NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author:

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.

Bab 9: Perasaan Apa Ini?

“Selina!”

“Sel! Anj*r Sel, lo kenapa?”

“Selina?” Baskara menepuk pelan pipi Selina sambil menopang tubuhnya yang tumbang di pelukannya.

Baskara mengutuk dirinya sendiri saat merasakan suhu tubuh Selina yang begitu panas. Dia tidak pernah merasa memiliki tanggung jawab sebesar ini. Biasanya dia akan membiarkan dan menyuruh orang untuk menyelesaikan, tapi tidak tahu kenapa… dia tidak bisa meinggalkan Selina begitu saja.

“Sel… hey! Selina…” suara Tessa terdengar panik ketika mendapat respon kecil dari Selina.

Megan membantu menahan bahu temannya itu, wajahnya pucat. Selama ini, dia tidak pernah melihat Selina dalam keadaan tidak berdaya.

“Sh*t dia pingsan.”

Tessa mengguncangkan bahu Selina, mencoba menyadarkannya. “Sel… bangun…”

Megan menoleh cepat, suaranya sedikit bergetar. “Kita harus bawa ke klinik kampus.”

“I’ll take her,” suara Baskara menyadarkan Megan dan Tessa. Mereka berdua serentak menggelang kepala.

“It’s okay, Pak. Kami bisa bawa Selina,” ujar Megan, matanya terlihat berbinar.

Baskara menataonya tajam, “Kalian berdua bahkan gemeteran. Selina butuh diangkat, bukan diseret.”

Megan menggigit bibir bawahnya, sadar ucapan dosennya itu benar. Mereka mungkin tidak sanggup membopong Selina sendirian. Dia melirik Tessa yang mengangguk.

“Kalian bantu bawa barangnya,” ujar Baskara.

Tak banyak bicara lagi, Baskara langsung mengangkat Selina dalam posisi bridal style. Beberapa mahasiswa menahan nafas, bahkan ada yang berbisik histeris melihat dosen itu terlihat seperti gentleman membopong Selina sangat mudah. Megan dan Tessa berlari kecil di belakang Baskara, mengikutinya sampai parkiran mabil sang dosen.

Baskara membuka pintu mobilnya dengan cepat, lalu menurunkan tubuh Selina dengan hati-hati ke kursi penumpang belakang. Dia memastikan seatbelt terpasang sempurna sebelum menutup pintu. Megan dan Tessa masih mengatur nafasnya yang tersengal.

“Pak… kami ikut ke klinik kan?” tanya Megan.

Baskara menatap mereka sebentar. Sejujurnya, dia ingin membawa Selina sendiri, tapi dia sedang menjadi Baskara, seorang dosen, tampaknya tidak etis membawa mahasiswi sendirian—juga mengurangi desas-desus tidak mengenakkan nantinya.

“Of course. Masuk ke belakang.”

Tessa langsung membuka pintu belakang dan mendoronv Megan agar cepat masuk. Begitu pintu tertutup, Baskara masuk ke kursi supir. Dia tidak bisa berpikir lagi, tujuannya hanya klinik kampus dan Selina cepat siuman. Dia tidak memedulikan ‘Leonhard’ dalam dirinya. Di sini, sekarang, dia adalah Baskara.

Baskara langsung menyalakan mesin mobil dan menginjak gas. Dia sesekali melihat ke kaca spion—dia bisa melihat Megan dan Tessa yang masih panik karena Selina belum juga sadarkan diri. Tangannya mencengkran erat setir, rahangnya mengeras.

Kalau saja kejadian ini berada di tangan Leonhard, mungkin dia akan menanganinya dengan leluasa tanpa harus menjadi pusat curiga temannya Selina.

“Sel… lo kenapa sih… jangan bikin gua takut gini dong,” ucap Tessa lirih.

“Dia pucet banget, Pak… apa gak langsung ke rumah sakit kota aja?” tegur Megan dengan suara yang sedikit bergetar.

Baskara menoleh ke belakang sebentar. “No. Klinik kampus lebih dekat, lebih cepat. Setidaknya dia cepat ditangani,” jawabnya sambil melihat kaca spion, pandangannya jatuh pada Selina yang terkulai lemas dipelukan Megan.

“Dia… gak pernah pingsan sebelumnya. Kalau sampai—”

“She’ll be fine.” Baskara memotong ucapan Tessa, sedikit kesal dengan kepanikan yang berlebihan itu.

Mobilnya melaku cepat, hampir tanpa jeda di setiap tikungan. Megan dan Tessa terhs mengelus lengan Selina bergantian.

Tiba-tiba Selina mengerang pelan. Kelopak matanya sedikit bergetar, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu.

“Sel..?” seru Tessa.

“Le…” suara Selina tidak jelas seperti gumaman random.

“Kenapa Sel?” tanya Megan sambil menyisir rambutnya yang menutupi mata, mendekatkan telinganya ke mulut Selina.

“Le… ard…” lirih Selina. Ucapannya lebih seperti orang mengigau.

Baskara melirik kaca spion sekali lagi, penasaran juga dengan apa yang ingin dikatakan Selina.

“Bentar lagi kita nyampe klinik, lo sabar ya,” ujar Tessa menenangkan.

“Leonhard…” suara Selina lembut seperti desiran angin.

“Hah?” kata Megan dan Tessa berbarengan, mereka tidak menangkap omongan Selina. Tapi… telinga Baskara bisa mendengar dengan jelas dia memanggil nama itu.

Genggaman tangan di setirnya semakin menguat, urat tangannya terlihat jelas. Perasaannya campur aduk. Bahkan saat Selina berada di bawah alam sadarnya, dia masih bisa mengingat Baskara dan Leonhard. Hal itu membuat Baskara berpikir… apakah sebenarnya Selina sudah menyusun puzze ini atau… hanya kebetulan belaka?

Dia berpikir, kalau memang Selina mulai merasakan ada sesuatu yang ganjil, itu bisa jadi masalah. Terlalu cepat dan bahaya.

Baskara menyisir rambutnya. Pikiran itu memenuhi otaknya. Leonhard dalam dirinya ingin menjauh, melindungi rahasia. Tapi Baskara… memilih untuk bertahan. Padahal, awalnya dua hanya ingin menjadi dua identitas yang berbeda, bukan dua kepribadian yang berbeda. Atau memang… dia sudah terjebak dalam sandiwaranya sendiri?

Ban mobil berdecit sedikit saat Baskara mengerem mendadak di depan parkiran klinik kampus. Tanpa menunggu lama, dia keluar dari mobil dan membopong Selina ke dalam klinik. Mereka bergila langsung lari kedalam, membuat beberapa mahasiswa yang kebetulan ada di sana melirik penasaran.

Seorang perawat menyambut mereka dengan terkejut sambil memerintahkan perawat lain untuk mengambil brankar.

Tanpa banyak bicara, Baskara langsung menurunkan Selina ke atas brankar agar cepat ditangani. Megan dan Tessa saling menatap dengan wajah khawatir.

“Mahasiswi ya, Pak?” tanya salah satu perawat tadi.

“Iya,” jawab Baskara singkat dan cepat. Pandangannya masih pad brankar yang sudah memasuki ruangan. “Tolong periksa kondisinya secepat mungkin.”

“Tidak udah khawatir, Pak. Kami akan menanganinya sebaik mungkin.”

Baskara berbalik badan, melihat Megan dan Tessa saling bergenggaman tangan—saling menguatkan.

“Kalian cari makan aja dulu. Biar saya yang tunggu di sini,” ujar Baskara dengan lembut.

“Tapi, Pak…”

“Saya gak mau ada yang tumbang lagi, so… please isi perut kalian,” ucapnya sedikit tegas. Megan dan Tessa kemudian pamit keluar untuk mencari makanan di sekitar klinik itu.

Baskara duduk di ruang tunggu, sesekali melirik jam di tangannya. Waktu terasa berjalan lambat, hanya terlihat para perawat dan dokter yang mondar-mandir di koridor.

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Seorang perawat datang dengan membawa papan dada berisi catatan medis.

“Dengan wali, Selina Lakeisha?” tanga perawat itu. Baskara langsung berdiri dan mendekati perawat itu.

“Sudah di cek, Pak. Kondisinya tidak terlalu parah—tidak ada yang berbahaya, hanya dari kadar alkohol yang masih tersisa di tubuhnya, perut kosong, dan… kurang tidur,” jelas perasat itu.

Benar saja dugaan Baskara. Sejak awal dia melihatnya di kelas, Selina sudah terlihat pucat. Tapi, gadis itu sangat keras kepala hingga akhirnya begini.

Baskara mengangguk, wajahnya serius. “Boleh saya masuk?”

“Silahkan. Saat ini dia masih tertidur, nanyi kalau sudah sadar pastikan dia banyak minum dan makan sesuatu.”

“Baik.”

Baskara bergegas memasuki ruangan itu. Dia melihat Selina terbaring lemas di kasur. Ada rasa di hatinya… perasaan aneh yang sudah lama tidak pernah dia rasakan—khawatir. Kenapa hatinya begitu cepat melembut dengan Selina? Ada sesuatu dalam Selina yang membuat Baskara tergila-gila, tapi dia masih belum mengakui itu.

Dilihat pasanya yang… manis. Wajahnya sama sekali tidak membosankan. Ini aneh. Sudah lama Baskara tidak merasakan ini. Dia mendekat dan duduk di kursi samping ranjang Selina berbaring. Dia menarik nafas panjang, setengah lega setengah resah.

“Kamu benar-benar membuat saya gila, Selina.”

Mata Selina mengercap pelan. Jari-jarinya bergerak sedikit. Cahaya putih dari lampu ruangan menusuk matanya. Kepalanya berat, tapu sudah terasa lebih ringan. Butuh beberapa detik sebelum kesadarannya pulih seutuhnya.

Suara nafas seseorang membuatnya menengok ke samping. Matanya bertemu dengan orang yang paling dia hindari.

Baskara duduk di samping sambil menataonya dengan tatapan khawatir, tapi body language-nya seperti akan mengomelinya—duduk tegap, tangan dilipat di dada, dan dahinya sedikit mengkerut.

“Pak…?” ucap Selina, suaranya masih sedikit serak. Baskara membukakan botol mineral yang sudah di sediakan oleh sang perawat, kemudian menyodorkanya kepada Selina.

“Minum dulu.”

Selina mengambil botol itu. Menatap botolnya kemudian mata Baskara. Sepertinya aman, dia langsung meminum air itu, melembabkan tenggorokannya yang kering.

“Megan dan Tessa juga ikut, tenang saja. Mereka lagi cari makanan. Saya gak mau ada yang tumbang lagi,” nadanya seperti mengomeli Selina, tapi kemudian tatapannya melembut. “Kamu sadar gak seberapa parah tadi kamu ngebuat orang-orang panik?” tambah Baskara

“Maaf…” gumam Selina pelan.

Baskara menggelengkan kepalanya pelan, sembari mengambil botol dari Selina dan meletakkannya di atas meja.

“Jangan minta maaf ke saya.” Tatapan Baskara semakin lembut, membuat hati Selina terhanyut dalam tatapannya. “Kamu yang harus lebih sayang sama diri sendiri.”

Selina terdiam. Dia merasa aneh, tapi dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Baskara. Rasanya… terlalu dekat, seperti dia baru saja mengizinkan Baskara masuk ke ruang personalnya.

“Habis ini, kita cari makan, ya,” kata Baskara. Selina bergegas duduk, tapi di tahan oleh Baskara.

“Pelan-pelan. Kesadaran kamu belum maksimal.”

Karena masih lemas, Selina tidak bisa banyak berdebat. Dia takut kepalanya pecah, dan akhirnya patuh pada setiap kalimat yang keluar dari mulu Baskara.

“Nanti saya antarkan kamu pulang,” tambah Baskara. Selina mendesah pelan, merasa dia merepotkan.

“Oh… gak apa-apa, Pak. Saya nanti naik taxi online aja sama Megan dan Tessa,” tolak Selina.

Baskara menggeleng pelan. “Tidak ada penolakan. Kamu berangkat sama saya, pulang juga sama saya.”

Selina terdiam lagi. Jantungnya tiba-tiba berdebar. Dia seperti habis kepentok beton di kepalanya. Kenapa semua pikiran tentang Baskara di otaknya tiba-tiba ter-reset menjadi lebih baik? Lalu… perasaan apa ini? Rasanya sama ketika dia bersama Leonhard. Apakah Selina cewek gila yang mengejar dua orang pria sekaligus? Yang benar saja.

Selina akhirnya menyerah dan setuju dengan Baskara.

Baskara tersenyum sangat manis. “That’s the Selina I want to see.” Tangannya mengusap belakang kepala Selina.

Lagi-lagi Selina tertegun, tapi dia tidak bisa apa-apa. Badannya seperti sedang syok berat sehingga tidak bergerak.

Baskara tertawa dalam hatinya. Sekali lagi, dia merasa menang. Tapi dengan secepat kilat, dia langsung mengabaikan perasaan itu. Ditariknya tangan dari kepala Selina. Senyumnya langsung pudar membuat Selina menatapnya bingung.

“Jangan salah paham. Saya hanya memastikan kamu bisa jaga diri,” katanya datar.

Selina menelan ludah, jangungnya masih berdegup cukup kencang. Ia ingin membantah, tapi lidahnya kelu.

“Biasakan sebelum memulai kegiatan, perutnya diisi ya… jangan sampai hari ini terjadi lagi,” tambah Baskara.

Selina bisa merasakan perbedaan nada dari yang sebelumnya. Kalimat itu… terdengar seperti formalitasnya sebagai dosen ‘ramah’, maka dia hanya mengangguk.

Baskara cepat-cepat beridri, menarik selimut Selina lebih tinggi sehingga menutupi seluruh tubuhnya.

“Kamu sekarang istirahat, ya. Saya selesaikan administrasinya dulu.” Suaranya terdengar tulus lagi. Ada apa dengan dosen itu… dia merasa ditarik-ulur.

Sebelum Baskara berjalan keluar dia berkata lagi gang membuat jantung Selina semakin kacau.

“Don’t make me worry again, okay?”

Untuk pertama kalinya, Baskara terasa personal, begitu dekat—bahkan terlalu dekat. Dan dia meninggalkannya di ruangan sunyi ini dengan degupan jantungnya semakin terdengar berat di telinga.

1
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!