Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Poros Baru, Kamu Segalanya
Ariana membuka laci lemari kecil di sudut ruangan dan mengambil bingkai foto dari kayu sederhana yang sudah ia siapkan sehari sebelum pergi USG. Ariana memasukkan foto itu ke dalam figura lalu meletakkannya di atas rak dekat jendela. Bibir Ariana melengkung ke atas, sedikit gemetar saat menatapnya.
“Maaf ya…” bisiknya pelan. “Mama baru bisa lihat kamu sekarang.”
Ia tertawa kecil, sambil mengusap sudut matanya.
“Uangnya nggak banyak… tapi cukup buat kamu lahir di tempat yang layak Nak. Nggak mewah tapi mama pastikan itu nyaman.”
Pintu rumah diketuk dua kali. Ariana tahu pasti suara itu.
“Mbaaak… aku bawa loyang yang kemarin!”
Risa muncul dari balik pintu sambil membawa loyang kecil di tangannya.
“Masuk aja Ris,” ujar Ariana tetap pada posisinya.
Risa melangkah masuk dan matanya langsung tertuju pada figura di rak kayu.
“Itu… apa Mbak?” tanyanya pelan, menunjuk gambar hitam putih itu.
Ariana tersenyum. Ia mendekat, lalu duduk di sisi Risa.
“Itu… dedek bayi yang lagi ada di dalam perut Mbak.”
“Tapi dia kok kecil banget Mbak,” gumam Risa, mendekatkan wajahnya ke gambar.
“Iya masih kecil, tapi dia udah bisa gerak loh Ris.”
“Serius?”
“Serius. Tadi waktu di periksa dokter, dia gerakin tangan sama kakinya tuing… tuing… gitu.”
“Kalau dia lahir nanti, Mbak mau kasih nama siapa?”
Ariana terdiam, pandangannya kembali ke figura itu. “Mbak belum tahu… Nanti akan Mbak pikirkan nama terbaik untuknya.”
Risa mengelus perut Ariana. “Kalau bayinya udah lahir, aku boleh main sama dia kan Mbak?”
Ariana mengangguk. “Boleh banget.”
“Aku juga boleh bantu gendong? Aku bisa kok gendong yang lembut.”
“Nanti kita sama-sama belajar ya. Ini juga pengalaman pertama buat Mbak.”
“Yay!” Risa melompat kecil dari bangku. “Aku bakal jadi peri buat ade bayi nanti.”
Risa tertawa. “Kalau gitu kamu harus mulai latihan menjaga bayi dari sekarang Ris ha ha.”
Risa mengangguk patuh. “Tentu dong Mbak.”
“Terimakasih ya Ris, sudah temenin Mbak.”
“Sama-sama Mbak, aku juga seneng banget ada Mbak disini.”
Mereka tertawa dan bercerita bersama, nanti kalau ade bayi lahir aku akan…, ya rencana yang disusun untuk menyambut cahaya baru dalam kehidupan mereka.
Ariana duduk di lantai rumahnya yang bersih. Di depannya, satu kotak sepatu bekas terbuka, dan di dalamnya tersusun lembaran-lembaran uang kecil senilai lima ribuan, dua ribuan, bahkan beberapa seribuan yang masih terlipat rapi. Ia lalu membuka buku catatan kecil bersampul merah muda, dan mulai mencatat pengeluaran:
Ia mengetuk-ngetuk pulpen di ujung bibir, berpikir sejenak.
“Masih bisa hemat lauk dua hari ke depan. Aku masih punya telur,” bisiknya pelan.
Tangannya meraih kotak ‘Untuk kebutuhan bayi dan Sedikit tabungan.’dan memasukkan dua lembar lima puluh ribuan serta satu lembar dua puluh ribuan ke dalamnya.
Setiap kali ada yang membeli dua kotak brownies, Ariana menyisihkan lima ribu. Setiap empat loyang bolu terjual, dua puluh ribu ia selipkan. Uangnya tidak bernilai besar, Ariana tahu itu. Tapi sedikit demi sedikit untuk masa depan yang baik bagi si kecil, poros hidupnya saat ini.
“Lagi isi ya, Mbak?” tanya ibu penjual sayur saat Ariana belanja kepasar. Ariana hanya mengangguk pelan. Perutnya sudah mulai terlihat, pelan-pelan orang-orang akan menyadari ada kehidupan yang bersemayam di dalam rahimnya. Yang Ariana syukuri tetangga sekitar sini bukan tipe tetangga kepo atau bermental pembully.
Ariana tersenyum haru melihat seikat bayam merah yang dimasukkan dalam kantong belanjaannya tanpa menambah harga. ‘Tuhan terimakasih’ batin Ariana.
Setelah berbelanja, ia pergi ke toko bayi sederhana yang terletak di belakang pasar.
Ariana berdiri lama di depan rak baju bayi. Yang satu putih biasa dan yang lain bergambar kelinci kecil. Yang bergambar lima ribu lebih mahal. Ariana teringat bantal bayi yang diberikan oleh Ibunya Risa, perlahan ia meletakkan yang putih polos kembali ke tempatnya.
“Biar sama.” gumamnya.
“Oh… ada yang paket.” Ariana mengembalikan baju bayi satuan yang sempat ia masukkan ke dalam keranjangnya. Rupanya ada yang paketan, sepuluh pasang baju bayi campur lengan panjang dan pendek, tiga topi, enam pasang kaos kaki dan enam pasang sarung tangan. Ariana mengambilnya setelah dihitung dengan teliti membeli paketan jauh lebih murah.
“Motifnya sama dengan yang tadi, kelinci kecil yang lucu.”
Ia juga memilih selimut tipis bergambar awan, satu pak sabun bayi kecil, pampers, tissue kering dan tissue basah.
Satu tendangan terasa dari dalam perutnya. ”Tenang saja, uang kita masih lebih dari cukup Nak.” Ariana mengelus perutnya. Selain keuntungan berjualan kue, ia masih punya sisa tabungan selama di rumah Montgomery. Sean memang tidak mencintainya, tapi ia bukan pria jahat yang tidak memberikannya uang.
Ariana membayar belanjaannya lalu kembali ke rumah.
Ariana membuka kantong belanjaannya dengan hati-hati di malam hari. Sepulang dari pasar, ia masih harus menyelesaikan lima loyang brownis yang dipesan tetangga secara tiba-tiba. Tidak masalah, bagi Ariana itu rejeki. Ia menyentuh setiap barang yang dibeli, membayangkan kulit bayinya menyentuh selimut itu. Membayangkan suara tangis kecil memenuhi ruangan sunyi ini. Ariana meraih gulungan benang wol warna krem dan sepasang jarum rajut yang dibelinya sebulan lalu dari pasar loak. Ia akan mulai merajut topi untuk bayinya. Bukan barang mahal, tapi ini ia buat dengan banyak cinta. Ia teringat kehidupannya di masa lalu, hidup tapi tidak terlihat.
Ariana tidur di emper toko roti yang setiap pagi membuang sisa kuenya ke tong sampah. Ia tahu persis jam berapa karyawan toko itu mulai menyapu dan membuang. Sedikit saja ia terlambat, maka kue-kue itu akan berjamur di tempat sampah. Ia juga pernah tidur di halte saat hujan deras, pakaiannya basah, perut kosong dan ia… sendirian. Dulu ia pernah berharap, saat James hadir dalam kehidupannya membawa cerita baru. Tapi tidak, dunia tidak benar-benar adil padanya saat itu. Meskipun ia berada di rumah besar dengan puluhan pelayan, memiliki suami yang terkenal di seluruh penjuru kota, menyandang gelar Montgomerry di belakang namanya, berada di pesta yang dipenuhi banyak manusia, tetap saja ia sendirian.
Tangannya gemetar sedikit saat mengambil benang untuk melanjutkan simpul topi rajut itu.
“Mama memang tidak pernah ditakdirkan untuk punya apa-apa sejak dulu, dan sekarang kamu ada… kamu adalah cahaya baru yang Tuhan hadiahkan untuk Mama, kamu segalanya Nak.”
Ariana ingin anaknya kelak punya cinta yang utuh dan tumbuh juga penuh cinta, tidak seperti dirinya. Dan kehidupan itu hanya akan mereka dapatkan di sini, di rumah yang kecil ini, jauh dari hiruk pikuk kota dan jauh dari… Sean, orang yang dulu ia pikir juga pusat dunianya.
tp sebelumx buat Sean setengah mati mengejar kembali ariana