Salma seorang wanita karir di bidang entertainment, harus rela meninggalkan dunia karirnya untuk mejadi ibu rumah tangga yang sepenuhnya.
Menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak kembar sangat tidak mudah baginya yang belum terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Salma harus menghadapi tuntutan suami yang menginginkan figur istri sempurna seperti sang Ibunda.
Saat Salma masih terus belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik,ia harus menghadapi sahabatnya yang juga menginginkan posisinya sebagai istri Armand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aveeiiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku menemukanmu
Perlahan barisan orang yang berdiri di hadapannya, menyeruak memberi jalan pada seseorang bertubuh tegap yang membawa jacket kulit hitam yang besar.
"Pak Asa?" Lampu jalanan yang sudah mulai menyala menerangi wajah Angkasa yang sedang berdiri tegak di depan Salma.
"Kenapa masih di sini?"
"Tu-tunggu bis," ucap Salma bingung. Harusnya ia yang bertanya pada pria yang menatapnya tajam ini, untuk apa Pak Asa ada di halte bis bersamanya?
"Saya antar," ucap Angkasa seraya menyampirkan jacket kulit yang ia bawa ke pundak Salma.
"Jangan repot-repot, Pak sebentar lagi bisnya datang," ujar Salma seraya melepas kembali jaket yang sudah berada di pundaknya.
"Mau sampai jam berapa kamu berdiri di sini? Lihat, bajumu sudah hampir basah seluruhnya, perjalanan ke rumahmu bisa lebih dari satu jam. Kamu mau menemui anak-anakmu dengan membawa virus pilek dan batuk?" Angkasa bersikeras kembali memasangkan jaket di pundak Salma. Bahkan ia menutup kepala Salma dengan hoodie yang melekat pada jaketnya.
Salma hanya bisa pasrah dan menurut ketika Angkasa menggiringnya keluar dari halte dan berjalan menerobos hujan lalu masuk ke dalam mobil. Ia hanya menghindari tatapan ingin tahu dari orang yang ikut berteduh.
Ia juga merasa malu menjadi pusat perhatian orang, saat ia berdebat dengan Angkasa di halte tadi. Beberapa orang sepertinya mengenal Angkasa, mereka saling berbisik bahkan ada yang mengeluarkan ponsel hendak membidik Salma dan Angkasa. Sebelum semuanya terjadi, Salma memilih mengikuti permintaan Angkasa.
"Saya turun di persimpangan depan saja, Pak nanti saya teruskan perjalanan naik angkot," ujar Salma setelah keduanya berada di dalam mobil.
"Untuk apa? Nanggung banget." Angkasa memandang Salma heran.
"Rumah saya jauh, Pak di pelosok."
"Ya saya tahu, makanya saya antar biar tidak terlalu malam."
"Bukannya Bapak ada acara pertemuan malam ini? Nanti telat, saya tidak mau merepotkan Bapak."
"Ow kalau itu sudah minta asisten saya untuk mewakili. Pertemuannya tidak seberapa penting kok," ujar Angkasa santai.
Sementara itu di kantor Pak Regi, salah satu produser yang sering bekerja sama dengan rumah produksi milik Angkasa, terlihat Jane yang uring-uringan karena tak menemukan pria yang diharapkan ada bersamanya dalam pertemuan malam ini.
Saat akan berpisah di parkiran mobil, Jane berulangkali memastikan jika Angkasa akan ikut hadir dalam rapat membahas beberapa proyek baru yang akan datang. Namun belum jauh meninggalkan Mall, ia tidak lagi mendapati mobil Angkasa di belakang mobilnya.
Dugaannya semakin kuat saat Angkasa tidak kunjung tiba dan kemunculan Raihan, asisten kepercayaan Angkasa masuk ke dalam ruang rapat.
"Pak Angkasa di mana?" bisik Jane di telinga Raihan.
"Ga tau, aku tiba-tiba disuruh gantikan rapat," ucap Raihan tak acuh.
Merasa tak puas dengan jawaban Raihan, Jane ijin keluar ruangan lalu mencoba menghubungi ponsel Angkasa.
"Malam, Pak Asa. Kok belum sampai sih di kantor Pak Regi? Bapak ditunggu loh." Jane langsung mengutarakan isi hatinya begitu Angkasa menjawab panggilannya.
"Maaf, Jane saya tidak bisa hadir malam ini, tapi ada Raihan yang mewakili saya di sana. Apa dia sudah sampai?" Angkasa balik bertanya.
"Sudah," sahut Jane kecewa.
"Syukurlah dia tepat waktu, terima kasih sudah memberi saya kabar Jane."
"Bapak di mana sih? Ini pertemuan penting loh, kok diwakilkan?" Kekecewaan Jane membuatnya lupa sedang bicara dengan siapa.
"Saya lagi di jalan mengantar Salma pulang, Jane. Hujan deras dan semua bis penuh, jadi lebih baik dan aman saya mengantarkan Salma pulang sampai rumah. Lagipula itu baru pertemuan pertama, tidak ada pengaruhnya jika saya tidak hadir."
"Baik, Pak." Jane mengeratkan genggaman tangan pada ponselnya. Ia merasa dicurangi dan ditikung oleh orang yang dianggapnya bukan saingan untuk menarik perhatian Angkasa.
Pak Asa antar Salma pulang? Dia hanya wanita dari kampung, janda beranak dua. Tidak mungkin Pak Asa tertarik padanya, mungkin hanya kasihan.
Di dalam mobil, Salma memperhatikan bagaimana Angkasa berbicara dengan Jane. Terlihat begitu sabar, Jane pun sepertinya sangat perhatian.
"Saya jadi tidak enak sama Jane," ucap Salma.
"Kenapa?"
Salma hanya menggelengkan kepala pelan dan tersenyum. Ia enggan menjelaskan karena khawatir ada sirat cemburu dari nada suaranya.
Ponsel Salma berdering, panggilan video masuk dari kakak iparnya. Saat ia menjawabnya tampak dua wajah kembar yang memerah menahan tangis.
"Maaa ... pulang," ucap Cakra dengan masih sesenggukan.
"Iya, ini Mama sudah jalan pulang. Sabar ya Sayang, jangan nangis."
"Coba kalau kamu tadi masih ngotot tunggu bis lewat, bisa tengah malam kamu sampai rumah," ucap Angkasa.
"Iya, terima kasih Pak."
"Kita mampir beli donat dulu untuk si kembar, supaya seneng meski mamanya pulang malam." Angkasa menepikan mobilnya di sebuah toko donat ternama.
"Ga perlu, Pak." Spontan Salma memegang lengan Angkasa saat pria itu akan keluar dari dalam mobil.
"Kenapa? Cuman sebentar kok. Apa si kembar ga boleh makan terlalu manis?" tanya Angkasa setelah beberapa saat terdiam memandangi lembut dan dinginnya tangan Salma yang masih memegangi tangannya. Ia berusaha menahan senyum bahagianya dengan memusatkan perhatian Salma pada pertanyaannya tentang si kembar.
"Bu-bukan. Maksud saya jangan terlalu repot," ucap Salma tergagap malu.
"Saya ga repot kok. Di luar masih hujan kamu tunggu di dalam mobil saja, biar saya yang turun." Angkasa langsung turun dari mobil dan berlari kecil masuk ke dalam toko donat.
Sementara pelayan menyiapkan pesanannya, Angkasa mengusap lengannya yang tadi dipegang Salma. Walaupun hanya sebentar, tapi rasa halus dan lembut masih jelas terasa. Bibirnya menyunggingkan senyuman lebar.
Setelah istrinya meninggalkannya untuk selamanya, belum ada wanita yang mampu mengisi hatinya. Begitu banyaknya wanita cantik lalu lalang di kehidupannya tiap hari, tak satupun mampu menggetarkan hatinya.
Sampai suatu saat ia mendengar suara Salma mengisi siaran radio. Suara yang menemaninya saat suntuk di jalan membelah ibukota. Angkasa kerap memesan lagu yang sama. Tembang lawas berjudul 'Setangkai Anggrek Bulan', lagu yang mengingatkannya akan mendiang ibunya.
Sayangnya setelah Salma menikah, suara yang membuat candu itu tidak lagi terdengar. Angkasa pun, kehilangan selera untuk memesan lagu kesukaannya karena setiap lagu itu diputar Salma terus bersenandung kecil selama mengisi siaran. Penggemarnya pun, ikut memanggil ia dengan nama Salma 'anggrek bulan'.
Tak hilang akal, ia menghubungi stasiun radio tempat Salma berkerja dan bertanya keberadaan wanita yang telah mengganggu pikirannya. Angkasa akhirnya mendapatkan informasi akun media sosial milik Salma.
Di sana ia pertama kalinya ia memandang wajah Salma dengan jelas. Namun ia harus menelan kekecewaan saat mengetahui jika wanita yang dicarinya, sudah menikah bahkan memiliki dua anak kembar yang masih kecil. Dari sana ia juga tahu, alasan mengapa Salma melepas pekerjaannya.
...❤️🤍...