Kesedihan Rara mencapai puncak hanya dalam waktu satu hari.
Setelah orang tuanya batal menghadiri acara wisudanya, Rara malah mendapati kekasihnya berselingkuh dengan sepupunya sendiri.
Rara mendapati kenyataan yang lebih buruk saat ia pulang ke tanah air.
Sanggupkah Rara menghadapi semua cobaan ini?
Ig : Poel_Story27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poel Story27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terima
"Damar ...." Rara menghampiri Damar yang tengah menunggu putrinya di bangku depan sekolah.
"Hai, Ra!" Damar menggeser posisi duduknya, memberikan tempat untuk Rara.
"Kamu kapan datang? Kata Rio, kamu sedang berkunjung ke rumah orang tuamu!" ucap Rara seraya duduk di samping Damar.
"Kemarin! Kesehatan mama sedang memburuk, jadi aku putuskan untuk membawanya kemari, dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit," sahut Damar
"Orang tua kamu sakit apa?" tanya Rara peduli.
Damar tersenyum kecil. "Bukan apa-apa, hanya penyikit tua! Oh, ya, Ra! Aku ingin mengajakmu menjenguk orang tuaku, apa kamu bersedia?"
"Tentu saja! Sepulang dari sini kita bisa langsung ke rumah sakit," sahut Rara.
"Terima kasih!" balas Damar sambil tersenyum senang.
Damar memang sudah merencanakan untuk mengenalkan Rara kepada orang tuanya. Damar berharap Rara akan memberi jawaban di depan orang tuanya nanti. Apalagi orang tua Damar terus mendesak agar Damar segera mencari pendamping. Orang tua Damar ingin melihat anaknya itu menikah lagi, sebelum ujung usianya.
Tak lama kemudian Rio dan Diana keluar dari kelas, mereka segera berangkat menuju rumah sakit, untuk menjenguk orang tua Damar.
Dan kini mereka sudah berada di ruang rawat, orang tua Damar menyambut kedatangan mereka dengan senyuman.
"Mama ... kenalin ini Rara! Yang waktu itu aku ceritain," Damar mengenalkan Rara pada mamanya.
"Selamat siang, Tante," sapa Rara dengan senyum Ramah.
"Siang juga, Nak! Sekarang mama bertambah yakin kalau Damar memang tidak salah pilih." Orang tua Damar membalas senyuman Rara.
Rara menautkan kedua alis mata, sedangkan Damar hanya tersenyum simpul.
"Kamu tahu alasan Damar mengajakmu kemari, Nak?" tanya orang tua damar lembut.
Rara menggelengkan kepalanya. "Apa, Tante?"
Orang tua Damar menatap Rara penuh harap, sambil mengeluarkan cincin yang dulu hendak diberikan Damar. "Waktu itu Damar bilang, kamu masih butuh waktu untuk berpikir. Dan Damar tidak enak untuk mendesakmu. Tapi mama sudah terlalu tua, mungkin waktu mama sudah dekat. Mama ingin melihat Damar menikah lagi, jadi maukah kamu menerima lamaran mama, Nak!"
Rara terdiam sejenak, ia tahu Damar adalah pria yang baik, apalagi anaknya Damar juga sangat berharap ia mau menjadi ibu sambungnya, dan kini ditambah orang tua Damar yang melamarnya secara langsung.
"Maaf, Tante! Saya menghargai niat baik Tante, tapi maaf sekali, saya tidak bisa. Karena saya sudah bertunangan!" jawab Rara pelan pada akhirnya.
"Kamu sudah tunangan! Kapan?" tanya Damar tidak percaya.
Rara memperlihatkan cincin yang terselip di jari manisnya. "Tadi malam!"
Damar menggeleng tidak percaya, ia sudah kalah cepat, sekarang ia melewatkan gadis idaman seperti Rara.
"Maafkan aku, Damar!" ucap Rara
Damar hanya mengangguk pelan, menahan segenap kekecewaan yang sedang ia rasakan. "Semoga kamu bahagia dengan pilihan kamu, Ra" lirihnya.
'Ini bukan pilihan Damar! Aku bahkan tidak punya pilihan, mereka akan mengambil Rio jika aku menolak, jika saja pilihan itu ada, aku pasti akan menerima lamaran ini,' batin Rara sambil menatap haru pada Damar.
Rara mendekati orang tua Damar. "Maaf, aku mengecewakan, Tante!" ujarnya.
Orang tua Damar mengangguk paham, lalu tersenyum dengan ikhlas. "Tidak apa-apa, Nak! Mungkin kamu memang tidak berjodoh dengan Damar."
Setelah berbincang-bincang sejenak, mereka pun pamit kepada orang tua Damar. Mereka pergi mencari tempat makan, karena Rio dan Diana terus merengek mengajak untuk pergi makan siang.
***
Libra Corp.
"Sayang ... kenapa wajahmu ditekuk seperti itu?" Vita datang ke kantor Sean, dan mendapati Sean yang tampak murung.
Sean menghela napas, ia memandangi Vita dengan rasa bersalah. Kini hubungan mereka sedang tersudut oleh terjalnya jurang pemisah.
"Sayang ... kau itu kenapa?" tanya Vita lagi, ia kini duduk di pangkuan Sean, dengan kedua tangan manangkup wajah kekasihnya itu, matanya menatap penuh telisik.
"Apa sesuatu yang buruk sedang terjadi?" cecar Vita.
Sean menganggukkan kepala, lalu menghela napas berat. "Iya ... sesuatu yang sangat buruk, ayah memaksaku untuk menikahi Rara, dan aku tidak bisa menolaknya."
"Apa?" Vita langsung berdiri dan menatap Sean dengan sorot berapi-api.
"Sayang, tenanglah! Aku bisa jelaskan," bujuk Sean sambil menarik tangan Vita. Tapi Vita langsung menepisnya.
"Bagaimana aku bisa tenang! Bagaimana bisa orang tuamu memilih si jalang itu, orang tuamu pasti buta, apa mereka tidak bisa membedakan, mana batu dan mana permata!" kesal Vita.
"Aku tahu itu, tapi aku tidak punya pilihan! aku tidak bisa membantah perintah ayahku. Kau besabarlah, Sayang! Aku pasti mencari cara untuk memebuktikan kebusukannya kepada ayahku," ucap Sean.
"Jadi kau akan menikahi si jalang itu!" rajuk Vita.
Sean menganggukkan kepala. "Ya, untuk sementara!"
"Aku tidak terima! Kurang apa aku sampai kau lebih memilih si jalang itu dari pada aku. Kau jahat Sean! Aku sudah memberikan segala padamu, dan kini kau ingin meninggalkanku begitu saja, huh!" Vita menggelengkan kepalanya.
"Kau bahkan menyuruh orang tuaku untuk datang ke sini, tapi sekarang kau malah ingin menikah dengan wanita lain, si jalang itu! Apa kau tidak memikirkan perasaan orang tuaku. Aku tidak terima," rajuk Vita, lalu mendudukkan diri di sofa yang ada ruangan tersebut.
Sean berdiri lalu menghampiri kekasihnya.
"Sayang, aku tidak punya pilihan! Tapi tenanglah, aku akan membuatnya tidak betah, dan itu akan membuatnya meminta cerai secepat mungkin. Setelah itu orang tuaku akan sadar, bahwa mereka sudah memilihkan wanita yang salah, dengan begitu mereka pasti akan membiarkanku menentukan pilihan sendiri," bujuk Sean.
"Bagaimana jika kau tergoda dengan wanita sialan itu," sungut Vita.
Sean terkekeh mendengar ucapan Vita. " Apa kau sedang cemburu, Sayangku! Mana mungkin aku tergoda dengan wanita seperti itu! Kau lebih segalanya dari dia."
"Kalau memang aku seperti yang kau ucapkan! Mengapa orang tuamu lebih memilih Rara sialan itu," geram Vita. Seraya pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Sean mengacak-acak rambutnya frustasi, ia seperti seorang diri menghadapi masalahnya. Sean sudah mulai kesal dengan Vita, sebagai seorang kekasih Vita seharusnya mensupport dirinya, saat sedang terpojok seperti sekarang ini. Tapi kekasihnya itu malah bersikap sebaliknya, kekasihnya itu malah membuat Sean semakin terpojok.
Vita mengendarai mobilnya meninggalkan kantor Sean dengan perasaan kesal. Ingin rasanya ia membunuh Rara sekarang juga.
"Bukankah itu Rara." Vita menghentikan laju mobilnya saat hendak melewati sebuah restoran. Karena ia melihat sosok Rara sedang memasuki restoran tersebut bersama seorang pria.
Vita memasuki restoran tersebut, ia mengendap-endap untuk memata-matai Rara. Vita tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
'Beruntung sekali aku, baru saja aku ingin mencarimu, tapi Tuhan langsung menunjukkan siapa dirimu jalang!' batin Vita.
Vita pun mencari tempat duduk yang tak jauh dari Rara. Vita dengan sabar memperhatikan Rara, ia harus mendapatkan bukti bahwa Rara adalah wanita murahan. Vita yakin Ini akan menjadi titik baliknya, keluarga Richard pasti akan langsung membenci Rara setelah ini.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like, vote dan komen ya!