NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Udara Jakarta pagi itu masih lembap, langit abu-abu seakan menyimpan rahasia berat. Di apartemennya, Teddy mengamati map kecil yang Raline tinggalkan. Berisi beberapa dokumen hukum, namun satu surat di dalamnya membuat tangannya gemetar—salinan email Nadira kepada Raline, dua bulan sebelum kematiannya:

“Raline,

Aku tahu kamu pernah menjadi bagian dari hidup Teddy. Aku bukan mencari masalah. Aku hanya ingin tahu... apakah ada sesuatu yang masih mengikat kalian? Karena aku merasa, sejak awal, aku hanya mengisi kekosongan.

– Nadira”

Teddy memejamkan mata, "Kenapa kamu nggak bilang, Nadira..." gumamnya lirih. Hati Teddy perih, bukan hanya karena rasa bersalah, tetapi karena menyadari Nadira meninggal dengan keraguan yang terpendam dalam hatinya.

Ponselnya berdering. Dimas.

"Bro, lo harus siap. Tadi pagi Raline hadir di acara ‘Fakta & Data’. Dia bicara sebagai pengacara yayasan, tapi... jelas banget dia nyenggol soal lo."

Teddy mengernyit, "Apa katanya?"

"Dia bilang yayasan perlu dibersihkan dari konflik kepentingan masa lalu. Tanpa nyebut nama lo sih, tapi... semua orang bisa baca arah ucapannya."

Teddy mendesah, "Dia mau apa, Dim? Balas dendam?"

"Gue nggak tahu. Tapi satu hal jelas. Raline bukan sekadar mantan. Dia pemain sekarang."

Hampir bersamaan, Monica berada di kereta cepat menuju Jakarta. Ia tak memberi tahu siapa pun, bahkan Risa. Keputusan itu muncul setelah malam yang panjang dan surat ancaman yang membuatnya tak bisa lagi hanya menunggu. Ia membawa map kecil berisi salinan pesan misterius, foto, dan surat yang diterimanya. Tujuannya satu: mencari jawaban langsung dari sumbernya. Di kereta, Monica mencoba menenangkan diri, namun pikirannya dipenuhi bayangan Teddy, Raline, dan Nadira—tiga nama yang terikat oleh benang masa lalu yang semakin kusut.

Sesampainya di stasiun Jakarta, Monica memesan mobil daring. Namun sebelum membuka aplikasi, seseorang menyapanya:

"Monica?"

Monica menoleh cepat. Seorang wanita berambut pendek, kemeja biru, dan tas selempang cokelat berdiri di sana. Wajahnya lelah, tapi matanya tajam.

"Kamu siapa?" tanya Monica waspada.

"Aku... Arni. Mantan asisten pribadi Nadira."

Monica membeku, "Apa?"

"Aku tahu kamu ke sini karena surat-surat itu," kata Arni cepat. "Dan aku tahu siapa yang mengirimkannya."

Monica menatapnya, bingung dan cemas.

"Kalau kamu benar-benar ingin tahu siapa Teddy sebenarnya... kamu harus ikut aku sekarang," lanjut Arni, suaranya rendah namun penuh desakan.

Monica ragu sejenak. Namun nalurinya—yang selama ini membimbingnya pada rasa cinta—kini memberi peringatan:

Apa pun yang akan kamu dengar… bisa mengubah segalanya.

Monica mengikuti Arni menyusuri gang kecil di Jakarta Selatan. Suara kota meredup, berganti dengan deru kipas tua dan aroma kertas lembap dari bangunan tua di ujung gang. Mereka berhenti di depan ruko dua lantai tanpa plang nama.

"Di sinilah Nadira biasa menyimpan dokumen pribadinya," jelas Arni. "Tak banyak yang tahu tempat ini. Bahkan Teddy pun tidak."

Monica menelan ludah. Ia mengikuti Arni masuk, melewati tumpukan map, folder, dan dus arsip yang menguning. Di lantai dua, mereka masuk ke ruangan kecil. Di pojok ruangan, terdapat brankas logam dan meja kayu tua.

Arni membuka salah satu laci, lalu mengeluarkan jurnal kulit berwarna cokelat tua.

“Nadira menyimpan banyak hal di sini. Termasuk tentang Teddy... dan masa lalu mereka.”

Monica meraih jurnal itu perlahan, membukanya hati-hati. Halaman demi halaman, ia membaca tulisan tangan Nadira—rata, rapi, dan penuh emosi. Sebagian besar isi jurnal adalah catatan harian biasa, tapi di tengah-tengah, ada sesuatu yang berbeda:

“Aku mencintai Teddy. Tapi aku juga takut padanya. Bukan karena dia kasar... tidak. Tapi karena aku merasa ada sesuatu yang selalu dia simpan.

Hari itu aku menemukan sebuah amplop di meja kerja lamanya. Ada foto seorang wanita. Bukan wanita biasa—tapi wanita yang punya riwayat hukum. Dan... Teddy ada di foto itu, bersama dia.

Aku tanya, dia mengelak. Katanya itu klien lama. Tapi kenapa aku merasa... wanita itu bukan klien?

Dan kenapa hatiku begitu gelisah sejak saat itu?”

Monica menutup jurnal itu perlahan. Tangannya gemetar.

“Wanita yang disebut Nadira... itu Raline, bukan?” tanyanya lirih.

Arni mengangguk, “Nadira sempat memeriksanya diam-diam. Dia tahu Raline bukan hanya ‘mantan’. Tapi wanita yang dulu pernah menjadi bagian dari sebuah kasus besar... yang Teddy tangani saat masih jadi pengacara.”

“Kasus apa?”

Arni ragu sejenak, lalu mengeluarkan berkas lain, “Kasus pencucian uang. Tapi disamarkan lewat aktivitas sosial dan donasi. Dan... beberapa dokumen menunjukkan keterlibatan tidak langsung Teddy. Tidak cukup untuk jadi tersangka, tapi cukup untuk membuat Nadira takut.”

Monica menunduk. Napasnya terasa berat.

"Jadi... ini alasan semua pesan dan ancaman itu muncul? Seseorang ingin membongkar kembali kasus itu... lewat Teddy."

"Dan kamu," sambung Arni. "Kamu jadi bagian dari tekanan itu. Karena kamu orang terdekatnya sekarang."

Di tempat lain, Teddy berdiri menatap berita baru yang mulai viral:

“Wanita Misterius Mantan Rekan Teddy Indra Wijaya Muncul: Jejak Lama yang Belum Tuntas?”

Wajah Raline terpampang di bawah judul. Bersama potongan foto lama—yang bahkan Teddy sendiri lupa pernah diambil. Dan kali ini, tidak ada lagi yang bisa disangkal.

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!