Niatnya ingin bertemu teman lama, Anne malah salah masuk kamar. Bukan bertemu teman malah bertemu lawan.
Sky dalam pengaruh obat merasa tenang saat seorang wanita masuk ke kamarnya. Ia pikir wanita ini telah di atur oleh asistennya untuk melepaskan hasratnya.
Anne memberontak saat Sky menarik dan menciumnya secara paksa. Tenaganya jelas tidak sebanding dengan pria ini. Sekuat tenaga memberontak pada akhirnya Anne hanya bisa pasrah. Kesuciannya diambil oleh orang yang sangat ia benci.
**
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Apa yang akan Sky lakukan saat tahu Anne hamil anaknya? Menikah atau ada opsi lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan Jejak
Sky berdiri terpaku di pintu masuk keberangkatan, matanya kosong menatap ke arah papan jadwal penerbangan. Hatinya bergejolak—marah, kecewa, dan juga hancur.
Baru saja ia meninggalkan tempat pernikahannya dengan Lilia. Kemudi mobil ia genggam dengan liar, melaju dengan kecepatan tinggi menuju bandara, hanya demi satu hal: mengejar Anne. Kata Ronal, Anne pergi dengan pria lain dan akan segera menikah di luar negeri.
“Anne…” Sky bergumam lirih, nyaris berbisik pada dirinya sendiri. “Padahal aku yang seharusnya menikahimu… sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan kita. Karena kamu… kamu sudah mengandung anakku.” Suaranya tercekat, dadanya sesak. “Tapi kenapa? Kenapa kamu justru memilih pergi… dan menikah dengan pria lain?”
Waktu di jam tangannya menunjukkan masih tersisa dua puluh menit dari jadwal penerbangan yang disebut Ronal. Sky berdiri dari kursi tunggunya, wajahnya dipenuhi tekad. Ia tidak akan tinggal diam.
“Tidak, Anne. Aku tidak akan biarkan kamu pergi bersama pria itu… terlebih membawa calon anak kita.”
Dengan langkah lebar, Sky berlari menembus kerumunan, matanya liar mencari sosok yang ia cintai. Setiap detik yang berlalu seperti bom waktu—dan Sky tahu, ia tidak boleh terlambat.
Seluas mata memandang, Sky tak kunjung menemukan sosok Anne. Yang terlihat hanya kerumunan orang asing lalu-lalang, bagai lautan manusia yang menelannya dalam keputusasaan.
“Oh iya… aku harus tanya petugas bandara,” gumam Sky, baru saja terpikir jalan keluar.
Namun langkahnya terhenti ketika sebuah tangan kuat menarik bahunya dari belakang. Sky terpaksa menoleh, dan mendapati wajah yang tak asing.
“Tidak akan kubiarkan kamu mengusik hidup adikku, Sky.”
Suara itu tegas, dingin, penuh ancaman. Adam—kakak Anne—berdiri tegak di hadapannya. Tatapannya menusuk, penuh kewaspadaan.
Sejak awal Sky menginjakkan kaki di bandara, Adam ternyata sudah memantau gerak-geriknya. Ia tahu betul, cepat atau lambat Sky pasti akan datang, mencoba menggagalkan keberangkatan Anne. Dan sesuai dugaannya, kini semua terbukti.
“Anne berhak mendapatkan ketenangan,” lanjut Adam dengan rahang mengeras. “Dan kamu… kamu justru sumber luka terbesar dalam hidupnya.
“Aku tidak jadi menikah,” ucap Sky buru-buru, matanya menatap Adam penuh harap. “Jadi tolong… izinkan aku menikah dengan Anne, Kak. Aku janji tidak akan membuatnya kecewa.”
Sky benar-benar tidak menyangka kalau Adam sejak tadi mengawasi pergerakannya. Ia pikir di tengah kerumunan ini ia aman, tapi rupanya langkahnya sudah terbaca sejak awal.
Adam menggeleng keras, sorot matanya penuh penolakan. “Meskipun kamu membatalkan pernikahanmu, itu tidak berarti aku akan mengizinkanmu menikahi Anne. Pria sepertimu… tidak pantas untuknya, Sky.”
Sky mengepalkan tangan, suaranya bergetar tapi tegas. “Aku ayah dari anak yang sedang dikandung Anne. Jangan lupakan itu, Adam!”
Tapi Adam sama sekali tidak goyah. “Ayah?” ia mendengus sinis. “Jangan salah. Sudah ada orang lain yang mau mengakui anak itu sebagai miliknya. Bahkan pria itu jauh lebih baik dan berani dibanding dirimu, Sky. Dan jelas—aku lebih mempercayakan adik dan keponakanku padanya, bukan padamu.”
Sky tertunduk lemas, kakinya seperti kehilangan tenaga. Dadanya sesak, hatinya hancur berkeping-keping. Ia tak pernah menyangka… dirinya kembali tertinggal, semakin jauh dari Anne.
Bruggggh!
Sebuah pukulan keras mendarat telak di wajahnya. Sky terhuyung, hampir jatuh tersungkur ke lantai bandara.
Adam berdiri dengan rahang mengeras, matanya berkilat penuh amarah yang selama ini ia pendam. “Itu untukmu, Sky! Pukulan karena kamu berani lagi-lagi mengejar adikku. Aku sudah terlalu sabar sejak pertama kali kita bertemu. Tapi karena Anne tidak suka keributan, aku menahan diri. Dan sekarang… kamu pantas menerimanya.”
Sky terdiam. Tak ada kata, tak ada perlawanan. Hanya rasa perih di wajahnya—dan di hatinya yang jauh lebih menyakitkan. Ia tahu, bogem itu memang pantas ia dapatkan.
Adam meliriknya sekilas sebelum berbalik pergi, langkahnya berat tapi tegas. Namun dalam hati, ia belum benar-benar puas. Baginya, satu pukulan belum cukup untuk membalaskan luka yang Sky torehkan pada Anne.
“Denis, benar katamu… Sky memang menyusul kalian,” ucap Adam setelah masuk ke dalam mobil. Suaranya berat namun penuh kepuasan saat merekam pesan suara. “Aku baru saja menemuinya di bandara—bahkan sudah melayangkan pukulan di wajahnya. Tenang saja, aku jamin dia tidak akan bisa menyusul. Hati-hati kalian berdua.”
Pesan suara terkirim. Adam bersandar di jok mobil, tersenyum puas. Prediksi Denis terbukti tepat, dan baginya tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat Sky dipukul mundur tanpa daya.
Sementara itu, di dalam bandara… Sky masih berusaha menahan emosi. Ia berdiri di depan meja informasi, sedikit berdebat dengan petugas bandara.
“Tolong cek sekali lagi,” pintanya dengan nada cemas. “Atas nama Anne… pasti ada dalam daftar penumpang. Penerbangan luar negeri, apa pun tujuannya.”
Namun petugas tetap menggeleng sopan. “Maaf, Pak. Tidak ada nama Anne yang sesuai dengan identitas yang Anda sebutkan.”
Sky semakin bingung. Dadanya berdebar keras. Bagaimana mungkin? Ronal bilang Anne berangkat hari ini… Adam juga bilang Anne sudah pergi sejak dini hari. Tapi kalau memang begitu, kenapa namanya tidak ada dalam daftar penumpang?
“Pak, dia benar-benar bertanya pada petugas bandara,” lapor Yuda dengan suara hati-hati lewat sambungan telepon, setelah kembali mengikuti Sky dari jauh. “Tapi jelas tidak ada nama Nona Anne dalam daftar penumpang. Sekarang Sky terlihat semakin kebingungan.”
Adam menyandarkan tubuhnya di jok mobil, senyum tipis terukir di bibirnya. “Biarkan saja dia kebingungan. Mau dia mencari ke penerbangan manapun, hasilnya tetap sama—kosong.”
Ia menghela napas puas, suaranya penuh kemenangan. “Karena Anne dan Denis tidak langsung lewat jalur udara, Yuda. Mereka menggunakan jalur darat, udara, dan laut sekaligus. Dengan begitu, Sky tidak akan pernah bisa menebak arah tujuan mereka.”
Adam memejamkan mata sejenak, membiarkan rasa puas itu menguasai dirinya. Permainan sudah berjalan sesuai rencana. Dan Sky, baginya, hanyalah pion kalah yang terjebak dalam kebodohan sendiri.
“Aku kehilangan jejaknya…” batin Sky, kedua tangannya mengepal di setir mobil. Ia baru saja keluar dari bandara setelah berkali-kali memastikan—tidak ada nama Anne dalam daftar penerbangan, baik kemarin maupun hari ini.
Kepalanya tertunduk, napasnya berat. “Apa mungkin… Anne masih di sini?” gumamnya lirih, seolah bicara pada dirinya sendiri. “Apa dia… tidak jadi pergi?”
Hatinya diliputi harapan tipis, meski pikirannya dipenuhi keraguan. Ada rasa lega yang ingin ia percayai, namun bayangan kata-kata Adam terus menghantui.
Sky menatap kaca depan mobil, matanya kosong tapi penuh tekad. Anne… di mana pun kamu berada, aku akan menemukanku. Aku tidak akan menyerah."