NovelToon NovelToon
Pernikahan Palsu Dadakan

Pernikahan Palsu Dadakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.

Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.

Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.

"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.

Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”


Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27. Tak Ada Harapan

Langkah Adriella lemah saat memasuki rumah. Matahari sudah mulai condong ke barat, dan sinar senja menambah perasaan hampa yang menghimpit dadanya.

Ia berjalan pelan melewati ruang tamu yang sepi, tak peduli siapa pun yang mungkin melihatnya. Wajahnya pucat, matanya sembap, dan langkahnya seperti tak berjiwa.

Begitu sampai di lantai dua dan membuka pintu kamar, Adriella terdiam sejenak. Tapi sebelum sempat ia larut dalam pikirannya sendiri, suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu.

"Kak?" suara lembut Alessia memanggil, disertai ketukan yang ragu.

Adriella tidak menjawab. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka perlahan. Alessia masuk dengan langkah hati-hati, wajahnya penuh kecemasan.

"Aku nunggu Kakak dari tadi. Kakak ke mana aja? Kakak udah nemuin Ka Zehan?" tanyanya, nada suaranya dipenuhi harapan dan kekhawatiran sekaligus.

Adriella memutar tubuhnya perlahan. Air matanya langsung jatuh tanpa bisa ditahan.

“Kakak udah cari ke mana-mana, Les. Kakak ke butik tempat dia harusnya ketemu klien. Tapi mereka bilang nggak pernah ada proyek, bahkan nggak kenal orang yang disebut Zehan. Kakak ke kantornya juga, mereka bilang dia nggak masuk dua hari ini. Dan proyek itu nggak pernah ada.”

Alessia terdiam, matanya melebar karena terkejut. Ia segera duduk di samping Adriella dan memeluk kakaknya erat-erat.

“Kak, aku ikut sedih. Aku tahu Kakak pasti bingung dan khawatir, tapi Kakak nggak boleh patah semangat.”

Adriella menggeleng dengan suara gemetar, “Kakak bahkan nggak tahu harus mikir apa. Semua kelihatan kayak bohong. Kakak bahkan sempat mikir, gimana kalau Zehan emang sengaja pergi? Gimana kalau dia, dia ninggalin Kakak?”

Alessia menatap wajah kakaknya, matanya berkaca-kaca. “Kak, jangan langsung mikir yang buruk. Kita belum tahu kebenarannya. Tapi kalau dia bener-bener hilang, kita harus lapor polisi. Ini udah dua hari. Siapa tahu dia disekap orang, atau....”

“Kakak takut, Les,” potong Adriella lirih. “Kakak takut kalau ternyata semua ini cuma alasannya buat ninggalin Kakak. Kakak takut lapor polisi, dan ternyata dia bukan diculik, tapi dia pergi karena dia pengen.”

Alessia memegang tangan kakaknya erat. “Tapi kamu nggak bisa terkurung dalam ketakutan itu. Kalau kita nggak cari tahu, kita nggak akan pernah tahu. Aku temenin kamu. Aku bantu kamu cari, Kak. Kita bisa tanya orang-orang yang pernah kerja bareng dia, atau cek lewat media sosial, apa pun. Kita nggak akan biarin kamu ngerasa sendirian.”

Adriella menggigit bibirnya, menunduk, lalu akhirnya mengangguk pelan. Pelukan adiknya terasa seperti jangkar yang menahannya agar tidak tenggelam sepenuhnya.

🍁🍁🍁

Adriella akhirnya mengambil keputusan yang berat untuk melapor ke kantor polisi. Ia tidak ingin terus terperangkap dalam ketakutan dan dugaan. Meskipun harapannya tipis, ia tahu ia harus mencoba. Setidaknya untuk membuktikan bahwa ia sudah berusaha.

Dia mengisi formulir orang hilang, menjawab serangkaian pertanyaan, dan menyerahkan foto terbaru Zehan. Petugas polisi mencatat semua keterangan dengan teliti, menjanjikan akan menyelidiki, meski tanpa saksi atau bukti awal, pencarian itu takkan mudah.

Hari-hari berlalu.

Di sela pekerjaannya di perusahaan tekstil, Adriella selalu menanti kabar. Setiap kali ponselnya bergetar, ia berharap itu dari kantor polisi atau, lebih dari itu, dari Zehan sendiri. Tapi nihil. Tidak ada kabar. Tidak ada petunjuk.

Ia sudah menelepon kantor polisi beberapa kali. Jawaban mereka selalu sama, belum ada perkembangan.

Harapan Adriella mulai terkikis.

Hari demi hari, ia bangun dengan beban yang sama. Setiap malam ia tidur dalam kesepian yang makin menggigit. Ia mulai bertanya-tanya, mungkin saja Zehan memang pergi dengan keinginan sendiri.

Dan jika itu benar....

Bukankah seharusnya ia tidak merasa sesakit ini? Bukankah pernikahan mereka hanya pura-pura?

Namun, tak peduli seberapa keras ia mencoba membantah, hatinya tak bisa bohong. Kebersamaan mereka nyata. Tatapan Zehan, senyumnya, perhatian kecil yang selalu dia berikan, semuanya nyata. Dan perlahan, tanpa disadari, Adriella telah jatuh cinta pada pria itu.

Tapi cinta itu kini hanya menyisakan luka. Luka dari kehilangan yang tak memiliki kepastian.

Di tengah kehancuran itu, satu malam setelah makan malam bersama keluarga, Adriella sedang berjalan menuju dapur ketika ia mendengar suara pelan dari arah pintu belakang. Suara mengeong yang lirih namun berulang-ulang.

Ia mengikuti suara itu perlahan, melangkah ke arah pintu kaca yang mengarah ke taman belakang. Saat membuka pintu, ia menemukan seekor kucing Ragdoll dengan bulu putih-kelabu meringkuk di dekat kusen.

Adriella terdiam. Ia mengenali kucing itu, milik tetangga yang kadang suka berkeliaran ke rumah-rumah sekitar. Tapi yang membuatnya tercekat bukan karena kucing itu muncul, melainkan karena kenangan yang mengikutinya.

Kucing itu, kucing yang sama seperti malam terakhir ia dan Zehan duduk bersama di taman. Saat itu, kucing ini juga datang, dan Zehan menimangnya sambil bicara tentang masa depan. Tentang proyek baru. Tentang rencana mereka.

Tangannya mengelus kepala si kucing perlahan. “Kamu datang lagi, ya. Tapi dia nggak.”

Adriella memeluk kucing itu sejenak, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya. Tapi momen tenang itu terganggu oleh suara langkah kaki di belakangnya.

“Lagi curhat sama kucing?” suara Bara terdengar santai namun bernada mengejek.

Adriella berdiri perlahan, memeluk kucing itu dalam lengannya, dan menatap Bara yang muncul dari balik pintu dapur.

“Kucing itu lebih bisa dipercaya daripada sebagian manusia,” jawabnya datar.

Bara menyeringai. “Tapi dia nggak bisa bikin kamu nggak kesepian.”

Adriella hendak berbalik pergi, tapi Bara melangkah sedikit lebih dekat.

“Kamu tahu, kalau kamu butuh seseorang buat nemenin ngobrol atau lebih dari itu aku bisa ada,” bisiknya.

Adriella menatapnya dengan dingin. “Aku nggak butuh kamu.”

Tanpa menunggu respon lebih jauh, ia berbalik dan melangkah pergi, membawa kucing itu ke dalam pelukannya seolah kucing itulah satu-satunya penghiburan yang tersisa di rumah itu malam ini.

Ia akhirnya membawanya keluar pagar belakang dan mengantarnya kembali ke rumah pemiliknya yang berada tepat di seberang rumah. Pemiliknya tampak lega dan mengucapkan terima kasih dengan senyum hangat.

Setelah kembali ke rumah, Adriella membuka pintu dan melangkah masuk. Di ruang tamu, Alessia duduk sambil memeluk bantal, menonton acara drama di televisi.

Begitu melihat Adriella masuk, Alessia menoleh dan tersenyum. “Kak, nonton bareng yuk. Ini seru, loh.”

Adriella mengangguk pelan dan duduk di samping adiknya. Tapi meskipun matanya tertuju pada layar, pikirannya melayang entah ke mana. Alessia melirik dan menyadari tatapan kosong itu.

“Kamu masih mikirin Kak Zehan, ya?” tanyanya lembut.

Adriella tak menjawab langsung. Ia hanya menatap layar televisi tanpa benar-benar melihat.

“Udah ada kabar dari polisi?” lanjut Alessia.

Adriella menggeleng perlahan. “Belum. Mereka masih belum menemukan petunjuk apa pun.”

Keheningan menggantung sesaat sebelum Alessia kembali bicara. “Kak, aku tahu ini berat. Tapi, kalau dia memang pergi, mungkin lebih baik Kakak mulai mikirin hidup Kakak sendiri. Mungkin pelan-pelan, tapi setidaknya jangan terus nyakitin diri sendiri.”

Adriella menarik napas panjang. “Aku juga pengen kayak gitu. Tapi aku nggak bisa bohong sama perasaan aku. Aku masih nunggu dia. Masih berharap.”

Alessia meraih tangan kakaknya dan menggenggamnya erat. “Kalau dia masih punya hati dan benar-benar mencintai Kakak, dia pasti balik. Tapi kalau nggak. Kakak masih punya aku.”

Adriella menoleh, tersenyum lemah. “Terima kasih, Les.”

Keduanya duduk bersebelahan, diam, dengan cahaya televisi menyinari wajah mereka yang dipenuhi kesedihan, tapi juga kekuatan yang perlahan tumbuh kembali.

1
Mar lina
up lagi thor
biar tahu kelanjutannya
Mar lina
coba orang tua Zehan
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
emak sama anak
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
ya ampun bara...
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
Mar lina
semoga Bastian
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!