Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAMBANGAN KEDUA KE MA'HAD
Saat kembali ke ma'had, aku menemui miss Lili di kantor yang terletak di lantai satu. Tak lupa aku telah mengisi absensi untuk data bahwa Zahrana telah kembali ke ma'had. Saat aku tengah menemui miss Lili, Zahrana sedang berjalan ke ruang kamarnya yang terletak di lantai dua.
"Maaf Miss. Mohon maaf saya mengganggu. Saya mau bicara sebentar sama jenengan. Kira-kira bisa atau tidak ya? "ucapku pada miss Lili.
"Boleh Bunda. Monggo, " Jawab miss Lili.
Kami duduk saling berhadapan hanya berbatas meja bangku lesehan yang biasa dipakai untuk mengaji para siswa yang ada di ma'had.
"Mohon maaf sebelumnya. Zahrana bercerita saat dirumah, bahwa ia tidak dibolo oleh teman sekamar dan berencana untuk pindah kamar. Kira-kira apa Zahrana bisa pindah kamar atau tidak ya miss?" tanyaku.
Miss Lili terdiam sejenak
"Untuk sementara waktu, belum ada kamar kosong Bunda. Nanti saya informasikan kembali bila ada kamar kosong. Untuk masalah teman-teman kamar Zahrana, nanti biar saya yang mengondisikan. Itu sudah hal yang biasa saat awal di ma'had bunda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelas miss Lili.
"Maaf bila Zahrana masih merepotkan miss. Ia baru saja masuk asrama dan masih butuh adaptasi dengan lingkungan dan teman baru. Mohon pendampingannya njeh, " ucapku pada miss Lili.
Tak lama kemudian Zahrana telah datang menghampiriku.
"Iya Bunda.
Miss Lili menatap wajah Zahrana.
"Zahrana nanti ngobrol sama Miss Lili ya. Bila ada masalah dengan teman atau dengan yang lain, bicara saja sama miss Lili," ucap miss Lili padaku dan Zahrana.
Zahrana menggangguk perlahan.
"Iya Miss," ucapnya.
Tanpa kusadari, ada Tania, teman sekamar Zahrana, lewat saat kami tengah mengobrol dengan miss Lili.
"Saya permisi dulu Miss. Saya nitip Zahrana ya. Bila ada apa-apa dengannya, mohon kabari saya. Matur nuwun miss."
"Inggih Bunda. Sami-sami," jawab miss Lili.
Pada minggu ini, ada acara masa pengenalan lingkungan sekolah yang rencananya akan diakhiri dengan acara malam Pramuka dan api unggun.
Pada saat acara malam pramuka, aku mendapat wa dari wali kelas Zahrana yang bernama Bu Nirmala. Beliau wa padaku, katanya Zahrana tengah mengalami sesak nafas pada saat acara api unggun sedang berlangsung.
Assalamu'alaikum
Bunda Zahrana
ini saya Nirmala Putri, wali kelas Zahrana
saya mau bertanya
apa ananda Zahrana memiliki sakit sesak nafas?
Segera kubalas
Zahrana tidak pernah memiliki riwayat sesak nafas Bu. Ada apa?
WA balasan dari bu Nirmala
Zahrana tadi lemas saat api unggun dan dibawa ke UKS oleh temannya. Kemudian oleh pihak ma'had dibawa ke lokasi ma'had saja. Kata pihak ma'had, Zahrana kerap kali mengalami sesak napas saat di sana.
Aku terhenyak kaget saat membaca wa dari bu Nirmala.
"Mengapa pihak ma'had tidak ada yang mengabariku sama sekali tentang masalah sesak nafas pada Zahrana? Para pengurus ma'had memberikan obat yang seperti apa pada Zahrana? Bagaimana bila Zahrana ketergantungan dengan obat tersebut? Hal yang paling penting adalah saat di rumah, Zahrana tidak pernah memiliki riwayat pernapasan sama sekali, baik asma, sesak nafas atau penyakit lainnya yang berhubungan dengan pernapasan. Mengapa sejak di asrama, ia memiliki sakit seperti itu? Bukankah aku juga sudah berpesan pada miss Lili agar ia mengabariku bila terjadi apa-apa pada Zahrana? Ya Rabb, ada apa ini?" batinku dalam hati.
kubalas wa dari bu Nirmala
Terima kasih atas informasinya bu Nirmala.
Saat sambangan pada hari Minggu, saya akan mencoba bertanya pada miss yang ada di ma'had tentang sesak nafas Zahrana
Bu Nirmala membalas wa dariku
Inggih bunda
Malamku kali ini kembali seperti malam-malam pada minggu kemarin. Mataku sulit sekali terpejam karena pikiranku terlalu penat memikirkan Zahrana.
Waktu bergulir terasa begitu lambat. Rasanya aku semakin tak sabar melihat keadaan Zahrana. Apa ia baik-baik saja? Atau malah sebaliknya.
Pada sambangan berikutnya, aku tak memiliki uang sama,sekali karena tidak bisa fokus untuk mengais rosok digudang seperti biasanya. Pikiranku begitu penat dan penuh dengan Zahrana. Akhirnya aku menjual tv rusak yang ada dikamar almarhum Bapak. Tv peninggalan Bapak yang rencana akan kuservis bila aku telah mendapat rezeki, tapi tenyata akan berakhir dengan kujual karena aku sangat membutuhkan uang.
Aku meraih gawai diatas lemari dan kembali ke kamar bapak untuk mengambil foto tv bekas. Setelah semua selesai, aku mengirim pesan Wa ke Fatur, adik kelasku saat aku masih dibangku sekolah putih abu-abu. Aku sudah terbiasa langganan servis aneka barang elektronik padanya. Kerapkali juga aku menjual barang elektronik layak pakai pada Fatur.
Tur, aku mau menjual tvku. Kamu bisa datang ke rumah untuk melihatnya?
kukirim wa sekaligus gambar tv pada adik kelasku tersebut.
cling
Maaf aku belum bisa datang mbak. Aku masih repot. Ini tv nya mati mbak?
kubalas
iya Tur. Gimana?
cling
aku berani dua ratus lima puluh ribu mbak.
cling
ok
cling
by transfer seperti biasa ya mbak. Kapan-kapan aja aku ambil barange. Aku masih repot mbak. Masih banyak servisan di rumah
cling
iya
cling
gambar bukti transfer dari Fatur
cling
makasih Tur
Cling
sama-sama mbak
Hatiku merasa tenang setelah mendapatkan uang untuk sambangan kali ini. Kemudian aku bergegas mandi dan mengganti dengan pakaian yang lebih baik. Tak lupa aku juga menyiapkan pakaian Mumtaz dan Arsenio yang akan turut serta juga. Tak mungkin aku meninggalkan mereka berdua di rumah karena mereka masih usia balita. Untuk menitipkan ke tetangga, aku juga merasa sungkan. Takut merepotkan.
Sebelum sambangan ke ma'had, aku mampir dulu ke ATM untuk mengambil uang yang telah ditransfer oleh Fatur.
Sesampainya di ma'had, Miss Lala menemuiku. Ia mengatakan padaku agar membeli obat merek X, obat yang digunakan sebagai pereda sesak nafas di apotik yang tak jauh dari lokasi ma'had. Sebelum membeli obat tersebut, aku ingin menanyakan sesuatu pada Miss Lala.
"Mohon maaf sebelumnya Miss Lala. Selama Zahrana berada di rumah, ia tidak pernah memiliki riwayat sakit sesak dan tidak pernah mengalami sesak nafas seperti disini. Ini ada apa ya? Apa Zahrana ada masalah? "
Miss Lala terdiam sesaat.
"Oh begitu. Tapi, saat di ma'had, Zahrana sering kali menderita sesak nafas dan ini obat yang biasa kami berikan padanya," ucap miss Lala padaku sambil mengulurkan bungkus obat padaku.
Aku memegang obat yang diberikan oleh miss Lala dan melihatnya dengan seksama.
"Obat apa ini? Apa Zahrana diberikan obat tanpa pemeriksaan terlebih dahulu di fasilitas kesehatan terdekat? Puskesmas misalnya. Apa Zahrana sering mengkonsumsi obat ini? Bagaimana bila Zahrana ketergantungan obat ini, mengingat di rumah aku selalu mengunakan obat herbal dan meminimalisir obat-obatan berbahan kimia? Bagaimana ini?" Batinku dalam hati.
Pikiranku semakin berkecamuk dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung usai.
"Miss Lala, mohon maaf sebelumnya. Bila Zahrana sesak nafas kembali, mohon tidak usah memberikan obat ini atau obat apa saja. Saya takut bila Zahrana ketergantungan karena selama ini saya lebih memilih memakai obat herbal. Bila Zahrana sesak napas, mohon dibaluri minyak kayu putih atau minyak angin saja. Saya sudah membawakan barang tersebut dari rumah. Bila Zahrana belum juga ada tanda sembuh, biar nanti ia saya bawa pulang dan akan saya lakukan pemeriksaan di puskesmas terdekat, " jelasku pada miss Lala.
Setelah berbincang cukup lama dengan miss Lala, aku bertemu dengan Zahrana yang baru saja turun dari tangga.
"Ayo bu. Segera keluar dari sini," ajak Zahrana padaku.
Kami segera berjalan ke arah taman, tempat motor kami terparkir. Saat melewati Gazebo, aku ketemu ibunda dari Arifah, teman sekamar Zahrana. Arifah sedang asik bermain HP.
"Monggo Bu. Niki lho Zahrana pengen keluar sebentar, " sapaku pada ibunda Arifah.
"Inggih Bu. Ini Arifah disambang malah kangen sama HP. Bukan sama ibunya," kelakar bunda Arifah.
Arifah tampak melihatku sesaat. Ia menatapku dengan pandangan tidak suka.
"Zahrana malah suka kangen sama rumah. Kangen ibu dan adiknya. Maklum. Di rumah Zahrana jarang saya kasih HP agar bisa mainan dengan leluasa."
"Bagus itu malahan. Kalau sudah biasa main HP, nanti Jadi keterusan. "
Aku tersenyum menanggapi ucapan bunda Arifah.
"Monggo Bu," pamitku
"Inggih. Monggo bu."
Aku segera menyelah dan melajukan motor ke luar dari lokasi sekolah X.
"Bu, aku butuh alat lukis dan kanvas. Kuas, cat cair dan kanvas karena minggu ini waktunya praktek lukis. Apa ibu masih memiliki uang?" tanya Zahrana padaku saat sudah di jalan.
"Ibu insyaallah masih ada uang Nduk," jawabku pada Zahrana.
Aku segera melajukan motor ke arah toko yang berada di kecamatan tempatku tinggal. Saat di kecamatan sekolah X, aku sangat bingung mencari toko karena aku tak pernah belanja di lokasi tersebut. Setelah membeli barang yang kubutuhkan, tak lupa aku juga membeli jajan kiloan untuk bekal Zahrana ke asrama serta mi instan yang harganya paling murah. Aku memilih mi seharga lima belas ribu yang bisa mendapatkan mi sebanyak sepuluh biji. Murah sekali bukan?
Setelah mendapatkan barang yang kubutuhkan, aku kembali pulang ke rumah untuk membungkus jajan kiloan tersebut menjadi bungkusan kecil seperti biasa. Zahrana tak lupa juga beristirahat dirumah barang sejenak setelah melakukan perjalanan puluhan kilometer.
Sembari menunggu Zahrana bangun, aku mengemasi semua barang Zahrana. Saat ia sudah bangun, ia kusuruh untuk ke kamar mandi, dan bersiap karena aku akan kembali mengantarkannya ke ma'had sekolah X.
Saat perjalanan pulang ke ma'had, Zahrana berkata padaku.
"Bu, mulai saat ini tidak usah membicarakan sesuatu apapun pada semua Miss yang ada di ma'had ya. Baik pada Miss Lala, Miss Lili, Miss Nadia maupun pada Miss Nuna, " jelas Zahrana padaku.
Aku terdiam sesaat sembari menarik napas panjang.
"Ada masalah apa Zahrana? Apa sesuatu telah terjadi di ma'had? " tanyaku penasaran.
Zahrana terdengar menghela napas. Ia terlihat sekali begitu gundah sekali saat ini. Tapi aku tahu, ia belum siap untuk berbicara padaku.
"Tidak ada apa-apa Bu. Aku hanya ingin bicara itu saja. Mulai saat ini tidak usah menanyakan sesuatu pada Miss yang ada di ma'had atau menanyakan tentang keadaanku di ma'had ya bu," pinta Zahrana.
"Iya, aku akan menuruti keinginanmu. Tapi bila kamu sudah merasa tak kuat menahan beban yang ada di hati dan pikiranmu, ibu mohon, ceritalah pada ibumu ini Nduk, " nasihatku padanya.
"Iya bu."
Aku mengantarkan Zahrana ke lokasi ma'had sekolah X. Hatiku masih saja bertanya. Mengapa Zahrana melarangku berbicara pada semua miss yang ada di ma'had sekolah X? Aku ingin mendapatkan jawaban dari semua itu. Tapi dari mana aku bisa mendapatkan informasi tersebut tanpa harus menanyakan hal tersebut pada Zahrana? Pertanyaan itu begitu berkecamuk dalam pikiranku.