✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Malam itu, kota Moskow di selimuti oleh salju yang turun dengan lebatnya, menciptakan pemandangan yang memukau. Kelap-kelip lampu di pohon Natal yang menghiasi jalan-jalan utama menambah semarak suasana, sementara lagu-lagu rohani mengalun indah dari gereja-gereja, mengingatkan semua orang akan makna sejati perayaan Natal.
Di tengah hiruk pikuk kota yang merayakan hari besar ini, terdengar dentingan lonceng gereja yang menggema di udara, membawa rasa damai dan suka cita. Suasana natal di Moskow kali ini benar-benar istimewa, dengan salju yang turun tanpa henti, membungkus kota dalam selimut putih yang bersih dan indah.
Sedangkan di dalam penthouse, tepatnya dalam kamar yang di dominasi warna monokrom, suasana hangat tercipta dengan cara yang berbeda. Max, pria matang itu tak henti-hentinya menciumi perut bulat Mighty, sambil terus mengusap agar mendapat tendangan dari buah hatinya.
Mighty tersenyum hangat melihat sikap manis suaminya, tangannya membelai rambut cepak Max yang masih setengah basah. "Kau terlihat lebih bahagia." katanya karena sejak pulang dari kantor, senyum Max tidak luntur.
Max menggosok-gosokkan hidung mancungnya di perut Mighty. "Kau harus memberiku hadiah." katanya, lalu ia duduk di samping Mighty.
"Aku sudah berhasil mengambil Maretti Logistic, wanita itu sekarang sudah di penjara." Max meraih tangan Mighty dan mengecupnya. "Rumah dan aset lainya peninggalan orang tuamu, semuanya sudah kembali pada tempatnya." ia menatap dalam-dalam mata indah Mighty, lalu mengecup hidung sang istri.
"Sekarang aku ingin mengambil hadiahku." bisik Max di telinga Mighty.
Membuat wanita hamil itu meremang dan memejamkan matanya, Max mulai mencium bibir Mighty, hingga mereka terlena menikmati sentuhan lembut nan memabukkan itu, sebelum akhirnya Mighty mendorong dada Max, hingga tautan bibir mereka terlepas.
"Max," katanya pelan sambil menggembungkan kepala.
"Why?" Max bingung karena Mighty menolaknya, biasanya wanita itu memulai lebih dulu.
Mighty menghela napas dalam-dalam dan menatap suaminya dengan rasa bersalah. "Akhir-akhir ini aku mudah lelah hingga sulit bernapas." ia menunduk dan mengelus perutnya. "Kehamilanku semakin besar, aku tidak bisa melayanimu seperti dulu. Maaf." ia tidak berani menatap wajah Max, suaminya itu pasti kecewa padanya.
Namun di luar dugaan, Max merengkuh tubuh Mighty dalam pelukannya. "Kau tidak salah, maaf jika aku kurang peka." ucapnya mengecup puncak kepala Mighty. "Lain kali aku akan lebih pengertian lagi." katanya berjanji.
Mighty melepaskan pelukannya. "Kau tidak marah?" tanyanya penasaran. Max hanya menggeleng sebagai jawaban. Mighty memicingkan matanya. "Kau tidak akan selingkuh karena ini bukan?"
Max tertawa keras mendengar pertanyaan istrinya, sedangkan Mighty terpaku melihat Max tertawa seperti itu untuk pertama kalinya. Belum lagi tiba-tiba Max melayangkan kecupan di keningnya.
"Aku bukan pria seperti itu, dan aku tidak akan melakukan hal murahan seperti itu." katanya setelah berhenti tertawa. Kemudian mengelus perut Mighty. "Istriku sedang kesulitan karena mengandung anak-anakku, bagaimana bisa aku bersenang-senang di luar sana? Aku memang pria yang kejam dan bajingan, tapi aku akan menjadi Daddy terbaik untuk anak-anak kita." kata-kata Max terdengar tulus dan menenangkan hati Mighty.
"Max, aku tahu jika kau tidak pernah menginginkan kehadiran mereka, mereka juga bukan tanda buah cinta kita. Tapi ...."
"Sstttt ...." Max menutup mulut Mighty dengan jari telunjuk nya. "Bagaimana pun cara mereka hadir, mereka tetap anak-anakku dan aku akan mencintai mereka. Apa kau puas?" Mighty mengangguk, seketika air matanya mengalir.
"Terimakasih sudah mencintai mereka." ucapnya tulus, meskipun Max tidak mencintainya, setidaknya Max mencintai anak-anaknya.
"Kau ini bahagia atau sedih? Kenapa malah menangis." kata Max mendapat pukulan kecil dari Mighty di dadanya. Pria itu tersenyum dan kembali memeluk Mighty.
"Aku menangis karena terharu, kau merusak suasana." keluh Mighty sambil menghapus air matanya. Max yang gemas menciumi pipi chubby Mighty, hingga keduanya tertawa.
.....
Hari ini, Mighty kembali memeriksa kandungannya di temani Max yang merasa heran, karena Mighty memeriksakan kandungannya dua minggu yang lalu, dan sekarang lagi.
"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Max penasaran. Ia melirik perut Mighty yang tertutup oleh Coat merah.
"Tentu, aku hamil kembar, aku harus lebih sering memeriksakan kandungan ku. Apalagi sekarang usia kehamilanku sudah lebih tiga puluh minggu." jawab Mighty berbohong, namun tidak sepenuhnya.
Max mengangguk percaya, alasan Mighty cukup masuk akal. Sebab, kadang-kadang ia merasa sesak napas melihat Mighty berjalan dengan perut besarnya.
"Max, seberapa banyak aset orang tuaku? tanya Mighty, semalam ia lupa membahasnya.
"Tidak banyak, kenapa?" sahutnya ringan.
Mighty berdecih pelan, namun masih bisa didengar oleh Max. "Jangan kau samakan dengan aset mu, kau ini sombong sekali." katanya kesal, Max hanya tersenyum.
"Aku tidak seperti itu. Kenapa kau bertanya? Kau mau mengembangkannya?" Max masih fokus menyetir.
Mighty mengubah duduknya menghadap Max. "Apakah bisa di kembangkan? Bagaimana caranya?" matanya menatap antusias.
"Tentu saja bisa, kau lupa jika suamimu ini bisa melakukan segalanya?" katanya sombong, membuat Mighty kembali berdecih.
"Dasar tuan sombong." cibir Mighty, ia kembali menghadap kedepan.
Max sama sekali tidak marah, ia malah tertawa pelan lalu menjelaskan tentang apa yang bisa ia lakukan pada aset peninggalan mertuanya. Mighty mendengarkan dengan seksama, suaminya selain tampan, kaya, dan perkasa. Max adalah sosok yang cerdas dengan wawasan yang luas, tidak heran jika bisnis yang digelutinya tembus pasar global.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Max setelah menjelaskan panjang lebar.
"Aku setuju dengan mu. Aset-aset yang bisa di kembangkan, tetap di kembangkan dan aku ingin 80% keuntungannya di sumbangkan ke yayasan sosial dan panti asuhan. Sedangkan untuk perusahaan, aku ingin Abby yang mengelola nya." ujar Mighty, ia sudah memikirkan semuanya dengan matang.
"Kau yakin? 80% itu tidak sedikit." Max mengingatkan.
"Heumm, aku sudah punya suami yang kaya raya, 80% tidak seberapa di mata suamiku." sahut Mighty, seolah membalikkan kata-kata Max.
"Ya, aku memang kaya." Max tidak menampik, dan mendapat cubitan kecil dari Mighty.
"Katakan pada orang-orang mu untuk mancari Abby di Paris, dia sedang ikut event disana." pinta Mighty.
"Baiklah." sahut Max, ia mengarahkan mobilnya ke lobby rumah sakit. Di sana sudah ada beberapa staff rumah sakit yang memberikan pelayanan VVIP.
Max membantu memapah Mighty berjalan. "Aku baru tahu kalau kakimu bengkak, apakah sakit?" tanya Max, Mighty sudah lama tidak meminta di pijat dan mereka juga tidak bercinta. Hingga Max tidak begitu memperhatikan kaki Mighty.
"Tidak, ini juga efek dari kehamilan yang semakin besar." lagi-lagi Mighty berbohong sambil tersenyum.
"Benar tidak sakit? Itu sangat ...." Max melihatnya merasa ngeri.
"Max, jika sakit sudah pasti aku mengeluh padamu." potong Mighty, namun dalam hatinya merasa bersalah.
"Bersalah kenapa? Max tidak mencintaiku, tidak masalah jika aku dalam bahaya, asal jangan anak-anak ku." batin Mighty. Meyakinkan hatinya jika pilihannya untuk berbohong sudah benar.
Max hanya mencintai anak-anaknya, perhatian Max padanya selama ini karena ia masih mengandung. Jika sudah melahirkan, pasti Max akan menendangnya dan memisahkannya dengan bayinya. Itu akan terasa menyakitkan bagi Mighty, dunianya pasti runtuh.
Tapi, jika dalam persalinan nanti ia tidak selamat, itu akan mengurangi rasa sakitnya. Meskipun ia tidak akan pernah bisa melihat anak-anaknya, tapi ia yakin Max akan mencintai mereka dengan baik.
"Jika di kehidupan ini dunia tidak mengizinkan ku bahagia, kelak di kehidupan selanjutnya aku ingin hidup bahagia, bahkan aku akan menulis kebahagiaan ku dengan tanganku sendiri." batinnya tanpa sadar meremas kuat lengan Max, hingga suaminya meringis karena kuku-kukunya menusuk gading lengan Max.
*
*
*
*
*
TBC
Please jawab, kalian bisa nemuin novel ini gimana?🥺
semangat 💋