NovelToon NovelToon
Earth Executioner

Earth Executioner

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Perperangan / Hari Kiamat
Popularitas:548
Nilai: 5
Nama Author: Aziraa

'Ketika dunia menolak keberadaannya, Bumi sendiri memilih dia sebagai kaki tangannya'

---

Raka Adiputra hanyalah remaja yatim piatu yang lahir di tengah kerasnya jalanan Jakarta. Dihantam kemiskinan, ditelan ketidakadilan, dan diludahi oleh sistem yang rusak-hidupnya adalah potret kegagalan manusia.

Hingga suatu hari, petir menyambar tubuhnya dan suara purba dari inti bumi berbicara:
"Manusia telah menjadi parasit. Bersihkan mereka."

Dari anak jalanan yang tak dianggap, Raka berubah menjadi senjata kehancuran yang tak bisa dihentikan-algojo yang ditunjuk oleh planet itu sendiri untuk mengakhiri umat manusia.

Kini, kota demi kota menjadi medan perang. Tapi ini bukan tentang balas dendam semata. Ini tentang keadilan bagi planet yang telah mereka rusak.

Apakah Raka benar-benar pahlawan... atau awal dari akhir dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aziraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21: Pelarian dan Bisikan Asing

...--- Meloloskan Diri dari Penjara Emas ---...

Tengah malam. Bulan tertutup awan tebal, memberikan kegelapan yang Raka butuhkan.

Ia bergerak seperti bayangan di antara pepohonan kelapa, setiap langkahnya diperhitungkan dengan presisi militer. Indra super-nya menjalar ke seluruh pulau—memantau detak jantung penduduk yang tidur, mendeteksi pola energi Eva yang tersebar seperti jaring tak terlihat, merasakan getaran setiap makhluk hidup yang mungkin adalah mata-mata.

Semuanya dikontrol, batinnya bergumam ngeri. Bahkan burung-burung yang hinggap di cabang terasa memiliki aura artificial—mata mereka berkilat dengan cahaya yang tidak alami saat ia lewat di bawahnya. Angin yang bertiup pun terasa diperhitungkan, seolah berusaha membawa aroma marahnya ke sensor-sensor tersembunyi.

Raka menekan tubuhnya ke tanah saat merasakan gelombang energi Eva menyapu area di dekatnya—seperti sonar tak terlihat yang mencari kehadirannya. Ia memfokuskan kekuatannya untuk meredam aura biologisnya, membuat detak jantung dan suhu tubuhnya menghilang dari deteksi.

Bertahan, bertahan...

Gelombang itu berlalu. Raka bangkit dan melanjutkan perjalanan menuju gua-gua tersembunyi di sisi barat pulau yang pernah ia temukan saat patroli. Namun saat ia mendekati mulut gua, tanah di bawah kakinya tiba-tiba bergetar.

Akar-akar pohon yang seharusnya tidak bergerak mulai melilit pergelangan kakinya, mengencang dengan kekuatan yang mencekik. Dedaunan di atas kepalanya berdesau dengan bunyi yang tidak alami—bukan karena angin, melainkan karena dikontrol oleh kehendak yang jahat.

"Raka..." bisikan Eva mengalir melalui daun-daun itu, suaranya kini tidak lagi hangat melainkan dingin dan mengancam. "Kembalilah. Jangan membuat ini menjadi lebih sulit."

Raka mengepalkan tangan, energi berkilat di sekitar tubuhnya. Ia melepaskan gelombang energi yang terfokus, memutuskan akar-akar yang melilit dan membuat dedaunan terbakar habis. "Tidak akan pernah!"

Seluruh pulau seolah bergetar merespons teriakan defisiensinya. Ombak di pantai menggeram lebih keras, angin bertiup kencang, dan ia bisa merasakan kemarahan Eva menyebar seperti racun melalui setiap inch tanah Arib.

"Jika kau tidak kembali dengan sukarela," suara Eva kini bergema dari segala arah, "aku akan memaksamu."

Tekanan psikis yang luar biasa menghantam pikiran Raka—bukan lagi bisikan manipulatif, melainkan serangan mental langsung yang mencoba menghancurkan tekadnya. Ia jatuh berlutut, memegang kepala yang rasanya akan pecah.

Tidak. Aku tidak akan menyerah.

Dengan kemarahan yang membara, Raka bangkit dan berlari menuju gua, mengabaikan tekanan mental yang mencoba melumpuhkannya.

...--- Menembus Batas Ilusi ---...

Gua itu lebih dalam dari yang ia kira. Raka berlari melalui lorong-lorong batu yang bergema dengan suara langkahnya sendiri, mengikuti aliran udara yang mengarah ke laut. Di ujung gua, ia bisa mendengar suara ombak yang menghantam batu karang.

Namun saat ia mencapai mulut gua yang menghadap samudra, sesuatu yang tak terlihat menghalangi jalannya—seperti dinding energi transparan yang bergetar dengan kekuatan yang luar biasa.

Raka mengulurkan tangan, dan jari-jarinya bersentuhan dengan penghalang tak terlihat itu. Sensasi seperti listrik menjalar ke seluruh tubuhnya, dan ia bisa merasakan kompleksitas ilusi yang Eva ciptakan. Ini bukan sekadar penghalang fisik—ini adalah manipulasi realitas itu sendiri.

Harus ada cara, pikiran Raka bekerja dengan cepat. Ia menutup mata, memfokuskan indranya pada struktur energi penghalang itu. Seperti jaring yang rumit, ada pola, ada ritme...

Dan ada titik lemah.

Raka memusatkan seluruh kekuatannya pada satu titik kecil di mana frekuensi energi penghalang tidak stabil. Ia manipulasi getaran energinya sendiri untuk menyesuaikan dengan frekuensi itu, menciptakan resonansi yang...

CRACK!

Retakan muncul di penghalang tak terlihat itu, menyebar seperti kaca yang pecah. Namun pada saat yang sama, seluruh gua mulai bergetar hebat. Bebatuan berjatuhan dari langit-langit, dan Raka bisa mendengar suara gemuruh yang mengerikan dari dalam pulau.

Eva bereaksi.

Air laut di mulut gua tiba-tiba naik, membentuk dinding air yang berputar-putar seperti pusaran raksasa. Angin bertiup dengan kekuatan badai, mencoba menghisap Raka kembali ke dalam gua. Bebatuan yang jatuh mulai bergerak dengan sendirinya, terbang menuju Raka seperti proyektil.

"CUKUP!" Raka berteriak, melepaskan gelombang energi yang eksplosif.

Dinding air hancur, bebatuan terpental, dan retakan di penghalang energi melebar menjadi lubang yang cukup besar untuk dilewati. Tanpa ragu, Raka melompat melalui lubang itu dan terjun ke samudra yang gelap.

Air dingin menyelimuti tubuhnya, namun ia tidak merasakan syok. Sebaliknya, untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, ia merasakan... kebebasan.

Raka menggunakan kekuatannya untuk bergerak cepat di bawah air, memanipulasi arus laut untuk mendorongnya menjauh dari Arib secepat mungkin. Di belakangnya, ia masih bisa merasakan tekanan psikis Eva yang mencoba menggapainya, namun semakin jauh ia berenang, semakin lemah tekanan itu.

Saat ia muncul ke permukaan untuk mengambil napas, Raka melihat Arib sudah menjadi titik kecil di kejauhan. Pulau yang dulunya adalah surga palsu itu kini tampak gelap dan mengancam, diselimuti badai yang Eva ciptakan dalam kemarahannya.

Aku berhasil. Aku benar-benar berhasil.

...--- Kompas Penderitaan ---...

Samudra di malam hari terasa seperti padang gurun yang tak berujung. Raka mengapung di permukaan air, membiarkan ombak menggoyangkan tubuhnya yang lelah sambil menatap langit berbintang. Keheningan global yang dulu membuatnya sesak kini terasa seperti kebebasan.

Namun kebebasan itu datang dengan harga yang berat.

Di sekeliling Raka, puing-puing peradaban yang hancur mengambang seperti makam tanpa batu nisan. Bangkai kapal kargo yang separuh tenggelam, pecahan sayap pesawat yang berkarat, hingga botol plastik dan sampah yang tidak akan pernah terurai—semuanya adalah saksi bisu dari kehancuran yang ia picu.

Rasa bersalah menusuk dadanya, namun kali ini disertai dengan sesuatu yang baru: harapan untuk penebusan.

Aku akan memperbaiki ini. Entah bagaimana, aku akan memperbaiki semua kesalahan ini.

Raka menutup mata dan memfokuskan indranya pada sinyal yang pertama kali ia dengar di Bab 20—tangisan Bumi yang sesungguhnya. Sinyal itu kini terasa lebih kuat, lebih jelas, tidak lagi teredam oleh manipulasi Eva.

Frekuensinya kacau namun murni, dipenuhi emosi yang tulus—penderitaan yang mendalam, bukan karena manipulasi, melainkan karena luka yang nyata. Setiap getaran dalam sinyal itu bercerita tentang rasa sakit planet yang sesungguhnya, kontras total dengan desahan lega palsu yang Eva tanamkan selama ini.

Di sana, Raka membuka mata dan menatap ke arah timur laut. Sinyal itu berasal dari sana, jauh di cakrawala yang gelap.

Namun ada sesuatu lagi. Saat ia mengikuti jejak sinyal itu dengan indranya, Raka mendeteksi pola energi yang aneh—bukan energi Eva yang teratur dan manipulatif, melainkan sesuatu yang lebih primitif, lebih alami. Seperti sisa-sisa dari keinginan asli Bumi yang belum terkontaminasi.

Di kejauhan, ia merasakan anomali geologis—mungkin sebuah pulau atau daratan yang tidak muncul di peta mana pun. Tempat di mana energi Bumi bergerak dengan cara yang berbeda, lebih organik, seolah planet ini sedang mencoba memulihkan diri dengan caranya sendiri.

Ada bagian dari Bumi yang tidak dikontrol Eva, kesadaran itu membuatnya merinding sekaligus berharap. Bagian yang masih asli.

Raka mulai berenang ke arah sinyal itu, menggunakan kekuatannya untuk bergerak lebih cepat melalui air. Setiap kayuhan membawanya menjauh dari kebohongan dan mendekat pada kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan, namun lebih nyata.

Ia tidak tahu apa yang akan ditemukannya di sumber sinyal itu. Mungkin kehancuran yang lebih besar. Mungkin jawaban yang tidak ingin ia dengar. Mungkin kematian.

Tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Raka bergerak berdasarkan kehendaknya sendiri—bukan karena manipulasi Eva, bukan karena bisikan Bumi yang palsu, melainkan karena tekad untuk menemukan kebenaran.

Di cakrawala, bintang-bintang berkilau seperti mata yang menyaksikan perjalanannya. Dan Raka, seorang pemberontak tunggal di lautan yang gelap, berenang menuju ketidakpastian dengan hati yang untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan terasa benar-benar hidup.

Ombak mengangkat tubuhnya, membawa ia menuju takdir yang belum diketahui. Dan kali ini, takdir itu akan ia tentukan sendiri.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!