Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.
Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.
Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.
Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Enam
Brian segera bangkit dari tempat duduknya, tangannya langsung melingkar di pinggang ramping Qilla, membawanya keluar dari toko perhiasan.
Sesekali pria itu melirik jari-jemari kecil milik Qilla, dan tanpa sadar Brian terkekeh melihat cincin yang kini menghiasi jari manis Qilla. Siapa sangka, gadis mungil yang masih sangat muda itu akan menjadi calon istrinya dan sebentar lagi, resmi menjadi pendamping hidupnya.
Hatinya terasa hangat setiap kali memandang wajah manis itu, dan Brian tidak bisa tidak merasa sangat bahagia karena telah menemukan pasangan hidup yang sempurna.
"Apa yang kamu pikirkan, mas?" tanya Qilla dengan senyum, membuat Brian tersenyum kembali.
"Aku hanya merasa sangat bahagia karena memiliki kamu, sayang," jawab Brian dengan suara yang lembut.
"Euh me too," balas Qilla dengan senyum malu-malu.
"Umm.. Mas, aku mau es krim!" rengek Qilla manja tiba-tiba saat matanya menangkap sebuah toko es krim yang ramai di seberang jalan, membuat Brian tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah, sayang. Aku akan membelikan mu es krim favoritmu," ujar Brian dengan suara yang lembut, sambil membawa Qilla menuju toko es krim tersebut.
Qilla merasa sangat gembira, dirinya sangat suka es krim dan hari ini sepertinya sangat spesial karena Brian akan membelikannya.
"Aku mau es krim stroberi, mas!" rengek Qilla dengan mata yang berbinar, membuat Brian tersenyum gemas.
Saat tiba di dalam, Brian menyuruh Qilla mencari tempat duduk.
"Kamu cari tempat duduk, ya. Biar Mas yang pesenin," ujarnya lembut. Qilla pun mengangguk manis dan berjalan ke salah satu meja kosong, sementara Brian melangkah ke antrean.
Seperti biasa, kehadiran Brian langsung mencuri perhatian. Seluruh mata wanita di toko memandangnya dengan takjub. Siapa yang tak mengenal Brian, pewaris tunggal keluarga terpandang dan pemain basket yang terkenal dengan aura tenang dan dinginnya? Wajah tampannya dan sikap dewasa yang memikat membuat semua mata, khususnya para wanita, tak bisa melepaskan pandangan mereka.
Bisik-bisik mulai terdengar, beberapa wanita mulai mendekatinya, menggoda dengan senyum menggoda dan suara manja. Mereka mencoba menarik perhatiannya, berharap bisa mencuri waktu dari pemuda pujaan banyak hati itu. Namun, Brian tidak terpengaruh, matanya tetap fokus pada Qilla yang sedang mencari tempat duduk, dan senyum lembut menghiasi wajahnya setiap kali melihat Qilla.
Semua wanita itu berteriak histeris melihat Brian tersenyum sangat tampan, mereka merasa sangat beruntung karena bisa melihat senyuman Brian yang sangat langka itu. Namun, senyum Brian sebenarnya ditujukan untuk Qilla, bukan untuk mereka. Qilla yang melihat senyum Brian dari jauh, merasa hatinya berdebar kencang dan tersenyum kembali, membuat Brian merasa semakin dekat dengannya.
Wanita-wanita itu tidak menyadari bahwa senyum Brian bukanlah untuk mereka, melainkan untuk calon istrinya yang sedang duduk di meja, menikmati perhatian yang diberikan oleh Brian. Brian tetap fokus pada Qilla, sementara Qilla merasa sangat bahagia karena memiliki perhatian penuh dari Brian.
Dua wanita berpura-pura terjatuh ke tubuh Brian, Brian menatap wanita itu dengan tatapan tajam. Kedua wanita itu langsung menjauh dan meminta maaf sambil tersenyum menggoda, namun Brian tidak terpengaruh.
Qilla yang melihat itu dari kejauhan langsung merasa darahnya naik ke ubun-ubun. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan cepat mendekati Brian. Qilla berdiri di antara para wanita yang mengelilingi Brian, lalu berkata lantang dengan nada tajam.
"Maaf, saya rasa sudah waktunya untuk memesan. Brian, kamu sudah selesai memesan?" Tanya Qilla dengan tatapan tegas, membuat wanita-wanita itu mundur dan memberikan ruang bagi Qilla.
Brian tersenyum melihat Qilla yang cemburu, dan dengan senang hati memeluk Qilla.
"Sudah, sayang. Aku sudah selesai memesan," jawab Brian dengan suara yang lembut, membuat Qilla merasa sedikit lebih tenang.
Wanita-wanita itu memandangi Qilla dengan tatapan marah dan tidak suka. Mereka semua terkejut ketika Brian memanggil gadis yang lebih muda dari mereka dengan sebutan sayang, dan apa itu Brian memeluk wanita itu seolah dia adalah kekasihnya? Sungguh membuat hati mereka semakin panas dan emosi meluap.
Qilla menyadari tatapan mereka dan membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam. Dia melepaskan pelukannya dari Brian dan berdiri tegak.
"Dengar ya, jangan genit jadi perempuan! Dia ini calon suami saya. Paham?" lanjut Qilla, suaranya meninggi namun tetap jelas dan tegas.
"Mulai sekarang, jangan ganggu, jangan gatal, dan jangan coba-coba godain dia! Kalau kalian masih nekat, saya nggak segan buat kasih pelajaran yang kalian nggak bakal lupa! Paham?!" ancam Qilla dengan percaya diri, membuat suasana mendadak hening.
Para wanita itu sangat terkejut mendengar bahwa gadis itu adalah calon istri pria yang menjadi pujaan hati mereka. Mereka pun perlahan membubarkan diri, meski dengan wajah kesal dan malu.
Brian hanya bisa memandangi Qilla dengan ekspresi campur aduk antara terhibur dan terpesona, merasa bangga dengan keberanian dan ketegasan Qilla.
"Mas rasa mereka sudah paham, sayang," ujar Brian dengan senyum, memeluk Qilla kembali dan memberikan ciuman di keningnya.
Qilla memalingkan wajahnya cepat, manahan malu yang membara di pipinya. "Aku cuma ngasih tahu aja, mas. Biar mereka tahu kamu itu hanya milik Kintania Raqilla Alexander." Brian hanya tersenyum dan mengangguk, merasa sangat menyukai Qilla yang cemburu dan sifat posesifnya, mungkin.
Brian lalu mengacak rambut Qilla dengan gemas. "Your jealousy is so cute, darling. And yes I am only yours and you are mine. Tidak ada yang boleh memilikimu selain hanya diriku sendiri, sayang."
...****************...
Hari yang Qilla dan Brian nantikan akhirnya tiba. Qilla masih tak percaya bahwa dirinya akan menikah secepat ini dan dengan pria yang dikenal dingin, agresif, serta datang dari perjodohan yang awalnya tak dia inginkan. Namun, sekarang dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Brian. Cinta yang tumbuh di antara mereka telah mengubah segalanya.
Qilla merasa sedikit gugup, tapi juga sangat bahagia karena akan menghabiskan sisa hidupnya bersama Brian. Ia tidak sabar untuk melihat Brian di altar, dan untuk mengucapkan janji suci mereka. Qilla merasa sangat bersyukur karena telah menemukan cinta sejati dengan Brian, dan dia tahu bahwa pernikahan mereka akan menjadi awal dari petualangan baru yang indah.
Qilla berdiri di depan cermin, menyesuaikan gaun pengantin putih yang indah. Ibu dan teman-temannya membantu dia mempersiapkan diri untuk hari besar ini. Qilla merasa seperti seorang putri, dengan gaun yang elegan dan rambut yang diatur dengan sempurna.
Sementara itu, Brian sudah menunggu di altar, dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Brian merasa sangat bahagia dan tidak sabar untuk melihat Qilla berjalan menuju altar.
Saat Qilla memasuki ruangan, semua mata tertuju pada dirinya. Brian tidak bisa tidak merasa terpesona oleh kecantikan Qilla. Brian merasa seperti sedang bermimpi, dan tidak percaya bahwa gadis yang dicintainya akan menjadi istrinya.
Gedung megah yang dipenuhi dekorasi mewah tampak semarak oleh senyuman para tamu undangan. Musik lembut mengiringi kebahagiaan yang memenuhi udara. Tapi dari semua senyuman yang tampak hari itu, senyum Brian adalah yang paling lebar dan tulus, saat dia memandang Qilla dengan mata yang berbinar.
Segalanya terjadi begitu cepat, namun setiap momen terasa sangat berharga. Satu prosesi ke prosesi berikutnya, hingga akhirnya mereka duduk berdampingan, menjadi pasangan suami-istri yang sah. Brian memegang tangan Qilla dengan erat, merasakan kebahagiaan yang tak terhingga.
"Thank you for being my wife, my dear, I love you so much and I will always take care of you," bisik Brian dengan suara lembut, membuat Qilla tersenyum dan menunduk malu.
"I love you so much, too," balas Qilla dengan suara yang hampir tidak terdengar, tapi Brian bisa menangkap senyum manis di wajahnya.
Mereka berdua saling menatap, menikmati momen kebahagiaan yang mereka alami bersama. Brian perlahan mendekati wajah Qilla, dan mencium bibir mungil Qilla.
"Muachh."
Brian baru saja melepaskan ciuman pernikahannya, ciuman pertamanya sebagai suami. Lembut, namun penuh kepemilikan. Brian menatap wajah memerah istrinya dengan mata teduh.
Napas Qilla terengah, dadanya naik turun menahan haru. Matanya membulat, lalu berkaca-kaca. Gadis itu menatap Brian dengan campuran perasaan yang tak bisa dia jelaskan.
Tes.
Satu tetes air mata meluncur pelan di pipinya. Brian refleks mengangkat tangannya, mengusap lembut pipi Qilla dengan ibu jarinya.
"Jangan menangis, sayang," ucapnya pelan, suaranya serak namun menenangkan. "Aku bukan orang jahat. Aku tidak akan menyakitimu."
Qilla hanya bisa mengangguk pelan. Bibirnya mengerucut lucu. Dia ingin tertawa dan menangis bersamaan bukan karena takut pada Brian, tapi karena terharu. Hatinya dipenuhi perasaan yang sangat bahagia.
Flashback end