Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kebusukan Farhan
Rinjani terkesiap, detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Kata-kata Farhan seperti belati tajam yang menikamnya begitu dalam, membuat airmatanya mengalir deras tanpa terkendali.
Perasaan sedih yang mendalam seakan menghimpitnya. Rinjani merasa dirinya seperti batang tebu yang habis disesap rasa manisnya, lalu sepahnya dibuang begitu saja.
Rinjani yang sore itu hendak pergi, langsung menghentikan sepeda motornya, ketika matanya menangkap siluet seseorang dan motor yang sangat di kenalnya. Rinjani tersenyum, dalam hati ia merasa gembira.
"Sepertinya itu Mas Farhan pulang," gumamnya.
Rinjani pun mengikutinya dan benar saja motor itu berhenti di depan rumah Bu Haryani.
Begitu Farhan telah masuk ke dalam rumah, Rinjani pun segera turun dari motornya dan bergegas mengikuti Farhan masuk ke dalam rumah. Namun, apa yang didengarnya membuatnya menghentikan langkah.
"Apa maksud kamu bicara begitu, Mas?" tanya Rinjani dengan suara tercekat. Ia masih berdiri mematung di depan pintu.
Farhan terhenyak seketika dengan wajah pucat. Matanya terbuka lebar dengan rasa tak percaya. "R-ri-njani? S-sej-ak kapan kamu ada di sini?" tanya Farhan dengan terbata.
"Jawab pertanyaanku, Mas! Apa maksudmu berkata demikian?" Rinjani maju ke depan mendekat pada Farhan, lalu memukul dada pria itu dengan brutal sambil menangis.
"Aku rela meninggalkan Mas Reza demi kamu, inikah balasanmu sekarang!" ucapnya dengan intonasi suara yang meninggi.
"Kamu yang terus merayuku dengan mulut manismu itu, hingga aku terlena padamu. Bahkan kamu juga memprovokasi Mas Reza agar dia menceraikan aku." Rinjani masih terus memukuli Farhan.
"Tapi sekarang, kamu seakan mau mencoba lari dari tanggungjawabmu hanya karena aku sudah tak memiliki apa-apa lagi, hahhh!" Rinjani tergugu sambil tertunduk pilu.
Para tetangga sekitar rumah Bu Haryani yang mendengar suara kegaduhan itu pun mulai bermunculan dari balik pintu, mereka merasa penasaran dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di dalam rumah Bu Haryani.
"Ada apa to, di rumah Budhe Haryani? Kok ramai amat, Mbak Nur?" tanya seorang wanita berusia tiga puluhan tetangga Bu Haryani sebut saja Maya.
"Kayaknya sih, ada si Farhan sama Rinjani, tadi aku lihat," jawab si Nur.
"Ssttt... diam-diam ya, tapi ini. Aku pas kapan itu pernah lihat si Farhan jalan bareng sama cewek lain, mesra banget," bisik Maya.
"Eh, yang benar? Jangan sampai malah jadi fitnah, loh," kata yang lain ikut nimbrung.
"Iiihh...kok kalian nggak percaya, sih," sungut Maya, lalu membuka ponselnya dan menunjukkan foto Farhan bersama cewek lain yang sedang bergandengan tangan sambil tersenyum.
"Lihat, aku ambil fotonya waktu itu. Jelas banget kan, mereka berdua sangat akrab dan pasti ada sesuatu!" imbuh Maya meyakinkan.
"Waaahhh... Edan ini si Farhan!" celetuk si Nur menanggapi. Dan ghibahan mereka pun semakin menjadi-jadi. Mereka saling berbagi cerita dan spekulasi tentang Farhan, yang tidak mereka sangka-sangka sebelumnya.
Sementara itu di dalam rumah, Farhan mulai memainkan perannya. Dia membawa Rinjani ke pelukannya untuk menenangkan wanitanya itu.
"Jani, maafkan aku, ya. Kamu hanya salah paham, Sayang. Aku sama Ibu sedang mengobrol, bagaimana caranya agar aku bisa membangun kembali rumahmu yang telah dirobohkan oleh si Reza si*alan itu. Iya begitu-- benar kan, Bu?" Farhan mengedipkan matanya, meminta sang ibu agar mau bekerja sama.
Bu Haryani tampak menghela napas berat. Mau tak mau wanita setengah baya itu mengikuti kemauan sang anak.
"Iya, Jani. Farhan hanya bilang begitu, terus kamu datang," kata Bu Haryani terdengar meyakinkan.
"Benar, Mas?" Farhan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis.
"Tapi, kenapa tadi kamu begitu terkejut saat melihatku?" tanya Rinjani seolah belum yakin dengan penjelasan Farhan.
"Benar, Sayang. Aku tadi itu, hanya kaget dan nggak nyangka aja, kamu datang ke sini nggak bilang-bilang." Farhan mencoba berkelit.
"Sudah ya, nanti malam aku akan datang ke rumahmu untuk membahas hubungan kita dengan orangtuamu," bujuknya dan terdengar meyakinkan di telinga Rinjani.
Dalam sekejap Rinjani pun luluh dan dia masih berharap Farhan bisa menepati janji untuk menikahinya.
Malam harinya bersama Bu Haryani, Farhan mendatangi rumah orangtua Rinjani. Kedatangan mereka pun disambut baik oleh Pak Bondan dan Bu Rukmini.
"Eh... kalian. Mari, silakan masuk," kata Pak Bondan sambil tersenyum ramah.
Farhan bersalaman dengan Pak Bondan dan Bu Rukmini, lalu masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi ruang tamu.
Rupanya Pak Bondan tak ingin berbasa basi, begitu semua sudah berkumpul dan duduk bersama termasuk Rinjani, maka dia pun menyampaikan inti permasalahan yang akan mereka bahas.
Pak Bondan kemudian bertanya dengan nada serius. "Begini, Farhan. Kapan kamu akan meminang Rinjani? Kami sudah tidak sabar menunggu-nunggu kabar baik dari kalian berdua."
"Benar, aku tidak ingin Rinjani menjadi gunjingan warga di sini," sambung Bu Rukmini.
Farhan terlihat bingung dan dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia berpikir keras, agar bisa memberikan jawaban yang tepat. "Bagaimana ini? Kalau aku menikah pasti hidupku tidak akan bebas lagi. Kecuali...?"
*
*
*
*
*
Sementara itu, setelah selesai makan malam, dan Dhea tengah asyik bermain dengan bonekanya, Reza menghubungi Dimas lalu menjelaskan pada sahabatnya itu bahwa dia membutuhkan bantuannya cara mengaktifkan kamera pengintai dan menghubungkannya ke ponselnya.
Tak lama kemudian, Dimas mengirimkan video tutorial melalui aplikasi pesan. Reza lantas menonton video tutorial tersebut dengan saksama, lalu mengikuti instruksi dari Dimas. Tak butuh waktu lama kamera mini itupun sudah siap untuk dioperasikan.
Selanjutnya pada saat tengah malam ketika Dhea tertidur pulas, Reza langsung menjalankan aksinya bersama dengan Agus.
"Sudah siap?" tanya Reza pelan ketika Agus mendatanginya.
"Siap," sahut Agus tanpa suara, seraya mengangkat ibu jari tangannya.
Mereka pun berjalan beriringan dalam diam dan penuh kehati-hatian menuju tempat-tempat krusial yang menjadi target kecurigaan mereka. Dengan gerakan cepat dan terukur Reza memasang kamera tersebut di titik yang strategis, sementara Agus bertugas memantau keamanan di sekitarnya.
Malam itu sangat lengang, hanya suara binatang malam yang menemani dan bintang-bintang yang berkedip nun jauh di atas sana menjadi saksi atas aksi mereka.
"Alhamdulillah, sudah beres. Kita tinggal menunggu, mungkin nanti atau besok akan mendapatkan jawabannya," kata Reza, sesaat setelah mereka kembali ke mess.
"Aku nggak nyangka kalau ternyata otak kamu secerdas ini, Za," puji Agus dengan kagum.
"Kamu bahkan bergerak sendiri tanpa mengkonfirmasi dulu sama Bu Marisa," imbuhnya kemudian.
"Berbuat baik tidak perlu menunggu konfirmasi dari seseorang, Gus. Karena ini demi kelangsungan hidup kita bersama," sahut Reza.
"Anggap saja perkebunan ini adalah ladang kita sendiri, tempat kita mengais rejeki. Jadi tugas kita untuk menjaga dan merawatnya termasuk membasmi hama pengerat yang entah dari kapan telah menggerogoti tempat ini tanpa kita sadari," lanjutnya menambahkan.
Agus menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Dalam hati pria itu memuji tindakan Reza yang sangat berani. Kemudian dia pun pamit ke kamarnya agar tidak membuat kecurigaan pada yang lainnya.
"Ya sudah, kalau begitu aku ke kamar. Jangan sampai yang lain curiga pada kita," ucapnya lalu beranjak pergi.
Reza mengangguk tipis lalu menarik napas, menghirup udara sebanyak-banyaknya dan mengembuskannya perlahan. Barulah kemudian dia masuk ke dalam kamarnya.
Pak Bondan sini aku bisiki tapi jangan kaget....itu sawah nya Reza mantan menantu mu
WIS yakin karena ingpestasi panjenengan wae 👻👻👻👻