NovelToon NovelToon
KEJEBAK CINTA

KEJEBAK CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Obsesi / Cinta Seiring Waktu / Pernikahan rahasia / Mantan
Popularitas:545
Nilai: 5
Nama Author: Bunny0065

Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jenguk Adara

Pemuda bersarung hitam meninggalkan mushola berdiameter 4 × 5 didirikan Pak Aksan tidak jauh dari Sarasa Coffe. 

Sangga merenggangkan otot-otot tangan, menghirup teratur udara segar di subuh hari, menenangkan hati serta pikiran kalutnya.

"Pemilik kafe lagi ngapain?" sapa perempuan manis berlapis cardigan cokelat.

"Pemanasan," asal Sangga.

Alleta tersenyum kecil, mengagumi tampilan berbeda cowok di seberangnya.

"Natasha mana?" tanya Alleta.

"Lagi pms, tidur nyenyak dia."

"Bay the way, gaya Lo versi religi mirip imam sungguhan tau," puji Alleta.

"Pengen Lo jadi makmum kedua gue?" goda Sangga.

"Apaan, enggak mau lah! Gila kali, gue dinikahin sama Lo nanti Natasha semprot gue pake gembor tanaman!" tepis Alleta.

Sangga tertawa humor, aura maskulinnya terpancar hangat.

"Baik hati gue kasih tawaran jadi istri kedua, Lo nolak, tapi ada benarnya juga jangan berani dekat-dekat dengan gue nanti Lo berurusan sama Non cantik," sambung Sangga.

"Siapa Non cantik?" Alleta mengernyit kening.

"Istri gue."

Alleta diam, ada secuil rasa iri kepada Natasha beruntung memiliki lelaki random seperti Sangga, selain jalan pikirannya susah ditebak, hatinya pun sulit di jangkau apalagi di dapat.

Hacih!

Sangga bersin, mengusap-usap bawah hidungnya yang mendadak gatal.

"Are you okay?" tanya Alleta.

"Hidung gue gatal kayaknya mau sakit."

"Sini gue periksa kening Lo." Alleta mendekat.

"Gue enggak papa," hindar Sangga.

"Gue mau memastikan Lo sakit beneran apa iseng," lanjut Alleta.

"Enggak perlu repot, gue bisa sentuh kening sendiri," tolak Sangga.

"Kadang-kadang pemeriksaan dilakukan diri sendiri hasilnya enggak cukup akurat karena suhu tubuhnya mengalirkan hawa tetap, sedangkan kalau diperiksa orang lain udah jelas suhu punggung tangannya berbeda, diam di situ, gue cek dulu," debat Alleta.

Sangga menghela nafas, mematung menunggu Alleta menyentuh dahi.

Alleta membulatkan mata. "Panas, Lo beneran sakit!"

Hacih!

Bersin beruntun bahkan lebih parah dari sebelumnya, wajah dan hidung Sangga memerah.

"Lo harus segera di bawa ke klinik," ucap Alleta.

Sangga menggeleng keras, menyentak tangan Alleta yang lancang meraih sebelah lengannya.

"Jaga batasan Lo sebagai teman," peringat Sangga menunjukkan ketidaksukaan.

"Gue enggak maksud aneh," ucap Alleta.

"Enggak ngerti ya? Gue minta Lo jaga batasan, bukan berarti gue asal nuduh Lo punya maksud dibalik sikap. Cukup, gue malas debat pagi-pagi, mana badan lagi enggak enak," tukas Sangga memilih pergi.

*

Mengesampingkan rasa jijik, Natasha membersit hidung Sangga memeras ingus penyebab suhu tubuh panas meningkat.

"Buang, ganti tisu baru," kata Sangga.

Natasha membuang tisu ke dalam plastik hitam, mengambil lagi lembaran tisu kering untuk digunakan.

Kembali menundukkan kepala, Sangga menumpahkan lahar ingusnya ke tisu di tangan Natasha.

"Ingusnya enggak surut-surut, hidung aku udah perih," lirih Sangga.

"Mau periksa dokter? Aku takut kamu demam tinggi."

"Enggak minat."

"Kalau gitu kompres aja ya, air hangat bisa menurunkan panas, lho," bujuk Natasha.

"Iya."

Tisu dibuang, Natasha menumpuk bantal, membaringkan Sangga di tempat tidur, tak lupa menyelimuti tubuh panasnya sebatas leher.

"Aku butuh tisu pegangan," pinta Sangga.

Natasha memberikan tisu beserta kotaknya, setelah itu ke luar kamar menuju dapur kafe.

Alleta kebingungan mencari Sangga yang entah hilang ke mana, langkah ragu nya semakin tersesat masuk ke area dapur, mendapati Natasha sedang sibuk menuangkan air termos ke baskom alumunium, perlahan mendekat.

"Air untuk apa?" tanya Alleta.

"Sangga sakit, aku mau kompres dia," sahut Natasha.

"Iya! Selesai kita ngobrol di luar, Sangga bersin-bersin, gue sempat ngecek keningnya dia dan ternyata panas, tadinya gue mau bawa dia periksakan diri ke klinik tapi dia nolak," cerita Alleta.

"Kalian abis ngobrol," beo Natasha.

Alleta manggut. "Cepat sembuh buat Sangga. Gue pamit pulang ke asrama, siap-siap mau jenguk Adara, tungguin gue jangan ditinggal," pungkasnya.

Kepergian Alleta membekaskan tanda tanya bagi Natasha.

Sesaat kemudian, Natasha kembali memasuki kamar dan menaruh baskom di lantai.

Natasha duduk di pinggir ranjang, memeras handuk hangat dan menempelkannya ke kening Sangga.

Sangga membersit hidung dan bergumam, "Aku enggak bisa antar kamu jenguk Adara. Kamu enggak papa berangkat bareng Papa sama Alleta?"

"Enggak apa-apa."

"Ponselku mana? Aku mau hubungi Dimas," sambung Sangga.

Natasha membuka laci nakas dan menyerahkan handphone.

"Alleta bilang, kalian berdua sempat ngobrol di luar? Bahas soal apa?" tembak Natasha.

"Enggak lebih, basa-basi biasa."

"Selain itu?"

"Enggak ada." Sangga mengirim pesan ke nomor Dimas.

*

Bu Liza menatap geram pada Natasha yang datang membawa beberapa teman dari Asrama.

"Saya pikir Sangga anak tunggal Ibu, tetapi ternyata putra tertua dari dua bersaudara. Natasha sudah mengatakan kepada saya tentang Adara di rawat di rumah sakit ini, jika berkenan bolehkah kami menjenguk dia?" ujar Pak Aksan.

"Kami juga bawa hadiah buat Adara," tambah Dimas memperlihatkan bingkisan di pelukan.

Gibran, Kevin dan Alleta, kompak menganggukkan kepala seraya mengangkat bingkisan berbeda di pelukan masing-masing.

"Bawaan saya isinya emas batangan," celetuk Kevin.

"Punya saya selusin kunci mobil Lamborghini," asal Gibran.

Posisi Alleta berdiri di tengah-tengah dua cowok, spontan menginjak bergantian punggung kaki Gibran dan Kevin.

"Asem!" ringis Kevin.

"Lo apa-apaan main injak, sepatu gue baru diangkat dari jemuran," kesal Gibran.

Dimas tertawa lega akhirnya dua teman anehnya cepat berbaikan setelah saling bermusuhan beberapa bulan belakangan, gara-gara menyukai gadis yang sama.

"Di mana Sangga?" tanya Bu Liza mengabaikan orang-orang tidak penting di matanya.

"Lagi sakit, suhu tubuhnya meningkat panas. Dia enggak bisa ikut jenguk. Kami juga, selesai ketemu Adara rencana mau langsung jenguk putra Ibu di kediaman Natasha," sahut Dimas.

Natasha menatap Dimas yang tampak banyak mengetahui soal Sangga.

...

Adara berkaca-kaca memandang oleh-oleh pemberian teman-temannya.

"Ini semua buat gue?" terharu Adara.

"Spesial buat my friend. Lo wajib sembuh sedia kala karena tanpa kehadiran Lo di kelas. Hari-hari gue menjadi sepi," ucap Alleta sungguh-sungguh.

"Jangan betah mondok di rumah sakit, waktu cuti hampir usai, sebentar lagi masuk sekolah semester dua. Lo kudu sehat bangkit semangat mengisi kelas dan belajar bareng sama kita," sambung Kevin.

"Gue harap Lo merasakan kesedihan kami," imbuh Dimas.

"Gimana-gimana?" bingung Adara.

Dimas diam-diam dibebani pesan oleh Sangga, kemudian mendekat dan mengusap rambut Adara.

"Kami selalu menyayangi Lo, jangan merasa putus asa dengan segala rasa sakit. Hidup Lo jauh berarti daripada semua hadiah ini, kami menginginkan kesembuhan Lo, tolong... berjuang sembuh buat kami juga, jangan berpikir kami membenci Lo karena anggapan seperti itu udah pupus dari hati kami. Lo sakit, kami sedih. Lo sembuh, kami senang. Sesederhana itu kebahagiaan. Gue, dan teman-teman lainnya yang ada di ruangan ini, menunggu kebangkitan Adara Lathesia yang ceria, mulai sekarang sudahi episode kemurungan Lo, oke?" tutur Dimas menyampaikan pesan dikirimkan Sangga via WhatsApp.

Walaupun tidak mengerti skenario dibuat Dimas, mengapa tiba-tiba berkata demikian. Tetapi, Kevin menyetujui ketulusan itu.

Di masa lalu, Adara memang bersalah, namun menghukumnya terus-menerus dikucilkan rasanya jahat. Gibran menunduk, perasaannya tak menentu.

"Kalian semua udah maafin gue? Enggak benci lagi sama gue?" air mata Adara menetes.

"Indahnya memaafkan kenapa harus memilih dendam," kata Natasha.

Perempuan cantik bermata indah mendekat, gerak-geriknya tidak lepas dari pengawasan Alleta, Kevin, dan Pak Aksan.

Adara sudah tenggelam dalam tangis ketika Natasha memeluknya penuh kasih.

*

Begitu ke luar dari perut mobil, Alleta meraih lengan Natasha dan berbisik penuh keheranan. "Kenapa Adara enggak boleh tau kalau oleh-oleh yang diterimanya dari keluarga, Lo. Lo dan Om Aksan, memberikan itu semua, bukan gue, Gibran, Dimas atau Kevin."

"Adara pasti menolak pemberian dariku, beda lagi kalau dia lihat dengan mata kepalanya sendiri hadiah-hadiah itu dikasih oleh tangan lain, baru dia mau menerimanya," jawab Natasha mengingat kembali ide selintas di kepalanya saat di rumah sakit, meminta teman-temannya memberikan bingkisan atas nama setiap pemegang barang.

"Kita mau jenguk orang sakit apa mau rekreasi? Ribet amat tangan gue peluk bingkisan!" omel Kevin.

"Bukannya sujud syukur kita yang enggak bawa buah tangan di suruh bawa hadiah masing-masing sama Om Aksan, hitung-hitung nutupin malu nanti ketemu Bu Liza dan putrinya,'"kata Dimas.

"Bingkisannya enggak ditempeli nama Lo, Sha? Biar Adara tau kalau semua ini pemberian Lo,''kata Alleta.

"Enggak perlu anggap bingkisan di tangan kalian bukan titipan dariku, itu belian kalian buat Adara," jelas Natasha.

"Pas bingkisan udah diserahin ke tangan Adara, kita ditagih bayar barangnya enggak? Gue enggak mau sembarang anggap kado sendiri kalau ujungnya dikejar hutang," gumam Gibran.

"Enggak Gib,'' ucap Natasha.

"Oke."

Semua menerima bingkisan nantinya diberikan kepada Adara.

Natasha tersenyum kecil mengingat percakapan dengan teman-temannya, dalam hati berdoa, semoga gadis malang di rumah sakit menyukai oleh-oleh pemberiannya.

"Gila, tempatnya cocok buat nongkrong hari libur!"

Seruan Kevin di kejauhan sana sudah memasuki wilayah Sarasa Coffe, membuyarkan lamunan pendek Natasha.

Terlihat Gibran manggut-manggut sambil membenarkan letak kacamatanya, sedangkan Dimas sibuk mengotak-atik ponsel sambil jalan.

"Natasha beri minum teman-teman lelakimu. Papa ingin ke rumah sakit berbicara banyak hal dengan ibunya Sangga sekalian menemani Adara," kata Pak Aksan.

"Sebenarnya aku ingin berlama-lama dekat Adara. Tapi di sini, Sangga membutuhkanku," lirih Natasha tak enak hati.

"Lo tetap di sini urus suami. Gue dan Om Aksan, pergi ke rumah sakit jaga Adara, lagian kondisi Adara enggak seburuk yang gue bayangin," ucap Alleta.

"Alleta ingin ikut?" Pak Aksan memastikan.

"Iya, Om!" antusias Alleta.

Pak Aksan mengecup singkat pipi Natasha lalu masuk kedalam mobil disusul oleh Alleta yang duduk di samping kemudi.

"Dadah, Sha!" seru Alleta melambai tangan saat kendaraan ditumpanginya melaju.

"Hati-hati!" teriak Natasha membalas lambaian tangan.

1
Không quan tâm🧚‍
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Naruto Uzumaki
Bosen gak ada akhirnya!
Bunny Bear: Belum juga selesai, memang alur agak lambat sih
total 1 replies
minsook123
Penuh kejutan, ngga bisa ditebak!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!