NovelToon NovelToon
Jika Aku Dipelukmu

Jika Aku Dipelukmu

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:676
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Keinginan untuk dipeluk erat oleh seseorang yang dicintai dengan sepenuh jiwa, merasakan hangatnya pelukan yang membungkus seluruh keberadaan, menghilangkan rasa takut dan kesepian, serta memberikan rasa aman dan nyaman yang tak tergantikan, seperti pelukan yang dapat menyembuhkan luka hati dan menenangkan pikiran yang kacau, memberikan kesempatan untuk melepaskan semua beban dan menemukan kembali kebahagiaan dalam pelukan kasih sayang yang tulus.

Hal tersebut adalah sesuatu yang diinginkan setiap pasangan. Namun apalah daya, ketika maut menjemput sesuatu yang harusnya di peluk dengan erat. Memisahkan dalam jurang keputusasaan dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 32 : Apakah Ini Akhirnya?

Jepang, Satu hari sebelum pertarungan Fonix dan Gita..

Terdengar ketukan pintu di kediaman Tantra. Seiya yang tengah bersantai di ruang tamu, mulai beranjak melihat siapa yang datang.

"Ada siapa?" Tanya Veranda, sembari meletakan secangkir kopi di atas meja. Meski mereka belum resmi menikah, Veranda lebih sering tinggal di sini.

"Entahlah.." balas Seiya sembari berjalan ke arah pintu masuk.

Seiya membuka pintu, melihat sosok yang berdiri di depannya. "Himea."  ucap Seiya.

"Selamat siang, tuan Seiya. Apa tuan muda sudah berangkat ke Indonesia?" Tanya Himea.

Seiya terkejut dengan kedatangan Himea, dan ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. "Ya, dia sudah berangkat. Apa ada masalah yang terjadi?" tanya Seiya dengan nada yang tenang.

Himea terlihat gelisah, dan ia memandang sekeliling dengan mata yang waspada. "Sebaiknya anda segera mengejar tuan muda, sekarang." ucap Himea sedikit gelisah.

Seiya terkejut dengan perkataan Himea, dan ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. "Apa yang terjadi?" tanya Seiya dengan nada yang lebih serius.

Himea tidak menjawab, ia hanya memandang Seiya dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Tuan muda berencana untuk mendonorkan jantung, pada kekasihnya. Saya minta maaf tidak bisa mencegahnya. Sebenarnya tuan muda meminta saya untuk merahasiakan hal ini, tapi saya harus memberi tau anda." Jelas Himea. "Selain itu, tuan muda sudah menuliskan kalau kekasihnya yang akan memimpin perusahaan Fenidelity Group, ketika hal buruk terjadi padanya."

Seiya terkejut dengan pengakuan Himea, dan ia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Apa?! Fonix tidak mungkin melakukan hal seperti itu!" ucap Seiya dengan nada yang keras.

Himea memandang Seiya dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Saya minta maaf, tuan Seiya. Saya tidak bisa mencegahnya. Tuan muda sangat mencintai kekasihnya, dan ia rela melakukan apa saja untuk menyelamatkannya."

Seiya merasa seperti dipukul oleh petir. Ia tidak percaya bahwa Fonix bisa melakukan hal seperti itu. "Aku harus segera mengejarnya," ucap Seiya dengan nada yang tegas. Himea mengangguk. Seiya tidak ragu lagi, ia bergegas menuju kamar untuk mengambil barang-barangnya.

"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu sangat panik?" Tanya Veranda.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya, sekarang kamu bersiap, kita akan pergi Indonesia. Akan ku ceritakan semuanya nanti." Ucap Seiya. Meski masih di rundung tanda tanya, Veranda tetap menurut.

...***...

Gita keluar dari gedung terbengkalai itu, dengan rasa yang bercampur. Kesal, lega, sedih, kecewa, dan semuanya. Tidak ada yang bisa menggambarkan apa yang dia rasakan saat ini. Bahkan air hujan yang dingin, tidak bisa membuat tubuh Gita menggigil. Justru sebaliknya, Gita merasakan air hujan menguap. Dia sudah membalaskan dendam adiknya, tapi tidak ada rasa bahagia yang dia dapatkan.

Gita berjalan sendirian di tengah hujan, tidak tahu kemana arahnya. Ia hanya ingin menjauh dari tempat itu, menjauh dari kenangan yang menyakitkan. Air hujan terus mengalir di wajahnya, tapi ia tidak peduli. Ia hanya ingin menangis, tapi air matanya tidak mau keluar.

Sementara itu, Gita telah sampai di dekat rumah sakit, tempat Freya di rawat. Langkahnya yang menuntun sampai ke tempat ini. Gita juga tidak mengerti, kenapa dia tidak bisa menolak permintaan terakhir dari Fonix. Permintaan terakhir dari orang yang paling dia benci. Seharusnya dia tidak perduli dengan permintaan itu, tapi meski begitu hatinya berkata lain. Tubuhnya tidak mau berjalan sesuai keinginannya, hingga dia sampai di tempat ini.

Gita dengan sengaja masuk dari pintu lain. Dia tidak ingin mencolok dengan masuk dari pintu depan. Lagipula jam besuk tidak di buka pada waktu dini hari seperti ini.

Setelah masuk kedalam rumah sakit, pertama-tama Gita menyelinap ke ruangan tempat peralatan medis di simpan. Tidak mungkin dia melakukan operasi transplantasi tanpa alat. Gita harus sangat berhati-hati agar tidak ketahuan oleh pihak rumah sakit yang masih hilir mudik, meski hari sudah sangat larut.

Gita melangkah dengan hati-hati, menghindari suara langkah kakinya terdengar oleh petugas keamanan rumah sakit. Ia menyelinap ke ruangan peralatan medis, dan dengan cepat mencari alat-alat yang dibutuhkan untuk operasi transplantasi. Tangan Gita gemetar saat ia mengambil scalpel, jarum suntik, dan peralatan lainnya. Ia tidak bisa menghilangkan rasa keraguan di dalam hatinya, meski ia sendiri tidak mengerti, kenapa dia harus melakukan ini.

Gita memasukkan alat-alat ke dalam tas yang dibawanya. tapi sebelum itu, Gita terlebih dahulu pergi ke area belakang rumah sakit, kemudian menuju gudang barang-barang yang sudah tidak terpakai. Gita membuka pintu gudang yang sudah lama tidak digunakan, dan memasuki ruangan yang gelap dan berdebu.

"Berhenti, atau pisau bedah ini akan menyayat lehermu!" Gita tercekat. Tiba-tiba ada seseorang yang menempelkan pisau bedah pada lehernya dari belakang. Gita mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Namun, Gita berharap ada kesempatan untuk melumpuhkan orang di belakangnya ini.

"Buka penutup Hoodie-mu, dan tunjukan siapa kau!" Ucap Sosok tersebut dengan tegas.

Gita menurut, dia membuka pelan penutup Hoodie di kepalanya, kemudian membuat gerakan yang mengecoh lawan, membuat pisau bedah yang di todongkan padanya menjauh. Gita memutar tubuhnya hendak memberikan tendangan pada lawannya, namun lawannya memberikan serangan yang serupa, hingga kaki mereka berdua beradu.

"Gita!?" Ucap sosok tersebut nampak terkejut. Tak urung Gita juga ikut terkejut.

"Helisma?"

Keduanya sama-sama tertegun. Mereka adalah teman lama yang dulu sangat dekat, sejak kecil. Namun Eli terpaksa harus ikut kedua orang tuanya ketika ayahnya bekerja di kota lain.

"Kamu, sedang apa di sini?" Tanya Eli.

"Aku..." Gita nampak ragu untuk menjelaskannya.

Gita merasa sedikit terkejut dan bingung ketika melihat Helisma, teman lamanya yang tidak terduga muncul di tempat ini. Ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan situasi yang sedang dihadapinya.

"Kamu bukan seorang kriminal, kan?" Tanya Helisma dengan nada yang sedikit lebih santai, sambil menurunkan pisau bedah yang masih dipegangnya.

Gita menggelengkan kepala, "Tidak, aku bukan seorang kriminal. Aku hanya... memiliki urusan yang harus diselesaikan di sini."

Helisma memandang Gita dengan mata yang tajam, seolah mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. "Urusan apa?" tanya Helisma dengan nada yang lebih serius.

Gita ragu sejenak, tapi kemudian memutuskan untuk mempercayai Helisma. "Aku harus melakukan operasi transplantasi jantung pada seseorang," jawab Gita dengan jujur.

Helisma terkejut, "Operasi transplantasi jantung? Siapa yang akan menjadi penerima jantungnya?" tanya Helisma dengan rasa ingin tahu yang besar.

Gita mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Freya, Aku harus menyelamatkannya."

"Freya?" Eli bertanya-tanya. Gita kemudian menjelaskan duduk perkaranya. Eli manggut-manggut mengerti.

"Jadi kamu sudah membunuh dia, meski bukan sebuah kesengajaan?" Tanya Eli. Pasalnya dia sudah tau apa yang terjadi dengan kehidupan Gita, meski mereka jarang bertemu.

"Ya, bisa di bilang begitu." Ucap Gita.

"Tapi jika ada orang lain yang tau, kamu bisa di penjara." Ucap Eli.

"Itu urusan nanti, sekarang aku butuh bantuanmu. Aku ingin mengoperasi gadis bernama Freya." Ucap Gita.

Eli nampak berfikir. Ia memahami situasinya dengan baik. "Rumah sakit ini adalah milik keluargaku, aku bisa saja membiarkanmu mengoperasi pasien di sini, tapi yang paling sulit adalah ijin dari keluarganya." Jelas Eli.

"Bagaimana jika kau bilang, kalau kondisi gadis itu sangat darurat, dan tidak memiliki pilihan lain selain Operasi sekarang." Ucap Gita.

Eli kembali nampak berfikir, "kamu tunggu sebentar di sini.." ucap Eli. Gita mengangguk meski tidak mengerti.

Eli keluar sebentar untuk mengurus sesuatu. Eli keluar dari gudang dan menuju ke ruang administrasi rumah sakit. Ia menggunakan otoritasnya sebagai keluarga pemilik rumah sakit untuk meminta bantuan dalam mengurus izin operasi darurat untuk Freya.

Setelah beberapa menit, Eli kembali ke gudang dengan membawa dokumen yang diperlukan. "Sudah beres, aku sudah mengurus izin operasi darurat untuk Freya. Aku sudah berbicara pada kedua orang tuanya, meski sedikit sulit akhirnya mereka mengijinkan. Kamu beruntung dokter pribadinya tidak ada saat ini. Sekarang kamu bisa memakai pakaian ini," ucap Eli memberikan setelah dokter bedah beserta maskernya.

1
Riding Storm
Boleh kasih saran?? /Applaud/
Riding Storm: Wkwk, sama aja. Kalau males ya gak bakal ada yang berubah. Semangat, Kak.
Miss Anonimity: Udah lama pengen di Revisi, tapi masih perang sama rasa males.
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!