NovelToon NovelToon
Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Tentara / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 : Penjajah VS Pencuri Kecil

Perhatian yang sulit ditolak.

Keluar dari toilet, rombongan Devan sudah pergi. Tinggal lah Akbar di sana sendiri sambil mengulas senyuman. Dia mengangkat satu gelas wedang uwuh seakan panggilan agar Dea segera mendekatinya.

"Kita pulang yuk, aku kurang enak badan," ucap Dea enggan duduk kembali.

"Makan dulu, kamu pasti lapar. Tadi kita hanya makan siomay saja di galery," bujuk Akbar.

Dea melirik piring yang berjejer di meja. Rasanya tidak tega melihat makanan yang sudah tersaji ditinggalkan begitu saja. Dea kembali duduk.

"Tapi aku sedang malas makan," tolak Dea.

"Oke, aku bungkus untuk kamu. Tunggu aku habiskan nasi goreng ini." Akbar mempercepat suapannya setelah meminta makanan yang tersaji dibungkus oleh waiters.

Akbar juga memesan berbagai menu untuk anak-anak kost, tanpa Dea pinta. Perhatian dan perlakuan baik Akbar sulit untuk ditolak. Dia tipe orang yang tidak menerima penolakan.

Dea memperhatikan cara Akbar makan. Gerakannya cepat tapi masih terlihat elegan, sepertinya sejak bayi ia terbiasa dengan garpu dan sendok dengan aturan table manner yang ketat. Cara ia mengangkat gelas, meletakkan garpu dan sendok dengan presisi di sisi piring.

Lelaki di depannya mungkin tidak pernah mengenal piring kaleng yang pinggirnya sudah sompal karena sering terbentur dengan perabotan lain.

Akbar juga membawakannya martabak manis dan gurih. 'untuk ibu kost', katanya. Di mata Dea, Akbar terlihat apa adanya, tidak ada yang lelaki itu rahasiakan. Cara ia bercerita dan cara ia mengemudikan mobil Ford Ranger 4X4 sangat stabil dan tenang.

Perlahan Dea merasakan kenyamanan berada di dekat Akbar.

"Dea, satu Minggu lagi di kesatuan ku akan ada festival pesta rakyat. Akan dimeriahkan artis ibukota dan juga ada bazaar makanan. Kebetulan aku ditunjuk untuk menjadi koordinator acara. Aku ingin mengundang sanggar tari kamu untuk tarian pembuka acara. Yaa ... Semacam tarian selamat datang. Bisakah kamu jadi penghubung dengan pemilik sanggar?" tanya Akbar.

"Bisa, mba Laras pasti sangat suka berkunjung ke basis militer," ucap Dea sambil tersenyum.

"Hoho... Iya Larasati! Aku baru ingat namanya." Akbar memukul setir dengan riang.

Tak terasa mobil sudah sampai di depan gerbang kost putri tempat Dea tinggal. Akbar seperti biasa turun lebih dulu untuk membukakan pintu. Tanpa basa basi berlebihan, mereka berpisah dengan melambaikan tangan, dua tentengan plastik berisi makanan tergenggam di tangan Dea.

Kopi dan gelas, pemanisnya adalah senyumanmu...

Mobil Akbar berlalu. Seseorang memakai hodie turun dengan tergesa dari mobil Rubicon hitam. Mobil yang sejak tadi setia mengikuti perjalanan pulang mereka. Lelaki itu langsung mencengkram lengan Dea dengan ketat. Makanan di tangan Dea berhamburan.

Lelaki ber-hodie itu langsung memeluk Dea dengan erat. Awalnya Dea berontak dengan kuat, tapi aroma tubuh lelaki itu sangat ia kenali. Wajah Dea mendongak ke atas menatap wajah lelaki yang kini sudah menatapnya dengan lekat. Dea mendorong dada Devan, jarak tercipta.

"Ngapain ke sini?" tanya Dea dengan wajah kesal.

"Kamu memblokir nomerku. Bagaimana aku bisa tidur nyenyak malam ini tanpa bisa menjelaskan padamu apa yang terjadi," jawab Devan dengan nada tertahan, sedikit ada nada marah.

Ibu kost keluar dari rumahnya. "Dea, kamu tahu aturan di sini kan?"

"I-iya Bu, sebentar Bu ... Kami akan bicara di warkop depan." pamit Dea sambil memberikan oleh-oleh dari Akbar, lalu menarik ujung baju Devan untuk keluar dari gerbang kost putri.

Mereka sudah duduk di warkop saat itu. Devan masih menatap wajah Dea yang cemberut tidak ingin melihat wajahnya, tangan Dea terus mengaduk teh hangat dengan malas.

"Mengapa kamu memblokir nomerku yang baru?" cecar Devan.

"Males, buat apa lagi. Aku sudah bilang kan, setelah kamu tidak memenuhi janji hari itu, urusan kita selesai!" rajuk Dea.

"Pertama aku minta maaf. Malam itu aku mendadak pulang ke Semarang karena ... ada urusan mendadak. Kedua, aku tidak menghubungimu dan membalas pesanmu, karena ponselku hilang saat di Jakarta. Ketiga, aku ingin menemui mu di cafe, tapi ... Kamu sedang bersama Akbar," tutur Devan.

"Kenapa selama satu bulan kamu tidak berusaha menemui ku memberi penjelasan, dan kenapa kemarin tidak menyapaku di depan cafe? Kenapa kita seperti orang asing, ditambah tadi waktu di tempat makan, kamu pura-pura mengenalkan diri seakan kita tidak pernah saling kenal," cecar Dea.

"Sejak kapan kamu dekat dengan Akbar?" Bukannya menjawab pertanyaan Dea, ia malah balik bertanya.

"Pertanyaanku belum dijawab!" Dea semakin merajuk.

Devan menarik napas dengan berat, matanya tertunduk dan jatuh pada ibu jarinya yang sedang mengusap bibir gelas kopi dengan perlahan. Seakan sedang menimbang sebuah 'kebohongan manis' yang akan ia berikan pada Dea.

Dea memperhatikan wajah Devan, berusaha mencari satu saja clue untuk menyakinkan firasatnya, bahwa Devan sedang menyembunyikan statusnya.

"Dealova ... Aku tidak ingin kamu di ganggu temanku yang lain. Akbar anak buahku, Dea."

Jawaban itu tidak dirasakan manis oleh Dea. Ia semakin meradang, pertanyaan baru bermunculan dalam benaknya.

Devan menggeser duduknya lebih dekat dengan Dea, berusaha ingin menggenggam tangan Dea, tapi ia urungkan setelah melihat gambar di punggung tangan Dea dengan inisial AAJ (Andi Akbar Jauhar).

"Aku ulangi pertanyaanku, sejak kapan kamu dekat dengan Akbar?"

"Apa urusannya menanyakan itu," ketus Dea.

"Ini penting untukku, De. Aku tidak suka kamu dekat dengan Akbar." Suara Devan rendah dan berat seakan tidak ingin dibantah.

"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh dekat dengan bang Akbar?!" cecar Dea.

"Woaah ... Bang Akbar? Sudah sedekat apa kalian?" tanya Devan dengan sinis.

Dea tidak ingin menjawab, keningnya berkerut dengan pipinya yang mulai menggelembung.

Devan menatap Dea dengan tatapan yang sulit diartikan, tangannya bergerak mendekati wajah Dea, mengelus pipi yang mengembung itu dengan ibu jarinya.

"Aku tidak suka melihatmu dekat dengan siapapun, tidak Akbar, tidak juga dengan lelaki lainnya." Devan membingkai wajah kecil Dea dan mengusapnya dengan lembut.

"Kenapa seperti itu? Memangnya di antara kita ada hubungan apa sampai mas mengatur hidupku?" tanya Dea, matanya sendu seperti menyimpan hujan di mata indahnya.

"Aku tidak ingin Akbar tahu kita ada hubungan. Begitu juga dengan atasanku tadi, aku menjaga nama baikmu juga nama baikku," tutur Devan

"Memangnya kita ada hubungan apa?!" tanya Dea lagi dengan nada menuntut jawaban, sekaligus memastikan perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Kita pernah menghabiskan malam di Jakarta berduaan. Aku tidak ingin Akbar tahu itu. Dia akan berpikir kamu perempuan tidak baik."

"Ck!" Dea mencebik kesal, bukan jawaban seperti itu yang ia harapkan. Ia ingin Devan mengakui perasaannya dengan jelas. "Terus kenapa kalau dia tahu? Itu kan hal biasa, Mas."

"Jadi itu hal biasa bagimu?" tanya Devan, ada kekecewaan di nada bicaranya.

"Iya." jawab Dea pelan walaupun tidak sepenuhnya setuju dengan ucapannya barusan.

Devan melepaskan tangannya dari wajah Dea. Tatapannya berubah dingin, rahangnya mengeras dengan manik matanya menelusuri setiap inchi wajah Dea. "Jauhi Akbar! Jangan tanya mengapa, kenapa dan bagaimana. Aku tidak suka!"

Dea melengos, menyembunyikan matanya yang mulai mendung. Dia merasakan sesak di dadanya, obrolan bersama Devan malam itu hanya berputar-putar. Pada akhirnya menimbulkan pertanyaan lain yang membuat hatinya resah.

"Sudah larut, aku butuh istirahat," ucap Dea. Ia berdiri dari kursi kayu warkop. Dan bergegas meninggalkan Devan.

"Dea!" panggilnya. Devan mengejar Dea yang berlari. Tubuh Dea yang kurus berhasil ia peluk dari belakang.

"Aku menyukaimu, aku cemburu jika ada laki-laki lain berada di dekatmu," bisiknya lirih, gerakan dada Devan naik turun dengan cepat begitu terasa di punggung Dea.

Airmata Dea jatuh satu persatu, ia terisak karena terharu. Perasaannya bersambut, kerinduannya selama ini bukanlah sekedar angan yang menjajah hati dan pikirannya.

"Dasar penjajah!" gumam Dea pelan.

"Apa?" tanya Devan, menundukkan kepala lalu mendekatkan telinganya di dekat bibir Dea.

"Kamu VOC, penjajah!" bisik Dea dengan nada kesal.

"Aku? Penjajah?" tanya Devan masih memeluk tubuh Dea dari belakang. "Apa yang aku lakukan padamu, hmm?" tanyanya dengan nada menggoda.

Devan menempelkan pipinya yang hangat di pipi Dea.

"Kamu datang tanpa permisi lalu menguasai hati dan pikiranku seperti penjajah," ucap Dea di dekat wajah Devan.

Devan tersenyum lebar, "Dan kamu pencuri kecil yang memasang wajah lugu di depanku hari itu," bisik Devan.

Pipi Dea bersemu merah sambil menyembunyikan senyuman. Tiba-tiba saja, ia merasakan degup jantung Devan berdetak begitu kencang.

"Apa yang aku curi?" tanya Dea ragu.

"Hatiku, Dea. Kamu mencuri hati dan pikiranku." Devan mengeratkan pelukannya karena dadanya semakin berdetak tidak karuan.

"Jika hari adalah gelas, akulah kopi pahit yang terseduh kerinduan. Dan kamu hadir sebagai pemanisnya." rayu Devan.

"Gombal!" bantahnya. "Jadi sekarang tidak suka Caramel Macchiato lagi?" tanya Dea.

"Saat aku ke cafe nanti, suguhkan aku kopi pahit saja, asal kamu duduk di sampingku hatiku berubah manis, semanis Caramel Macchiato."

Dea ingin membalik tubuhnya berhadapan dengan Devan. Namun Devan menahannya.

"Jangan berbalik, biarkan begini saja. Aku tidak tahu apa aku sanggup tidak menciummu jika menatap wajahmu saat ini." Devan mengeram dengan napas berat, menahan gejolak yang timbul dalam dirinya.

1
🌞Oma Yeni💝💞
saat hati terluka,, lanjutkan makan habiskan mienya sampai tuntas tak bersisa /Facepalm/
🌞Oma Yeni💝💞: paling males aku tuh, lagi asyik balas komen, ada tulisan muncul, komen anda terlalu cepat BLA BLA BLA BLA
Aksara_Dee: pedes ya sampe ke hidung
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
wadduhh, kamu kurang hati hati nih devan
Aksara_Dee: playboy amatir 😅
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
komandan nya udah tahu
Aksara_Dee: istrinya melangkah LBH dulu ka
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
cuma sesama wanita yang paham rasa itu, para pria belum tentu
Aksara_Dee: cowo mah bisanya bikin porak poranda hati cewe
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
bukan urusanmu nduukk
🌞Oma Yeni💝💞: sotoy banget /Facepalm/
Aksara_Dee: Kasandra sotoy yaa
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
bheuh,,, lagakmu cah ayuuu,, mertua di panggil nama
🌞Oma Yeni💝💞: iya, aneh Kasandra itu
Aksara_Dee: sakit hati sama siapa, mertuanya yg dihina
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
pencuri bukan di rayu tapi ditangkap pak devan
Aksara_Dee: di tangkap ke hatinya
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
dunia terbalik ini mah /Facepalm/
Aksara_Dee: ngerayu jalur ektrim ka
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
usir aja pak usir /Chuckle/
Dee
Ca deserve better! Jangan mau jadi second lead di hidup orang.
Kok Kasandra jadi side character di cerita cintanya Devan sama wallpaper 😭
Aksara_Dee: cara dia meminta maaf jg saah sih
total 1 replies
Dee
Delapan tahun bukan waktu yang sebentar, tapi dihancurkan begitu saja oleh kehadiran orang ketiga. Tapi, itu karena salahmu jg kan?!
Aksara_Dee: dia terlalu percaya diri Devan akan selamanya tunduk padanya
total 1 replies
Dee
Cakeepp...
Aksara_Dee: makjleb
total 1 replies
Dee
Ternyata Aca bisa tertarik jg ya, sama 'orang susah'
Aksara_Dee: bagi dia yg penting style
total 1 replies
Dee
GR deh... Akbar...
Aksara_Dee: tanpa rayuan dari Dea, Akbar udah tergoda
total 1 replies
Dee
Tuh kan bener, Akbar aja gemes😄
Aksara_Dee: nanti ada di episode BRP aku lupa, Akbar komen. udah kecil, ngerepotin, pemarahnya kayak swan tapi bikin gagal move on
total 1 replies
Dee
Hihi...lucu Dea, bikin gemes..
Aksara_Dee: di jadiin mainan bener si Dea
total 1 replies
Dee
Baca ini bikin aku jadi pengen ikut nimbrung sambil minta dibuatin kopi juga 😆
Aksara_Dee: seru yaa kalau lagi camping gt, bikin makanan bareng² kayak mau main masak²an
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
suami salah jika tak bisa sabar & menuntun istrinya. tapi jika istri pembangkang padahal suami sudah berusaha menjalankan tugasnya, apakah tetap bisa dikatakan suami salah? 😔😔
kasihan juga pada Kasandra, tapi mau gimana lagi? udah telat.
semoga zie tidak jadi korban
Aksara_Dee: gengsinya tinggi bgt sih dia
Aksara_Dee: SDH aku share ka 🙏
total 7 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
dan wanita itu adalah dea.
Aksara_Dee: iya ka
total 1 replies
Abu Yub
Emangnya aku ngak punya kaki buat kesini. iyalah! Kan udah di sini, masak di sana/Curse/
Aksara_Dee: wkwkwkwk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!