NovelToon NovelToon
In The Shadow Of Goodbye

In The Shadow Of Goodbye

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Nikah Kontrak / Cerai / Angst
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Cataleya Chrisantary

Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pulang ke Jakarta

32

              Salma nggan menjawab pertanyaan Rafa barusan. Perempuan tersebut malah ingin pergi kabur, bukan hanya dari pertanyaan itu tapi juga dari Rafa.

“Mau kemana?” Rafa menarik lengan Salma dengan begitu entengnya hingga bisa menghentikan langkah Salma seketika.

“Bandara! Aku pengen pulang. Aku capek berada disini. Aku capek terus hidup seperti ini. Ini bukan kehidupan aku. Aku gak mau mati kebosanan disini. Aku wanita pekerja keras bukan ibu rumah tangga.”

“Bukan itu jawaban yang aku pengen. Aku tanya sekali lagi, kenapa kamu gak mau ketemu aku setiap hari dalam keadaan seperti ini? bukankah kita dulu juga semasa SMA sering ketemu tiap hari?”

              Namun, Salma kembali bungkam. Sudah sepatutnya ia bungkam karena ia terlalu malu jika mengatakan jika ia takut jatuh cinta dengan Rafa. Dulu dan sekarang statusnya berbeda. Dulu, Salma menganggap Rafa sebatas sahabat saja dan sudah tidak ada lebih.

              Namun sekarang ada embel-embel lain yang membuatnya terasa berat jika harus hidup berdua dengan Rafa. Mereka berdua ada dalam ikatan pernikahan dan lagi, mereka sudah melakukannya. Bukan tidak mungkin jika Rafa mulai menyukainya, pikir Salma.

“Nggak apa-apa, Cuma aku gak mau aja.”

“Dari dulu kita sering ketemu, sering main. Apa bedanya sekarang sama dulu?”

              Salma lagi-lagi menghindar sekarang ia berusaha mencoba melepaskan tangan Rafa yang berada di lengannya namun sial, genggaman Rafa begitu erat hingga sulit untuk Salma lepaskan.

              Salma berkata ia ingin pulang. Berkali-kali Salma bilang ia ingin pergi dari penjara ini. Salam berpikir jika apartement mereka ini penjara mesipun sebenanrya Salma dibebaskan mau melakukan apapun.

“Apa yang bakalan kamu katakan ke orang tua kamu kalau mereka sampai melihat kamu pulang sendirian, Salma. Kamu tuh jangan kayak anak kecil.”

“Aku akan bilang kalau kita bertengkar hebat. Kamu usir aku dan aku pulang dari pada luntang lantung di negeri orang.”

“Apa orang tua kamu bakalan percaya? Sal, bisa gak sih kamu tuh duduk gitu kita ngobrol bersama, cari solusinya mau gimana jangan terus kabur-kaburan gini. Kita bicarakan baik-baik, kita ngobrol kayak dulu dengan versi lebih dewasa sedikit.”

“Gak bisa! Apalagi setelah kejadian itu. Harta aku yang paling berharga kamu ambil. Untung gak dipinta ganti rugi juga. Pokoknya hari ini aku pengen pulang ke Jakarta. Lepas!” kata Salma.

“Hanya dua tahun saja, Salma.” Kata Rafa. “Dua tahun saja. Tidak lebih. Dan kamu tahu alasan aku gak mau Rendra tahu karena aku takut masalah ini bocor, baik ke keluarga aku atau keluarga kamu.”

“Rendra itu bisa jaga rahasia.”

“Kata siapa? apa kamu yakin?”

Salma menatap Rafa sejenak. “Aku lebih kenal Rendra dibandingkan dengan kamu. Aku lebih tahu Rendra lebih dari kamu. Harusnya jika kamu percaya aku, kamu juga percaya Rendra.”

              Rafa tidak menjawab lagi. Namun, selepas itu, Rafa melepaskan pegangannya. Rafa itu sudah sering terbang bolak balik Canda-Jakarta. Jadi, ia tahu jam pesawat-pesawat. Ia barusna hanya mengulur waktu saja.

              Lagian, Rafa yakin Salma pasti belum mencari tiket menuju Indonesia. Perempuan itu hanya bermodal nekat saja. Rafa yakin Salma pun tidak akan pernah bisa mendapatkan tiket tersebut.

“Jangan pergi, Salma,” kata  Rafa ketika ia telah melepaskan tangan Salma. “Jika tidak ingin mati kedinginan di Bandara. Kalau lagi kangen rumah oke kita pulang tapi nggak sekarang. Waktu aku terlalu mepet kalau mau dua minggu lagi.”

“Terlalu lama! Lagian aku bisa melakukannya sendiri. Aku pesan tiket nanti pas naik bus aja. Aku naik penerbangan terkahir malam ini!”

              Salma dengan begitu percaya dirinya berkata demikian di depan Rafa. Salma adalah perempuan paling keras kepala yang sudah Rafa kenal sejak dulu. Rafa biarkan saja Salma. Karena ia tahu, apalagi di musim dingin terkadang ada beberapa hal yang membuat penerbangan di tunda sampai besok.

              Rafa sudah tahu karena ia sendiri sering sekali bolak balik ke Indonesia. Rafa terlalu yakin jika mungkin lewat satu jam Salma akan kembali menghubunginya. Atau bisa saja kepolisian yang menghubunginya dan mengatakan jika Salma harus di jemput.

              Hari Rafa saat itu nampak tenang. Intuisinya berkata Salma tidak akan pernah meninggalkan Canada jika tidak bersamanya.

              Sementara itu, Salma sekarang menggeret kopernya. Ia membuka ponselnya, melihat bagaimana cara ia pergi ke bandara. Petunjuknya begitu jelas. Dia naik bus kota terlebih dahulu namun, itu memang hari sialnya Salma. Perempuan itu tidak memperhatikan sekitarnya.

              Salma sibuk mencari tiket menuju Indonesia. Sialnya memang penerbangan hari itu hingga penerbangan terakhir mendadak penuh dan sudah terjual. Dan Salma tidak tahu mengapa satu-satunya penerbangan paling cepat adalah penerbangan di hari esok itupun di jam terkahir di jam sepuluh malam.

“Sialan!” kata Salma mengumpat sendiri.

              Saat turun dan akan naik kendaraan berikutnya, Salma baru sadar jika ia ternyata di copet. Ketika Salma akan mengeluarkan dompet mengambil passportnya, Salma baru menyadari jika tas miliknya telah sobek. Dompet beserta passport dan uang cash raib begitu saja.

              Salma menangis histeris saat itu juga. Dan kembali Salma dibawa menuju kantor polisi. Salma bukan menangis karena uangnya hilang tapi passport miliknya hilang dan tas favoritnya rusak tidak bisa dipakai lagi. Entah mengapa Salma sama sekali tidak merasakan tasnya ketika di robek.

              Salma tidak punya pilihan karena satu-satunya hal yang berharga yang ia bawa adalah ponsel miliknya. Ia sudah tidak memiliki uang cash.

              Rafa langsung terenyum melihat Salma menelepon. “Baru juga setengah jam. Apa aku bilang,” kata Rafa.

“Hal-“

“Rafaaaaa,” teriak Salma sambil menangis.

Senyuman dibibir Rafa langsung hilang begitu saja mendengar Salma menangis. “Ya ampun, Sal, kenapa, ada apa? Kamu dimana sekarang kenapa nangis.”

“Rafaaaa,” kembali Salma menangis.

              Salma tidak bisa berkata-kata ia hanya menangis tersedu-sedu. Antara sedih dan malu juga. Tapi rasa malu itu nampaknya tertutupi oleh rasa sedih Salma yang kehilangan barang berharganya yang ada di dalam dompet terutama passport miliknya.

“Salma, ya ampun ada apa? Kamu dimana sekarang? Jangan nangis, Sal, kamu dimana? aku jemput sekarang.”

“Di kantor polisi!”  jawabnya. Singkat.

              Mendengar kata kantor polisi membuat jantung Rafa hampir loncat lagi dari tempatnya. Pikirannya tidak karuan. Apalagi, Salma tidak pernah menjawab ketika Rafa bertanya ada apa dan kantor polisi mana.

Karena Salma tidak kunjung juga menjawab, Rafa akhirnya mengatakan untuk memberikan ponsel miliknya kesalah satu polisi yang dekat dengannya.

              Dan ketika mendengarkan keterangan dari polisi yang memakai bahasa Prancis, akhirnya Rafa tahu jika Salma kecopetan. Polisi tersebut berkata jika Salma kehilang passport beserta dompet miliknya.

              Rafa lalu segera pergi ke kantor polisi. Kembali lagi ia menjemput Salma yang kabur namun, ujungnya selalu seperti ini. Dalam perjalanan, Rafa terdiam lalu tertawa.

“Salma, Salma. Kamu itu gak kapok. Udah tau kamu tuh sering nyasar, sering sial pas di Canada kalau kabur kenapa sih kamu masih nekat kabur-kaburan. Ujungnya juga pasti kayak gini kan,” kata Rafa tertawa.

              Ia melajukan mobil hingga sampai di kantor polisi. Ia melihat Salma yang masih menangis tapi tidak separah tadi. Salma bukan hanya sedang menangis, tapi perempuan itu tengah memeluk sesuatu yang nampaknya adalah tas.

“Salma,” kata Rafa membuat Salma menatap Rafa.

“Rafaaaa,” katanya perempuan itu kembali menangis lagi. “Tas aku disobek, passport aku, dompet aku, hilang, Fa. Tas aku,” ulang Salma. “Ini tas favorit aku di sobek!” kata Salma sambil memperlihatkan tasnya yang robek cukup panjang.

“Emangnya gak kerasa apa?” tanya Rafa.

“Nggak. Tadi aku fokus  nyari tiket buat pulang tapi sekarang aku gak bisa pulang, Rafaaaaa passport aku hilang,” kata Salma merengek bak seorang bayi.

              Rafa lalu memberikan keterangan pada pihak kepolisian sambil mengambil kalau di Indonesia surat bukti kehilangan Passport agar ia bisa membuat permohonan passport baru untuk Salma.

              Sepanjang perjalanan menuju rumah Salma hanya menangis, sambil menatap tas hitam miliknya. Nampaknya dari sekian kehilangan yang Salma alami, tas Favoritnya sobek adalah part paling menyedihkan di hidup Salma.

              Rafa sekarang tidak tahu haruskah sedih atau senang. Karena pertama Passport Salma hilang. Dan Salma dilarang keras keluar dari Canada sebelum passportnya keluar lagi. Di sisi ini Rafa tersenyum karena Salam sudah dipastikan tidak bisa kemana-mana.

              Tapi disisi lain, Rafa kasihan pada Salma. Karena Rafa tahu betul itu adalah tas favorit Salma yang selalu ia pakai kemana-mana. Salma juga sekarang nampak memeluk tas hitam miliknya. Bahkan sampai rumahpun Salma tidak mau makan padahal Rafa sudah membawakan makanan ke kamar.

“Nggak. Aku gak selera makan,” katanya sambil merataip tas miliknya.

              Sepanjang malam, Salam terdengar terisak. Rafa menggelengkan kepalanya. Ia tidak mengerti mengapa perempuan terlebih Salma lebih sedih meratapi nasib tas miliknya dibandingkan dengan dompet miliknya. Di titik ini Rafa bingung karena se-sukanya Rafa pada suatu barang ya sudah sebatas suka saja.

              Tapi lain hal dengan Salma yang bahkan ia kembali menolak sarapan. Salma masih memeluk tas miliknya. “Sal, jangan kayak gini terus. Kamu harus makan.”

“Kamu tuh gak ngerti!” jawab Salma.

Rafa menghela nafas sedikit kesal. “Aku ngerti Salma. Itu adalah tas favorit kamu tapi, aku Cuma minta kamu sarapan. Kita hari ini harus ngurus passport kamu yang hilang.”

              Salma sempat diam sejenak, lalu perlahan ia bangun tanpa melepaskan tas sobeknya itu. Salma lalu mulai memasukan makanan yang dibawa Rafa meskipun rasanya ia tidak selera. Meskipun sedih akan tasnya, Salma lupa jika ada yang lebih penting dari pada menangisi tas, yaitu, membuat permohonan passport baru.

Bersambung

Sampai  ketemu besok.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!