Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Alin
"Jangan bahas Gendhis!" seru Alan dengan nada suara mendadak naik satu oktaf.
"Kenapa? Adek kan pengin tau, apa dulu Mbak Gendhis pernah dibonceng kakak seperti ini juga atau enggak?"
Lintang masih didera cemburu dengan kedekatan Gendhis pada Alan. Hal yang wajar sebagai seorang istri yang memang mencintai suaminya.
"Aku lagi malas bahas wanita lain. Lagi pengin fokus dengan Alin," ucap Alan dengan nada suara yang kembali normal. Ia berusaha tidak ikut emosi menghadapi Lintang yang sedang marah padanya.
"Alin? Siapa dia? Teman kakak waktu SMA, kuliah apa kerja?" cecar Lintang.
"Masa kamu enggak kenal sama Alin?"
"Enggak,"
"Lah ini Alin udah di atas motor dan siap mau berangkat malmingan berdua loh,"
"Siapa sih, Kak?" desak Lintang. "Aku lagi enggak bisa berpikir daftar teman-teman kakak malam ini. Otakku lagi malas, soalnya kakak nyebelin!" desisnya.
"Nyebelin, tapi katanya adek sayang kakak. Jangan pergi, Kak. Huhu..." ucap Alan seraya memperagakan gaya dan ucapan Lintang beberapa saat yang lalu ketika pergi keluar rumah mencarinya seperti orang gila.
PLAKK !!
Refleks Lintang membuka pelukannya pada tubuh Alan, lalu memukul punggung suaminya itu cukup kencang.
"Wah, kemajuan nih udah berani kdrt ya." Goda Alan.
Entah mengapa malam ini Alan seakan mempunyai hobi baru yakni menggoda istri kecilnya itu.
"Jadi pergi enggak? Keburu adek ngantuk nih!" seru Lintang.
"Siap grakk, Nyonya kecil. Alin meluncur,"
"Alin lagi, Alin lagi!"
Alan tertawa kecil mendengar Lintang mengomel tentang sosok Alin.
"Alin itu kepanjangan dari Alan-Lintang. Apa sekarang adek sudah paham dan enggak marah lagi?"
"Yang bener, Kak?" Lintang mendadak terkejut, namun wajahnya merah merona lebih dulu.
"Beneran. Lagi pula kakak enggak punya teman namanya Alin. Itu memang gabungan nama kita berdua. Suka enggak?"
"Adek suka, Kak. Suka banget," sahut Lintang secepat kilat seraya tersenyum sumringah. Hatinya perlahan melembut.
"Ayo, pasang sabuknya lagi."
Lintang yang sedang tersipu malu bercampur bahagia, otomatis langsung memeluk tubuh Alan dengan erat dari belakang.
"Oh ya, kakak dapat ide nama Alin berapa lama?" tanya Lintang.
"Astaga, pertanyaan bocil yang satu ini selalu penuh ranjau. Salah jawab pasti ujungnya mewek, ngomel terus ngambek. Benar-benar menguji iman dan takwa," batin Alan.
"Kak," panggil Lintang karena Alan masih terdiam dan belum menjawab pertanyaannya.
"Sejak beberapa menit yang lalu," jawab Alan yang memilih untuk jujur dan apa adanya.
"Isshh, gak romantis!"
"Masa jadi cowok romantis alias numpang rokok makan gratisan doang ke ceweknya. Bukan Dokter Alan banget tuh,"
"Bukan romantis yang seperti itu, Kak. Dasar enggak nyambung!" sungut Lintang.
Alan justru tertawa kecil dan Lintang baru menyadari jika ternyata Alan sedang menggodanya.
Detik selanjutnya, motor pun melaju dengan kecepatan sedang membelah Kota Bandung.
☘️☘️
Mereka berdua akhirnya telah tiba di sebuah cafe yang berada di daerah Dago, Bandung. Cafe tersebut buka 24 jam.
"Kita malmingan di sini, Kak?" tanya Lintang seraya pandangannya sedang menyusuri bangunan cafe yang ada di depannya.
Saat ini mereka masih berada di area parkiran cafe.
"Iya," jawab Alan. "Apa kamu enggak suka tempatnya?"
"Bagus, Kak. Aku suka kok," jawab Lintang terdengar begitu antusias. "Jam segini ternyata masih rame ya cafenya," sambungnya.
"Wajar, kan ini malam mingguan. Jadi, banyak muda-mudi yang masih pada nongkrong. Ayo kita masuk,"
Tiba-tiba Lintang terkejut karena Alan menggandeng tangannya penuh kelembutan. Mereka berdua akhirnya berjalan memasuki cafe.
Tanpa sengaja Lintang ikut menguping pembicaraan Alan dengan pelayan cafe ketika mereka baru saja masuk. Ternyata Alan sudah melakukan reservasi sebelumnya.
Keduanya duduk di salah satu spot favorit di cafe tersebut. Terletak di bagian pinggir dimana ada kaca yang setengah terbuka sebagai pembatas.
Lintang bisa melihat dengan jelas keindahan malam Kota Bandung dari atas sana. Sungguh ia sangat menyukai pemandangan yang tersaji di depan kedua matanya saat ini.
Udara Kota Bandung yang cukup dingin tak mempengaruhi sepasang suami-istri tersebut untuk bermalam mingguan asyik di sana. Ada jaket yang masih mampu menghalau udara dingin tersebut.
"Kapan kakak reservasi?"
"Tadi di rumah sewaktu kamu lagi ganti baju habis cuci kaki,"
"Kakak sengaja mau bawa adek ke sini?"
"Hem,"
"Kenapa?"
"Sebagai ucapan permintaan maafku. Sejak dari Jakarta sampai kita pindah ke Bandung, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai lupa bawa kamu jalan-jalan."
"Oh, aku pikir karena Mbak Gendhis."
"Memangnya tadi kamu bicara apa saja dengan Gendhis di telepon?"
"Aku bilang kalau kita udah menikah!" ketus Lintang menjawabnya.
Lintang yang masih sedikit kesal, sengaja tak berucap maaf pada Alan karena telah melanggar kesepakatan mereka tentang pernikahan rahasia ini.
"Itu saja?" tanya Alan.
"Iya," jawab Lintang. "Kakak enggak percaya ke adek?"
"Percaya," jawab Alan. "Aku cuma sekadar tanya saja," imbuhnya.
"Kakak enggak marah karena aku udah bilang soal pernikahan kita ke Mbak Gendhis?"
"Enggak apa-apa. Kakak enggak marah kok,"
Lintang terdiam sembari mengamati secara seksama iris mata Alan yang tak menampakkan kebohongan di sana bahwa suaminya itu tak marah padanya perkara tersebut.
Alan pun makan menu nasi goreng kecombrang yang sengaja dipesannya karena perutnya sedang lapar. Sedangkan Lintang makan roti bakar isi selai srikaya. Keduanya makan dalam diam.
Dalam waktu sekejap, Alan telah menghabiskan sepiring nasi gorengnya.
"Kakak doyan apa laper?"
"Dua-duanya. Hehe..." jawab Alan seraya terkekeh sendiri.
"Besok, apa kakak enggak praktek?"
"Libur sehari,"
"Kak, adek boleh minta izin gak?" celetuk Lintang.
"Izin apa?"
"Adek pengin ikut kursus masak,"
"Boleh saja asal bisa bagi waktu,"
"Kursusnya seminggu tiga kali. Durasinya cuma dua jam saja setiap pertemuan,"
"Kenapa kamu pengin kursus masak?"
"Kemarin adek lihat di aplikasi streaming You ta Bok ada ibu-ibu sukses buka usaha catering,"
"Terus, kamu mau buka catering juga kayak ibu-ibu itu?"
"Adek cuma pengin bisa masak yang enak di rumah. Kalau buka usaha catering, belum kepikir sampai ke sana."
"Sudah cari-cari tempat kursusnya?"
"Sudah, di bantu sama Mbak Mila. Tapi belum nentuin yang mana,"
"Mbak Mila-tetangga depan rumah?"
"Iya,"
"Dia mau ikut kursus juga?"
"Iya," jawab Lintang. "Kata Mbak Mila, dia ikut kursus cuma buat ngisi waktu luang sekalian nambah ilmu memasaknya juga."
"Kakak sih setuju saja. Nanti kamu kasih brosurnya ke kakak,"
"Oke, Kak. Makasih ya,"
"Hem,"
☘️☘️
Pukul satu dini hari, Alan dan Lintang baru saja keluar dari cafe. Mereka hendak pulang ke rumah. Tiba-tiba...
"Kak, hujan!" seru Lintang yang merasakan air mendadak turun dari langit dan perlahan membasahinya.
"Iya, aku tau."
"Gimana nih, Kak? Baju adek mulai basah,"
Alan segera menepikan motornya di sebuah halaman minimarket yang telah tutup. Dengan cepat ia memakaikan Lintang jas hujan yang memang tersedia di dalam jok motornya. Alan juga memakai jas hujan ke tubuhnya.
Setelah selesai memakai jas hujan, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Akan tetapi tak berselang lama, hujan turun semakin deras.
Lintang terus memeluk erat tubun Alan di bawah derasnya hujan yang mengguyur Kota Bandung.
"Loh, kenapa kakak belok ke hotel?" tanya Lintang yang terkejut melihat Alan membelokkan motornya hingga masuk ke area basement hotel.
"Kita menginap di sini. Hujannya terlalu deras. Nanti kamu bisa sakit,"
"Tapi, adek enggak bawa baju ganti. Kakak kan juga enggak bawa. Tau gitu adek bawa koper lengkap kalau mau inap di hotel,"
"Gampang,"
"Memangnya di hotel ini jualan baju ganti ya, Kak?"
"Semoga,"
"Kalau enggak ada, gimana dong?"
"Ya, terpaksa." Alan menjawab dengan ambigu. Otomatis hal ini membuat Lintang bingung.
"Maksudnya terpaksa?"
Bersambung...
🍁🍁🍁
selamat berjuang Alan..iya lintang bs cepet luluh, tidak dengan keluarga nya LAN..papi KLO bs bawa aja lintang k luar negeri..walaupun nanti lintang hamil, jgn d kasih tau lah c Alan ini...jahat banget aku😁