NovelToon NovelToon
Dosenku Ternyata Menyukaiku

Dosenku Ternyata Menyukaiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dosen / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Camelia Sasongko punya segalanya, rumah megah, dan hidup yang tampak sempurna di mata siapa pun. Tapi di balik gemerlap itu, ia menyimpan kesepian yang tak bisa dibeli dengan apa pun.

Hingga sebuah pertemuan lewat aplikasi dating menghadirkan sosok asing yang perlahan memberi warna dalam hidupnya. Lelaki itu hadir tanpa nama besar, tanpa latar belakang yang jelas, tapi bisa membuat Camelia merasa, di anggap.

Tanpa ia tahu, ada seseorang yang telah lebih dulu menaruh perhatian, Girisena Pramudito, dosen muda yang dikenal perfeksionis dan karismatik. Dalam diam, ia menyimpan rasa, menyaksikan Camelia dari jauh, dan tak pernah punya keberanian untuk mendekat.

Saat dua dunia mulai bersinggungan, yang nyata dan yang hanya lewat layar, Camelia harus memilih, pada siapa hatinya benar-benar ingin bersandar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pilihan yang sulit

Sena bukanlah laki-laki yang baru mengenal manis-pahit dunia percintaan. Ia telah dewasa, matang, dan sudah melalui berbagai fase hidup. Namun, di usianya yang menginjak kepala tiga, dilema itu kembali datang menyapa. Masa lalu yang selama ini ia kubur rapat-rapat, kini mencuat ke permukaan, seolah meminta dirinya kembali menengok luka lama.

Perasaan sakit saat dikhianati tak pernah benar-benar hilang. Luka itu mungkin telah mengering, tetapi bekasnya masih terasa. Dan kini, pertanyaan itu pun mengiang kembali dalam benaknya, apakah ia sebodoh itu jika memutuskan kembali pada Sasa?

Sena tahu jawabannya. Ia bukan seseorang yang mudah jatuh untuk kedua kalinya pada tempat yang sama. Ia pernah terjebak dan tenggelam dalam kubangan air yang keruh dan luka itu, nyaris membuatnya kehilangan dirinya sendiri. Kini, ia tak ingin mengulanginya lagi.

Ia yakin, Sasa memiliki potensi untuk menyakiti hatinya kembali. Bukan karena Sena ingin berpikiran buruk, tapi karena ia tahu, perselingkuhan adalah penyakit hati yang tak mudah sembuh. Sekali terjadi, kemungkinan untuk mengulanginya selalu ada. Kepercayaan tak bisa dibangun dari reruntuhan kebohongan yang sama.

Setelah percakapan singkat tapi emosional dengan Sasa beberapa jam yang lalu, Sena memilih diam. Sekejap, tapi cukup menguras seluruh energinya. Ia butuh waktu untuk menenangkan hati.

Kini, ia duduk sendiri di bangku taman belakang rumah. Dedaunan yang bergoyang tertiup angin malam yang syahdu tak mampu menyembunyikan keheningan malam yang makin terasa. Sebatang rokok menyala di sela jemarinya. Asap mengepul perlahan ke udara, menyatu dengan helaan napas berat yang terus ia keluarkan, berkali-kali.

Sementara itu, Rumi, dengan sweater rajut berwarna biru yang ia buat sendiri, berhenti di ambang pintu sambil mengeratkan lilitan kain hangat di tubuhnya. Kata-kata Sena tadi masih terngiang jelas dalam benaknya.

"Aku bicara seperti ini bukan karena aku melarang kamu menjalin silaturahmi. Tapi tolong, beri aku dan keluargaku rasa lega karena telah melepaskan mu. Dengan kamu bersikap seperti ini, kamu justru mempermainkan kami, Sa."

Kalimat itu menghujam tepat ke ulu hatinya. Rumi menggigit bibirnya pelan. Ia paham betul perasaan putranya. Ia pun merasakan hal yang sama, terluka, dikhianati, dan kecewa. Ia menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan Sena untuk mendekati Sasa waktu itu, bukan main-main, penuh cinta dan ketulusan.

Rumi bahkan masih mengingat dengan jelas, saat Sasa berulang tahun dan Sena tengah sakit. Meski tubuhnya lemas dan demam, ia tetap memaksakan diri pergi di malam hari hanya untuk memberikan kejutan kecil. Sungguh, cinta sebesar itu telah diinjak-injak tanpa ampun.

Kenapa, Tuhan... mengapa cobaan untuk anakku begitu berat? batinnya lirih, matanya menerawang. Ia pun akhirnya melangkah pelan, memutuskan untuk menemani putranya yang tengah duduk seorang diri di taman belakang. Ia ingin menjadi sandaran hati yang mungkin bisa sedikit menenangkan jiwa Sena yang sedang berkecamuk.

“Sen, sudah malam. Tidur, yuk. Udara semakin dingin, loh...” celetuk Rumi lembut, membuat Sena terkejut kecil.

Refleks, Sena segera mematikan batang rokok di tangannya dan berusaha mengusir asap yang tersisa di udara.

“Eh, Ma... maaf. Bau rokok,” ujar Sena sambil tersenyum tipis, canggung.

Rumi ikut tersenyum. Ia kemudian duduk di samping putranya dan mengusap pipi laki-laki yang dulu digendongnya itu dengan penuh kasih sayang. “Kamu nggak apa-apa, Sen?” tanyanya.

Sena menggeleng pelan. “Emangnya Sena kenapa, Ma? I’m okay.”

“Nggak, kamu bohong. Kamu masih terluka, ya?” balas Rumi, kini tangannya menyentuh dada putranya. “Di sini?”

Sena hanya tersenyum, lalu meraih tangan ibunya dan menggenggam erat. “Sedikit, Ma... Tapi sepenuhnya sudah sembuh. Percaya sama Sena,” ucapnya tulus.

“Karena wanita itu?” tebak Rumi pelan.

Sena memperbaiki posisi duduknya. Lalu, ia merangkul pundak sang ibu, membiarkannya bersandar di bahunya seperti dulu saat ia masih kecil dan takut petir.

“Namanya Camelia Sasongko, Ma. Dia mahasiswa Sena,” ucapnya, lalu tertawa kecil, merasa lucu dengan kenyataan yang baru saja ia buka. Sedangkan Rumi ikut tertawa pelan, tak menyela, hanya mendengarkan dengan hangat.

“Aneh nggak sih, Ma, kalau Sena jatuh cinta sama mahasiswa sendiri?” lanjut Sena dengan suara lirih.

“Nggak aneh, kok. Karena cinta itu nggak kenal status, jabatan, atau kedudukan. Tapi... memang, di mata orang lain, hal itu bisa terlihat tabu,” jawab Rumi bijak.

“Itu yang bikin Sena kepikiran, Ma. Sena pendam perasaan ini selama dua tahun. Nggak berani ngomong apa-apa karena posisi Sena sebagai dosen. Tapi Mama tahu nggak? Tuhan kasih plot twist yang bikin Sena sampai sekarang masih mikir, ini maksudnya apa?”

Rumi mengernyitkan dahi, kini menegakkan tubuhnya dan menatap putranya serius. “Apa itu, Sen?”

“Waktu itu Sena iseng buka aplikasi dating. Tujuannya ya... cari pasangan. Karena umur Sena sudah segini, dan nggak mungkin kan Sena nunggu Camelia yang mungkin sudah nggak ada harapan. Nah, malam itu Sena ketemu sama akun bernama Malika. Kita lanjut ngobrol di chat, dia asyik, bahkan Sena ngerasa nyaman. Kita saling cerita soal kerjaan, soal kisah cinta yang gagal, termasuk rasa ilfeel dia ke seseorang. Waktu itu, Sena pakai nama Gray. Jadi, dia nggak tahu kalau Gray itu... Sena.”

Rumi menyimak dengan seksama.

“Sampai akhirnya, kita sepakat buat ketemuan dan pas Sena lihat langsung, ternyata... Malika itu Camelia, Ma.”

Rumi tercengang, seolah tak percaya.

“Ini bukan cerita karangan, Ma. Ini nyata dan sejak itu, Sena belum menghubungi Camelia lagi. Bukan karena nggak mau, tapi belum siap. Karena sebelumnya, sebelum tahu kalau dia itu Malika, Sena udah sempat nyoba deketin dia. Sena kasih hadiah kecil, sampai terakhir kasih buket mawar. Tapi ditolak. Jadi, waktu tahu kebenarannya, Sena makin takut. Takut ditolak lagi. Jadi ya... sekarang Sena masih nunggu waktu yang tepat.”

Kepala Sena kini tertunduk, suaranya meredup. Rumi hanya bisa menatap penuh haru. Putranya itu, yang tampak kuat dan tegas di luar, ternyata menyimpan begitu banyak luka dan keraguan di dalam.

"Mama itu paham betul bagaimana kamu memperjuangkan cinta, Mama tahu kamu jatuh bangun. Tapi pesimis? Rasanya Mama belum pernah lihat itu di dirimu. Sudah mencoba bicara langsung dengan Camelia?"

"Sudah, Ma," jawab Sena, menunduk. "Tapi Camelia menolak."

Rumi mengangguk pelan. Ia mengusap punggung putranya dengan penuh kasih. Sebagai seorang wanita, ia bisa memahami perasaan Camelia.

Mungkin Camelia merasa canggung atau segan karena yang mendekatinya adalah seorang dosen. Posisi itu bukan hanya sensitif, tetapi juga penuh batasan etika dan norma kampus.

"Mungkin Camelia justru menghormatimu sebagai dosen. Dia tahu batas, dan dia sangat menghargaimu. Percaya sama Mama. Tapi, perlu Mama bantu?"

Sena refleks menjauhkan tubuhnya sedikit. "Apaan sih, Ma? Nggak usah!" balasnya cepat.

"Kenapa? Malu?" tanya Rumi, menaikkan satu alis sambil tersenyum penuh godaan.

"Y-ya... nggak. Sena bisa berjuang sendiri kok," jawab Sena gugup.

"Nggak usah gengsi. Nanti Mama bantu deh, sekalian bawa hadiah. Gimana? Oke? Deal?"

"Nggak, Ma," Sena menolak tegas.

"Oke, berarti deal!" sahut Rumi cepat, tak memberi ruang untuk penolakan.

"Mama..." rengek Sena, kini terdengar seperti anak kecil yang kalah argumen.

Rumi terkekeh geli. Melihat putranya bersikap seperti itu membuatnya ingin memeluknya erat.

"Emangnya Mama setuju kalau misalnya nih, misalnya Sena sama Camelia? tanya Sena, matanya menatap ragu.

Rumi tanpa pikir panjang langsung mengangguk cepat. “Karena laki-laki yang punya uang, punya fisik, punya kepintaran, dan bibit, bebet, bobotnya jelas seperti kamu itu, Nak, nggak akan sembarangan pilih pasangan. Karena yang dilihat itu value wanitanya, bukan harganya.” Mendengar itu, Sena tersenyum.

Ditatapnya wajah teduh sang ibu dengan penuh rasa syukur. Ada kelegaan di hatinya. Sosok bidadari yang sedang ia pandang ini, tak pernah sekalipun menghakimi atau menyalahkan atas kisah cintanya yang gagal. Sebaliknya, sang ibu justru menjadi tempat ternyaman untuk pulang, yang setia memberikan dukungan agar ia tak larut dalam keterpurukan.

“Sena, kalau kamu sudah memutuskan untuk mencintai seseorang, lakukanlah dengan baik. Cintai dengan tulus. Cintai segala kekurangannya, bukan cuma semangat di awal aja, tapi bertanggung jawablah atas keputusan yang sudah kamu ambil. Ingat, jangan pernah mempermainkan perasaan siapapun, walau kamu pernah dikhianati. Belajarlah menghargai. Karena nggak semua penyesalan bisa dibayar dengan kata maaf, dan nggak semua luka bisa sembuh hanya karena dimaafkan, benar kan? Maka dari itu, tetap semangat. Mama doakan kamu. Jangan menyerah ya, Nak.” Rumi menarik tubuh putranya dalam pelukan hangat, menepuk-nepuk punggungnya perlahan.

Sena membalas pelukan itu dan memejamkan mata. Ia ingin mengingat momen ini selamanya. “Terima kasih, Ma. Terima kasih karena selalu ada buat Sena. Terima kasih karena nggak pernah menghakimi Sena atas apa yang sudah terjadi. Sena sayang Mama... I love you, Ma.”

“Mama juga sayang Sena. Janji ya, kali ini berhasil... dan Kamu menikah terus kasih Mama cucu.” balas Rumi sambil tergelak, mencairkan suasana yang semula haru menjadi hangat penuh tawa.

Pelukan sederhana itu mampu meredam gejolak hati Sena yang sempat kalut. Bukan nasihat berbelit yang ia dapatkan, melainkan kelegaan dari kalimat yang datang dari hati seorang ibu.

......................

Keadaan Camelia sudah membaik, meski tubuhnya masih terasa lemas. Seusai kuliah, ia memutuskan langsung pulang karena kepalanya masih terasa pusing dan ia tidak sanggup berlama-lama di keramaian.

Kini, di tempat ternyamannya, kamar pribadinya, Camelia duduk termenung di atas sofa. Kakinya ia lipat dan peluk erat.

"Argh!"

Ia berteriak kesal ketika pikirannya kembali kusut.

Ini kenapa sih, aku mikirin si brengsek itu! gerutunya dalam hati. Ia bangkit dari sofa, berniat mengambil rokok untuk mengusir gelisah, tapi langkahnya terhenti saat mendengar ketukan di pintu.

Tok! Tok! Tok!

“Non, ada tamu.” ujar suara maid dari luar.

Camelia tak langsung menjawab, namun sudut bibirnya terangkat membentuk senyum.

Pasti Giovani, gumamnya yakin.

Tanpa pikir panjang, Camelia berlari ke depan standing mirror untuk merapikan diri. Setelah merasa cukup rapi, ia bergegas keluar menemui sang tamu.

Kayaknya tadi aku buru-buru banget pulang deh, makanya Gio datang ke sini, pikirnya sambil tersenyum-senyum sendiri.

Namun, kenyataan tidak seindah ekspektasi. Langkahnya terhenti, napasnya tercekat, sebab yang berdiri di hadapannya bukan Giovani.

Seseorang yang pernah menggetarkan hatinya seminggu lalu kini berdiri di sana. Namun, bukan hanya itu yang membuat Camelia membeku. Di samping pria itu, berdiri seorang wanita paruh baya dengan setelan berwarna krem. Ia tersenyum hangat padanya.

“Hai.” sapa wanita itu.

Camelia membalas dengan senyum tipis. Ia benar-benar terkejut. Wajah wanita itu asing baginya, tapi ada sesuatu yang terasa mengintimidasi.

“Hmm, Mel… maaf kalau kedatangan kami mengejutkanmu,” ujar Sena dengan nada hati-hati. “Tapi, perkenalkan dulu… ini Mama ku.”

Camelia tetap diam. Lidahnya kelu, pun pikirannya kosong. Mama? ulangnya dalam hati. Apa maksudnya? Kenapa Sena membawa ibunya?

“Perkenalkan. Ibu Sena, Rumi,” ujar wanita itu sambil mengulurkan tangan ramah.

Camelia sempat menatap tangan yang terulur itu beberapa detik. Kepalanya masih sibuk bertanya-tanya. Apa tujuan dari pertemuan ini?

Meski begitu, ia tetap melangkah pelan, menjabat tangan itu.

“C-Camelia…” ucapnya ragu.

“Nama yang cantik, seperti orangnya.” jawab Rumi dengan senyum sumringah.

Tamu tetap harus diperlakukan dengan sopan. Maka, Camelia buru-buru mempersilahkan mereka masuk. "Silahkan duduk." ucapnya ramah, meski gugup tak terbendung.

Beberapa saat, suasana terasa sangat canggung. Camelia duduk kaku, bingung harus memulai percakapan dari mana.

Kenapa Sena bawa mamanya ke sini? Oh, paling nyari Mama, pikirnya cepat.

"Hmm… Mama saya jam segini belum pulang. Biasanya malam," celetuk Camelia, mencoba mencairkan suasana, walau jelas nada suaranya gugup.

"Oh, tidak, kok. Tante datang ke sini memang untuk bertemu kamu," jawab Rumi pelan namun pasti.

"Hm?" Camelia terkejut, spontan alisnya bertaut. Ia tidak menyangka sama sekali.

Sementara itu, Sena hanya diam. Terlihat kikuk, seolah kehilangan kata-kata di depan Camelia.

"Jadi, Tante langsung saja ke intinya, ya. Sebelumnya, Tante minta maaf karena terkesan ikut campur. Tapi kalau Tante tidak ikut campur, kalian mungkin akan terus saling diam," ucap Rumi, menatap Camelia dengan tulus. "Mel, Sena sudah cerita semuanya pada Tante, tentang bagaimana dia jatuh cinta pada gadis secantik kamu."

Camelia langsung menoleh pada Sena yang kini menunduk, jelas malu. Apa yang sudah Sena ceritakan pada ibunya? pikirnya. Namun, ia tidak menyela. Ia tetap duduk tenang, berusaha menghargai kedatangan Rumi dan Sena.

"Dan, tentang bagaimana kalian bertemu lewat aplikasi dengan identitas berbeda… Tante juga tahu. Tante minta maaf atas nama anak Tante. Mungkin kamu merasa terganggu atas sikapnya yang terkesan mengejar kamu. Tapi kamu harus tahu, Sena bukan tipe laki-laki yang mudah menyerah jika sudah mencintai seseorang. Ia tidak main-main, dan dia serius sama kamu."

Mata Sena membulat. Ia tidak menyangka ibunya akan berkata sejujur itu di depan Camelia. Aduh, Mama ngomong apa sih? batinnya kacau.

"Ma, Mama ngomong apa sih?" katanya, merasa malu dan tidak nyaman. Baginya, ini memberi kesan seperti ia tak punya harga diri sebagai laki-laki.

Namun, bukan hanya Sena yang malu. Camelia pun sama. Pipi gadis itu merona, dan tubuhnya terasa semakin kaku.

"Hmm… maaf, tapi…" Camelia mulai membuka suara, tapi Sena segera menyela, meskipun gugup.

"Mel, maaf. Ini maksudku ngajak Mama ke sini itu…"

Namun, sebelum Sena sempat melanjutkan, Rumi sudah lebih dulu meletakkan sesuatu di atas meja. Sebuah kotak mungil berwarna merah muda. Ia mendorongnya pelan ke arah Camelia.

"Tante juga datang ke sini untuk… memintamu," ucap Rumi tenang.

"Huh?" pekik Camelia, nyaris tak percaya. "Meminta apa, maksud Tante?"

"Sebagai menantu," jawab Rumi mantap.

"Hah?!" Kali ini bukan hanya Camelia, tapi Sena juga yang tak bisa menahan keterkejutannya. Matanya melebar, napasnya tertahan.

"Mama! Apa sih? Nggak usah ngawur!" protesnya cepat.

"Tante… ini mungkin salah paham. Saya mahasiswanya Pak Sena, dan saya sangat menghormati beliau. Jadi sebelumnya saya minta maaf jika sikap saya mungkin lancang atau tidak sopan," ucap Camelia, merasa harus memperjelas semuanya.

Namun Rumi menggeleng pelan. "Untuk saat ini, Tante tidak melihat kalian sebagai dosen atau mahasiswa. Tante melihat kalian sebagai laki-laki dan perempuan yang sedang sama-sama bingung. Maka dari itu, Tante mencoba menuntun kalian agar sampai pada tujuan."

"Tapi, Tante…" suara Camelia mulai bergetar.

"Camelia," Rumi menatap gadis itu penuh kasih. "Tante yakin hati Sena tidak salah. Tante juga yakin kamu gadis yang baik. Tante tahu bagaimana putra Tante memperjuangkan kamu dan menahan perasaannya selama dua tahun, itu tidak mudah. Apalagi Sena pernah berada di titik terluka yang sangat dalam. Maka saat Sena menceritakan semuanya, hati Tante justru bahagia. Karena untuk pertama kalinya, Sena kembali ingin mencintai seseorang."

Camelia menunduk, remasan tangannya menguat. Bibir bawahnya tergigit menahan perasaan campur aduk.

"Tante tidak datang membawa paksaan, Tante sadar kamu masih mengemban ilmu, jadi pikirkan baik-baik. Kalau kamu menerima Sena, pakai hadiah dari Tante ini. Jika tidak, kamu bisa mengembalikannya. Tidak harus sekarang, Tante kasih waktu tiga hari, ya," lanjut Rumi lembut.

Sena menatap Camelia, bingung harus bicara atau diam. Perasaannya sama kacau balau.

"Mungkin Tante rasa pertemuan ini cukup dan tolong sampaikan salam Tante untuk orang tuamu ya, Mel. Lain waktu, jika ada kesempatan, Tante akan datang lagi ke sini," ucap Rumi, lalu bangkit dari duduknya. Ia melirik putranya. "Sen, Mama pulang dulu ya. Kamu nanti naik taksi. Mama pulang sama supir."

Sena hanya diam. Tidak bisa menolak, tidak juga bisa berkomentar.

Rumi menghampiri Camelia yang masih memandangi kotak merah muda itu. Ia duduk di samping gadis itu, lalu tiba-tiba memeluknya hangat. "Jangan terlalu dipikirkan. Kamu pasti bisa mengambil keputusan yang bijak. Kalau memang tidak, Tante tidak akan marah. Tante akan tetap menghargai apapun jawabanmu. Jadi, pikirkan baik-baik ya, Mel," bisiknya sebelum melepas pelukan itu. "Kalau begitu, Tante pamit dulu. Senang bertemu denganmu dan sampai jumpa."

Camelia tetap diam seribu bahasa. Ia masih terkejut, masih tak percaya apa yang barusan terjadi. Di hadapannya, terhampar ketulusan dan keseriusan. Namun, semua itu datang dari Sena dan Sena adalah Gray. Sosok yang dulu membuatnya jatuh cinta lewat maya juga kecewa. Kini ia tak tahu, harus merasa bahagia atau justru takut.

1
Iristyaaa
ini up nya kpan sih? capek bolak balik mulu😭
Iristyaaa
ini kpn up lg nya thorrr
Iristyaaa
bikin camelia yg ngejar2 sena dong thorrrr😭 kasian senaaa
Iristyaaa
gregetttttt bgt sma camelia ya tuhan😭
Lucky ᯓ★: heheh kenapa tuh kak /Chuckle/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!