul. Uap panasnya naik ke udara, menggoda hidung yang lapar. Ryan meletakkan piring-piring itu di meja, lalu ikut duduk dengan ekspresi penasaran.

“Makan sambil cerita saja. Biar nggak ada alasan ngulur waktu,” ujarnya, menyodorkan sendok ke tangan Dewa.

Dewa hanya bisa pasrah. Ia menghela napas, lalu menatap kedua sahabatnya yang menunggu dengan mata membelalak. “Kalian tahu putrinya Ajengan Hambali?”

Galuh spontan menoleh, mencoba mengingat. “Anak perempuan Ajengan Hambali itu bukannya Nurhasanah?”

“Hah?!” Ryan nyaris menjatuhkan sendoknya. “Dia kan masih bocah bau kencur.”

Nurhasanah memang dikenal di sekolah. Murid kelas enam SD Negeri Mulia I itu satu-satunya yang memakai jilbab, membuatnya cukup mudah dikenali.

“Bukan, woy!” Dewa terkekeh, lalu menatap mereka dengan sorot mata yang berbeda. “Bukan Nurhasanah. Putri sulungnya. Namanya Aisyah.”

“Oh iya! Aku sampai lupa kalau Ajengan Hambali punya anak sulung,” ucap Galuh menepuk dahinya. Ryan pun mengangguk, merasa ketinggalan informasi.

Dewa mulai bercerita, suaranya tenang tapi wajahnya terlihat berbinar. “Aisyah itu dulu sekolah di MTs dan MA Al Huda. Sambil mondok di Pesantren Al Hikmah. Setelah lulus, dia pindah lagi ke Pesantren Suryalaya selama tiga tahun. Nah, dua bulan lalu dia balik ke kampung. Sekarang ngajar ngaji anak-anak di masjid dekat rumah.”

Galuh dan Ryan yang tadinya sibuk mengunyah baso tahu, tiba-tiba berhenti. Mereka terdiam, menyimak setiap kata seolah sedang mendengar kisah dari dunia lain. Bahkan sendok Ryan menggantung di udara, tak jadi masuk ke mulut.

“Serius kamu, De?” Galuh menyipitkan mata. “Aku kok baru dengar lagi soal Aisyah.”

Ryan mencondongkan badan, penasaran. “Aku juga. Dulu waktu masih kecil, aku sempat lihat. Tapi sekarang kayaknya aku nggak akan bisa ngenalin kalau ketemu.”

Wajah Dewa mendadak merona. Senyum malu-malu menghiasi bibirnya. “Cantik orangnya…” bisiknya, seolah hanya berbicara pada dirinya sendiri.

Galuh menepuk meja, matanya berbinar nakal. “Hoooh! Akhirnya keluar juga pengakuannya!”

Ryan tertawa sampai hampir tersedak. Ia buru-buru meneguk air putih sebelum melanjutkan. “Astaga, Dewa yang biasanya sok cool, sekarang malah jadi kayak anak SMA yang baru jatuh cinta.”

Dewa menunduk, menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Bayangan wajah Aisyah berkelebat di pelupuk matanya. Senyumnya yang sederhana, cara bicaranya yang lembut, semua itu membuat Dewa serasa terhipnotis.

“Aku penasaran ingin lihat orangnya seperti apa sekarang,” kata Ryan akhirnya, tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ia kembali menyendok baso tahu dan menyuapkannya ke mulut, meski pikirannya melayang.

Galuh mengangguk setuju. “Iya, nanti kita harus lihat sendiri. Tapi yang penting ....” Ia berhenti sejenak, menatap tajam Dewa, “apakah dia kasih sinyal ke kamu?”

Dewa terdiam, wajahnya menegang.

“Awalnya dia terlihat sungkan saat aku ajak bicara. Aku bacakan saja dia mantra pemikat hati. Setelah itu, dia berubah ramah sekali dan asyik diajak berdiskusi,” jawab Dewa dengan nada datar, seolah hal itu bukan sesuatu yang luar biasa.

Ryan dan Galuh yang sedang sibuk mengunyah baso tahu langsung terbatuk-batuk hampir bersamaan. Sendok Ryan hampir jatuh, sementara Galuh buru-buru menepuk dadanya sendiri. Keduanya benar-benar tidak menyangka Dewa tega—atau tepatnya nekat—membacakan mantra itu kepada Aisyah.

“Kamu serius bacakan mantra kepada Aisyah?” tanya Galuh, matanya membulat, takut salah dengar.

“Iya, dua minggu yang lalu,” sahut Dewa tenang, meski ada sedikit senyum kecut di sudut bibirnya.

Ryan melongo, antara kagum dan heran. “Gila… yang kamu kasih mantra itu bukan cewek biasa, De. Itu Aisyah! Putrinya Ajengan Hambali!”

Galuh yang sudah bisa mengendalikan diri kembali menatap Dewa dengan ekspresi jail. Senyum tengil muncul di bibirnya, sementara alisnya naik-turun penuh arti. “Lalu… apa kamu dan Aisyah sekarang pacaran?”

Wajah Dewa langsung merona. Ia menunduk, seolah mendadak jadi bocah SMP yang baru saja dipergoki guru karena menulis surat cinta. “Aisyah bilang tidak ingin punya pacar. Katanya, kalau ada pria yang tertarik kepadanya, langsung disuruh datangi bapaknya.” Suaranya merendah, seolah takut didengar orang lain.

Ryan spontan melipat tangan di dada. “Jadi, kamu datangi Ajengan Hambali?” tanyanya dengan nada yang setengah mengejek, setengah serius.

Dewa menggeleng cepat. “Belum. Kalian tahu sendiri keluarga Ajengan Hambali itu seperti apa, dan keluarga aku seperti apa. Kalau aku disuruh menikah saat ini juga gimana? Uangku belum cukup. Setelah menikah, mau tinggal di mana? Itu juga masih kupikirkan.”

Nada suaranya kali ini berbeda, penuh kegelisahan. Seakan beban hidup yang berat sedang bertengger di pundaknya.

Galuh mendengus, lalu tersenyum tipis. “Pantas saja kamu semakin rajin ngojek. Rupanya lagi nabung buat masa depan, ya?”

Dewa hanya diam, tapi tangannya terus mengaduk-aduk makanan di piring, padahal sudah tidak ada yang tersisa selain kuah yang mulai dingin. Matanya kosong, wajahnya mencerminkan rasa malu sekaligus takut gagal.

“Malu, lah, kalau menikahi wanita salehah yang cerdas, cantik, cantik, dan dari keluarga terpandang, tapi aku kasih mahar sedikit. Belum lagi biaya untuk pengikat,” ucapnya lirih, seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Galuh yang sejak tadi mengamati menghela napas, lalu berkata pelan, “Kalau kamu benar-benar yakin ingin menjadikan Aisyah pendamping hidupmu, aku bisa bicara sama Bapak. Beliau kenal dekat dengan Ajengan Hambali. Setidaknya bisa jadi jalan tengah buatmu.”

Mata Dewa langsung melebar. Ia buru-buru menggeleng keras. “Jangan! Kamu jangan merepotkan Bapak. Biar aku usaha dengan kemampuanku sendiri. Aku harus tunjukkan kalau aku memang pantas berdiri sendiri.”

Galuh dan Ryan saling pandang. Mereka tahu betul latar belakang sahabatnya itu.

Keluarga Dewa memang sudah lama dianggap bagian dari keluarga Pak Dhika. Sekolah Dewa hingga kuliah semua ditanggung oleh beliau. Itu bukan karena belas kasihan semata, melainkan karena leluhur Dewa sudah lama mengabdi kepada keluarga Mama Euis, istri Pak Dhika, yang memang memiliki darah bangsawan.

Saat Mama Euis pindah ke kampung ini mengikuti Pak Dhika, orang tua Dewa pun ikut serta, tetap setia mengabdi. Namun, berbeda dari zaman dulu, Pak Dhika justru memberikan mereka rumah dan sebidang tanah untuk dikelola sendiri. “Sekarang bukan zamannya lagi melayani raden-raden,” begitu kata Pak Dhika kala itu.

Itulah sebabnya Dewa selalu merasa punya utang budi besar. Dia tak ingin terus bergantung.

“Wa, nanti keburu ada yang lamar,” kata Galuh akhirnya, nada suaranya mengandung peringatan.

“Iya. Wanita model Aisyah pastinya banyak yang incar buat dijadikan istri,” tambah Ryan, kali ini lebih serius.

Dewa terdiam. Pikirannya melayang, membayangkan sosok Aisyah dengan senyum sederhana yang selalu menunduk saat menyapa.

Galuh tiba-tiba menambahkan dengan nada iseng, “Jangan sampai keburu dilamar sama Haji Ujang buat dijadikan istri ketiga.”

Suasana langsung beku. Sendok yang sedang digenggam Dewa jatuh beradu dengan piring, menimbulkan bunyi nyaring. Matanya membelalak, wajahnya pucat.

“Jangan bercanda gitu, Galuh,” gumamnya lirih. Ada nada cemas yang tak bisa ia sembunyikan.

Ryan dan Galuh terdiam sejenak. Keduanya sama-sama tahu, bayangan kemungkinan itu bisa saja jadi kenyataan.

1
Cindy
lanjut kak
Sugiharti Rusli
beruntung kamu sekarang bisa terlepas dari intimidasi sang istri dok, entah siapa yang jadi penyelamat kamu dengan ketukan pintunya tuh🤭🤭🤭
Sugiharti Rusli
yah begitulah dua orang ini, kadang saling beradu argumen tapi kadang juga suka melakukan hal" konyol tanpa sadar😅😅
Sugiharti Rusli
apalagi si Bagja sudah menertawai sang istri dengan seperti tawa ledekan tadi, eeh ternyata dia juga sama pernah percaya sama tuh buku kuno😉😉😉
🌸Santi Suki🌸: waktu itu Bagja masih SD 😁
total 1 replies
Sugiharti Rusli
yah pada akhirnya mereka satu sama sih yah, hanya ga mau mengaku saja tuh walo sudah ketahuan satu sama lain
Sugiharti Rusli
eeh ternyata aa dokter ketahuan juga pernah mengamalkan buku mantra tersebut yah🤭🤭🤭
Sugiharti Rusli
kata Galuh kita mereka yang katanya berpendidikan dan seorang guru bisa mempercayai buku itu yah🤔🤔🤔
🌸Santi Suki🌸: 😩😩 orang kampung kebanyak begitu. Tidak lihat pendidikan.
🤔🤔 zaman sekarang juga masih ada yang begitu 🤭
total 1 replies
Sugiharti Rusli
sebetulnya aslinya itu buku mantra betulan atau hanya sekedar buku kuno saja yah🙄
Sugiharti Rusli
apa yang nanti akan kamu akui Luh kalo suami kamu tahu dan malah jadi bahan ledekannya tuh🙈🙈🙈
Sugiharti Rusli
apalagi kamu beneran mengamalkan mantra yang tertera di dalamnya ke Bagja, walo tidak sengaja sih dulu😅😅😅
Sugiharti Rusli
waduh plot twist dunk yah, kalo buku itu milik suamimu sendiri Luh😁😁😁
Ita rahmawati
sm² mantrain dong 🤣🤣
Ita rahmawati
ternyta yg di mantrain yg bikin mantranya sendiri atau gimana sih,,masih blm mudeng 🤭
Hary Nengsih
🤣🤣🤣
Noor hidayati
yang dibacain mantra sama bagja ya galuh sendiri,tapi mungkin bacanya salah jadi mereka berantem terus/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
🌸Santi Suki🌸: bacaan Bagja itu benar. kalau bacaan Galuh salah 😁
total 1 replies
Tutuk Isnawati
jd pnasaran siapa gerangan yg d bacain mntra bgja
🌸Santi Suki🌸: Galuh, Kak
total 1 replies
Tutuk Isnawati
🤣🤣kirain buku mantra leluhur trnyta pnya bgja
Noor hidayati
ternyata mantra hasil karya bagja/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
🌸Santi Suki🌸: 😁😁😁😁😁
total 1 replies
Noor hidayati
tadi kepasar mereka naik apa,kan berempat,ada mamanya bagja dan galuh,kok pulangnya sendiri sendiri🙈
Ita rahmawati
nah loh ketauan kan mantranya 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!