Bismillah,
Kisah ini sekuel dari Pengobat Luka Hati Sang Letnan (Kisah Maslahat).
Ikuti FB Lina Zascia Amandia
WA 089520229628
Patah hati karena cinta dan hampir saja bunuh diri. Nyawa Aika hampir saja melayang, kalau saja tidak ada seorang pria arogan dan kasar menolongnya.
"Gila, kamu mau bunuh diri? Patah hati karena lelaki. Lelaki mana yang telah menghamilimu, biar aku kejar supaya menikahimu?" Serka Lahat menarik tubuh gadis itu ke dalam mobil bututnya.
Mobil itu berlari kencang menuju sebuah klinik. Tidak disangka penemuan itu, benar-benar merubah hidup Maslahat yang monoton dan betah membujang.
Lalu apa yang membuat Maslahat berubah, menemukan jodohnya, atau justru menikahi gadis putus asa yang diduganya hamil oleh pacarnya atau mendapat jodoh lain yang lebih baik? Temukan jawababnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Pertengkaran
Jam tiga sore, Aika sudah bersiap keluar dari Taman Puri Bunga. Lelah karena pekerjaan sudah biasa. Bahkan Aika tidak pernah merasakan lelah selama bekerja di taman bunga itu, baginya pekerjaan di tempat itu menyenangkan. Dan biasanya, tiba waktunya pulang, adalah hari yang paling menyenangkan, tapi tidak untuk hari ini.
Aika melangkah menuju parkiran motor, ia meraih kunci motor di saku roknya, memasang pada starter, helm yang mulai digunakan. Kedua kakinya sudah siap di tempatnya.
"Hahhhhh."
Aika menghela nafas, dia seperti bingung untuk pulang. Ke rumah orang tuanya, sudah tidak lagi menyambut dengan ramah, atau ke rumah Lahat suaminya, sama saja. Tidak ada tempat yang terasa nyaman di dua tempat itu. Tapi, Aika bingung harus ke mana.
"Tidak ada yang lebih baik untukku." Aika bingung, sementara menurutnya Lahat terlalu menuntut. Lahat bukan tipe suami yang sabar, sementara patah hati yang dideritanya, butuh waktu lama untuk reda, dan butuh orang untuk sabar menghadapinya. Dan kini, Lahat sudah mengetahui semua, siapa mantannya. Aika takut, Lahat berulah di kantornya.
Motor Aika mulai berjalan, pelan menuju jalan ke rumah Lahat. Terpaksa ia pulang ke rumah itu, karena kalau ke rumah orang tuanya, pertanyaan yang sama seperti kemarin pasti akan terlontar padanya.
Tiba di depan pagar rumah Lahat, motor dan mobil pria itu sudah ada. Aika semakin canggung untuk masuk. Dia berpikir apa lagi yang akan ditanyakan suaminya.
"Assalamualaikum." Aika mengucap salam. Di dalam ruang tamu tidak ada jawaban, sepertinya Lahat tidak ada di sana. Namun, langkah Aika terhenti, saat hidungnya justru mencium aroma makanan dari arah dapur.
"Siapa yang masak, apa Bang Lahat masak?" pikirnya sembari membawa kakinya menuju tangga. Aika tidak akan mencari apakah di dapur ada orang, dia terus melanjutkan langkahnya menaiki tangga.
Tiba di depan kamar yang kemarin ditempati bersama Lahat, Aika berdiri ragu, kamar ini pun rasanya sama saja, hanya akan membuat dirinya merasa canggung.
Aika segera meraih handuk, ia ingin membasuh gerah yang ada di tubuhnya.
"Kamu sudah pulang?" Tiba-tiba Lahat sudah berada di dalam kamar. Aika tersentak, handuk yang ia pegang hampir saja jatuh.
"Iya," balasnya seraya melangkah menuju kamar mandi. Lahat menatap punggung Aika yang hilang di balik pintu kamar mandi.
"Dia sangat murung sekali, masih belum bisa melupakan mantannya," gumam Lahat.
Pintu kamar mandi sudah berderit, Aika keluar dalam balutan bathrobe. Dilihatnya Lahat terduduk di sofa.
"Kenapa juga dia itu duduk di situ?" batinnya kesal, karena Aika akan menggunakan pakaian di dalam kamar itu. Aika punya cara lain, ia akan membawa pakaian gantinya ke mushola sekalian sholat Ashar di sana.
"Mau ke mana? Pakai saja bajunya di sini, toh aku bukan orang lain. Kamu bisa memakai di balik pintu lemari itu, kan?" Lahat menghentikan langkah Aika. Sejenak Aika menatap ke arah Lahat, lalu kembali menunduk.
"Aku mau pakai baju di sana, sekalian sholat Ashar," ucap Aika melanjutkan langkah kakinya.
"Stop. Kalau pakai di sini, ya, di sini," tekan Lahat. "Tidak ada salahnya aku melihat apa yang ada di tubuhmu, aku sudah punya hak untuk sekedar melihatnya. Kamu lupa siapa aku?" lanjut Lahat.
Aika gereget, dia sangat kesal dengan paksaan Lahat. Lalu ia kembali menuju lemari dan terpaksa memakai baju itu di sana, tapi matanya sambil menangis. Untuk sekedar dipahami saja, rasanya begitu sulit.
Setelah memakai baju, Aika segera keluar dengan tergesa tanpa menoleh Lahat lagi di sana. Aika sholat ashar di dalam mushola kecil, setelah sholat dia menangis di sana. Sedih yang tidak terkira. Ingin ada seseorang yang memahaminya, bahwa kecewanya ini belum bisa sembuh begitu saja.
Aika memejamkan matanya sampai tidak ada celah, menggenggam tangannya dengan kepalan yang kuat. Ingin rasanya ia banting semua yang ada di hadapannya, sampai semua sesak di dadanya reda. Tapi, tidak mungkin, di sana hanya ada mukena dan sajadah serta Al-quran kecil. Akhirnya yang dia lakukan adalah menangis. Sholat saja tidak cukup membuatnya tenang, disaat hatinya sakit seperti ini.
Sementara itu, Lahat sejak tadi menunggu Aika keluar dari mushola. Dia heran kenapa Aika belum keluar. Lalu pria yang memang tidak bisa bersabar itu, keluar kamar berjalan menuju mushola, pada saat itu Aika pun keluar dari mushola. Wajahnya sembab. Aika tidak menghiraukan Lahat, dia berjalan menuju kamar dan memutuskan untuk membawa bajunya yang sudah disimpan di dalam kamar itu untuk pindah ke kamar sebelah.
Lahat mengikuti Aika dan melihat Aika membawa bajunya keluar dari lemari.
"Mau dibawa ke mana baju-baju itu?" tanya Lahat heran.
Aika tidak menjawab, dia segera membungkus baju itu ke dalam kantong plastik, lalu dijinjingnya menuju pintu kamar.
"Mau ke mana?"
"Pindah ke kamar sebelah," jawabnya.
"Kenapa, kamu tidak mau seranjang denganku?" tanyanya menekan dan terdengar kecewa.
"Aku hanya ingin pisah kamar."
"Sampai kapan?"
Aika tertegun, dia bingung sampai kapan dia pisah kamar.
"Sampai aku bisa menerima kamu di hati aku," jawab Aika sembari meraih handle pintu yang masih terkunci. Lahat menghalangi pintu itu dengan cepat, lalu meraih tangan Aika kemudian digenggamnya erat.
"Menerima aku di hati kamu, lalu kapan? Sampai Lettu Prayoda meninggal dunia? Itu tidak mungkin dan itu masih lama. Lalu sampai kapan kamu bisa melupakannya?" ucap Lahat di depan wajah Aika.
"Berikan aku waktu sebentar saja, Bang. Aku tidak mudah melupakan sakit hati ini. Tolong lepaskan," ucapnya meminta Lahat melepaskan tangannya. Tapi Lahat tidak melepaskan, cengkramannya malah semakin kuat.
"Cium aku dulu," pintanya menatap Aika penuh damba. Aika menghindar, kepalanya mendongak ke belakang. Lahat kecewa, tanpa sabar lagi ia meraih tengkuk Aika lalu melabuhkan ciuman di bibir Aika.
Aika berontak, dia belum bisa memberikan bibirnya dengan suka rela, apalagi dalam keadaan hatinya masih dilanda kecewa.
"Cium aku seperti saat kamu memberikannya ada Lettu Prayoda," tekan Lahat. Aika menjauh, matanya berair lalu menangis.
Lahat kecewa melihat Aika menangis. Dia benar-benar tidak mau memberikan ciuman itu ikhlas meskipun ia suaminya. Dengan sedikit kasar Lahat melepas cengkraman tangannya dan membiarkan Aika terlepas. Lalu membuka kunci pintu dan membukanya.
"Keluarlah, aku tidak mau memaksa orang yang tidak mau mengharapkan aku." Ucapan Lahat datar tapi terasa sangat menusuk hati Aika. Aika menatap wajah Lahat sekilas, ada kecewa di sana.
Lahat membawa tubuh Aika keluar beserta kantong kresek yang sudah ada baju-baju Aika. Pintu kamar itupun tertutup menyisakan Aika yang semakin sedih yang sangat dalam. Lahat benar-benar tidak mengerti akan dirinya.
"Beri aku kesempatan Bang. Aku juga tidak mau dipaksa seperti ini. Sekali lagi, beri aku kesempatan untuk menyembuhkan luka hati ini," gumam Aika berderai air mata.
coba komunikasi yg bener..kata BPK jgn egois kan??
Luluhkan bang hati istrimu...