NovelToon NovelToon
Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta
Popularitas:237
Nilai: 5
Nama Author: Caeli20

Cintanya itu harusnya menyatukan bukan memisahkan, kan? Cinta itu harusnya memberi bahagia bukan duka seumur hidup, kan? Tapi yang terjadi pada kisah Dhyaswara Setta dan Reynald de Bruyne berbeda dengan makna cinta tersebut. Dua orang yang jatuh cinta sepenuh jiwa dan telah bersumpah di atas darah harus saling membunuh di bawah tuntutan. Siapakah yang menang? Tuntutan itu atau cinta mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep.11 : Dia sedang Jatuh Cinta

Dhyas kehabisan kata. Entahlah. Apa kah yang harus dia lakukan. Dia pun bingung. Pengakuan yang dadakan membuatnya seperti terkena serangan jantung.

Dhyas hanya bisa diam terpaku. Pertama kali dalam hidup dia mendapat pernyataan cinta dari seorang pria.

"Aku tahu tanpa kamu mengatakannya, kamu juga mencintaiku. Kalau tidak, tidak mungkin kamu rela tertembak untuk melindungi ku. Aku akan terus belajar supaya akan tiba saatnya bukan lagi kamu yang harus melindungi ku tapi aku yang akan melindungimu,"

Cakra memeluk Dhyas. Pelukan yang erat dan mendalam. Dia ingin melakukan lebih untuk menunjukan betapa dia sangat mencintai Dhyas. Tapi Cakra memegang teguh prinsip nya untuk menjaga kehormatan Dhyas. Dia hanya bisa memeluk Dhyas erat-erat.

Pelukan itu dibuyarkan oleh suara anggota padepokan yang membawa kabar dengan terengah-engah,

"Dhyas!," panggilan itu membuat Cakra melepaskan pelukannya.

Dhyas menoleh,

"Ada apa? Kenapa kamu terengah-engah seperti itu?,"

"Aku berlari tadi ke sini mencarimu. Ada yang membawa kabar ayahmu sedang dipersekusi anak buah Meneer Lorens,"

Dhyas terbelalak,

"Aku ke sana sekarang,"

"Aku ikut," ucap Cakra.

**

Debu beterbangan ketika iring-iringan laki-laki bertubuh besar memasuki pusat desa. Mereka berjumlah sembilan orang, semua berbadan tegap, wajah keras, dan membawa tatapan yang tidak memberikan ruang bagi perundingan.

Di depan mereka berdirilah Lukman, dengan senyum tipis yang tidak pernah membawa kedamaian.

“Tanah ini harus kalian serahkan. Engkau semua sudah dapat perintahnya,” ujarnya, suaranya lantang, penuh kepongahan sambil memainkan kuku-kukunya yang tertata cantik. Terlalu cantik untuk seorang pria.

Beberapa warga mencoba bersembunyi di balik pintu rumah. Yang lain melihat dari kejauhan, takut namun tak sanggup memalingkan pandangan.

Cak Din, yang sejak tadi berdiri tegar di depan balai desa, mencoba menjadi tameng bagi warga.

Namun belum sempat ia mengucapkan banyak hal, salah satu preman menghantamkan gagang senjata ke punggungnya. Cak Din terjatuh. Dua preman lain menendang bahunya hingga ia tak dapat bangkit.

Tangan Cak Din ditarik kasar, diikat di belakang tubuhnya, lalu ia dipaksa berlutut di tanah kering.

“Begini nasib orang yang sok membela rakyat,” kata salah satu preman sambil menyeringai.

Dari arah jalan kecil di antara pepohonan, dua sosok berlari secepat angin gunung.

Dhyas, wajahnya pucat menahan amarah, rambutnya sampai terurai tertiup laju larinya.

Cakra, menyusul tepat di belakang, matanya tajam memerhatikan keadaan.

Begitu melihat ayahnya berlutut, wajah Dhyas seketika berubah.

Ada bara menyala di dasar matanya, bukan sekadar amarah biasa, tapi amarah yang dibangun dari cinta dan ketakutan kehilangan.

“Ayah!”

Suara Dhyas menggetarkan udara.

Tanpa menunggu tanda, tanpa memedulikan jumlah musuh, ia melesat maju. Tubuhnya bergerak seperti kilat. Satu tendangan mengenai dada preman yang berdiri paling dekat dengan Cak Din. Preman itu terpelanting kasar dan jatuh menghantam tanah.

Lukman tertawa pendek,

“Ah, bocah ini… berani sekali mengacungkan kuku menghadapi kami. Kali ini aku membawa lebih banyak preman, hahaha,"

Dhyas tak menoleh. Matanya hanya tertuju pada ayahnya yang tersisa berlutut, dan itu cukup menjadi alasan baginya untuk mengabaikan resiko apa pun.

Beberapa preman mulai bergerak mengepung Dhyas.

Saat itulah langkah Cakra terdengar. Ia berdiri di belakang Dhyas, tidak memakai kata-kata berlebihan, wajahnya dingin namun berwibawa.

“Dia tidak sendirian,"

Suara Cakra tegas. Tidak keras, tetapi cukup untuk membuat preman dan Lukman menoleh.

Dhyas menoleh setengah detik.

Tatapannya bertemu dengan Cakra.

Hanya satu tatapan, cukup untuk membuatnya tahu bahwa ia tidak akan menghadapi ini sendiri.

Lukman mendecak,

“Dua anak ingusan ingin menantang kami?”

Cakra mengangkat dagu sedikit,

“Kami tidak menantang. Kami melindungi,"

Tanpa aba-aba, dua preman menyerbu duluan.

Cakra bergerak cepat tangan kirinya menangkis pukulan, sementara tangan kanannya memutar dan menghantam rahang lawan. Preman itu tumbang sebelum sempat mengumpat.

Dhyas melompat ke samping, menghindari sabetan kayu. Ia memutar tubuh dan menghantam lutut preman lain menggunakan telapak kakinya. Preman itu jatuh berteriak.

Dua lagi menyerbu bersamaan.

Namun Dhyas dan Cakra bergerak seperti gerakan tari yang saling melengkapi.

Dhyas menusuk maju, Cakra memutar dari belakang.

Dhyas menahan, Cakra memukul.

Cakra menarik lawan, Dhyas menendangnya hingga tersungkur.

Lima menit berlalu, dan tanah desa dipenuhi preman yang merintih, berguling, atau tidak sanggup bangkit.

Lukman melangkah mundur beberapa langkah, ekspresinya berubah dari angkuh menjadi tercengang.

Dhyas turun berlutut di samping ayahnya, membuka ikatan di tangannya.

Cak Din memandang putrinya dengan mata berkaca, bangga tetapi juga cemas.

Cakra berdiri di samping keduanya, napasnya teratur meski baru saja berkelahi.

Semua preman berhasil dilumpuhkan.

Lukman, dengan wajah memerah karena malu, mundur sambil menggeram:

“Ini belum selesai…Aku akan tetap datang lagi. Tunggu pembalasanku, bocah!,"

Dan ia pergi dengan sisa anak buahnya, meninggalkan ancaman yang menggantung di udara.

Cak Din dibantu Dhyas berdiri. Dhyas membersihkan debu dari pakaian ayahnya.

"Anda tidak apa-apa, Pak Carik?," tanya Cakra mendekat.

Cak Din menatap Cakra. Pikirannya campur aduk. Ada pikiran berterima kasih karena telah membantu Dhyas, tapi di sisi lain, naluri penolakannya pada Cakra masih ada.

"Tidak apa-apa," Cak Din menjawab datar.

"Aku bersumpah kalau bencong itu datang lagi, aku akan menggunduli kepalanya dengan tanganku sendiri," ucap Dhyas, dingin, tajam, dan mengancam.

**

"Aku pulang dulu," ucap Cakra. Dhyas mengantarnya hingga ke halaman rumahnya. Nyai Rindi menahan Cakra untuk makan bersama di rumah sebagai ungkapan terima kasihnya. Cakra tidak bisa menolak. Meskipun di bawah suasana yang kikuk, Cakra berusaha bersikap normal. Sambil sesekali melirik Cak Din yang sangat pelit mengeluarkan kata saat makan.

"Terima kasih, Cakra," ucap Dhyas.

"Ssssttt. Jangan membalikan keadaan. Aku yang harus berterima kasih bukan kamu," Cakra tersenyum.

Lanjutnya,

"Aku masih menunggu balasan mu tentang perasaanku tadi siang. Tidak perlu gegabah menjawabnya. Aku masih di sini. Tidak akan kemana-mana," Cakra menyelipkan rambut Dhyas yang tertiup angin malam ke belakang telinganya.

Wajah Dhyas memerah. Dia ingin menjawab tapi dia menunggu momen yang pas. Hatinya sekarang perlu ditenangkan karena masih melonjak-lonjak akibat pernyataan cinta yang dadakan tadi siang.

Cakra memberi rangkulan lembut pada Dhyas. Dhyas menutup mata menikmati rangkulan penuh cinta itu.

Malam itu berakhir dengan lambaian tangan. Dhyas menunggu hingga punggung Cakra sudah tak terlihat lagi dan dia masuk ke dalam rumah.

Cak Din bertemu mata dengan Dhyas yang masuk ke dalam rumah. Dia melihat adegan manis di luar tadi dari balik jendela.

Ingin rasanya dia berbicara lagi pada Dhyas tentang Cakra, tapi mengingat Cakra juga menyelamatkan nya tadi siang, niat itu diurungkan.

Sementara Dhyas, sudah rebahan di dalam kamar sambil tersenyum-senyum menatap plafon kamarnya. Tangannya memelintir rambut panjangnya. Sambil terus tersenyum. Dia sedang jatuh cinta.

1
Wiwi Mulkay
kpn di up lagi
Wiwi Mulkay
Caeli ini kapan di up lagi
Caeli: on my way dear kak wiwi😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!