Vina sangat terobsesi diterima menjadi pemeran wanita utama di casting sebuah drama. Dia juga seorang penggemar garis keras dari seorang aktor. Suatu hari saat melakukan casting, ia ditolak tanpa di tes dan parahnya lagi, orang yang menolaknya adalah si idola. Merasa terhina, Vina pun berubah menjadi pembenci sang aktor. Belum juga mulai menabur benih kebencian, ia justru terpaksa menikah secara kontrak dengan sang Aktor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumi Midah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjelang pernikahan
Waktu berlalu, tidak terasa pernikahan antara Vina dan Satria pun tinggal menghitung minggu lagi. Sama seperti pasangan pada umumnya, keduanya pergi bersama untuk fiting baju pernikahan serta membuat undangan.
Vano dan Meta, kedua anak itu Vina dan Satria serahkan pada Arka. Lelaki itu pun dengan senang hati menjaga kedua bocah tersebut. Arka mencoba menjadikan Vina sebagai temannya sekaligus ibu dari anaknya. Bukankah banyak pasangan yang telah menjadi mantan berakhir sebagai teman.
Merelakan itu sulit, cuma jika berlaku kompetitif, pasti akan ada yang terluka, sedangkan Arka sudah pernah menyakiti seseorang.
****
Arka dan Satria mengobrol di sebuah taman bermain, layaknya anak kecil, kedua lelaki tangguh itu duduk di atas ayunan.
"Kita seperti pasangan kekasih di dalam film," ujar Satria membuka suara.
"Ucapanmu sangat membuatku merinding," kata Arka.
"Oh ya, aku jadi penasaran, kau pernah main drama homo, nggak, sih?"
"Gila! Biar dibayar lima milyar per satu episode aku pun tidak mau," kata Arka dengan ekspresi geli.
Walau dalam keadaan bangkrut sekali pun Arka tidak akan pernah melakukannya. Menjadi gembel atau menjadi aktor panas itu lebih baik, dari pada beradu akting menjadi pasangan romantis dengan seorang lelaki.
Satria terkekeh, lalu berayun kecil. "Apa kau masih menyukai Vina?"
Arka memandang penuh pada Satria. "Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?"
"Iseng saja."
"Kalau kujawab masih menyukainya, apa kau akan mengalah, lalu membatalkan pernikahanmu dengan Vina?"
Satria mendengkus. "Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, Arka. Aku tidak berminat untuk menjadi malaikat baik hati." Lelaki berlesung pipi itu menggeleng kecil. "Orang yang mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi orang lain adalah orang bodoh."
Arka mengangguk paham. "Kau benar." Melakukan pengorbanan memanglah hal yang bodoh. Berkorban agar nyawa Anna terselamatkan.
Namun, ia dan orang yang dicintainya malah terluka, sedangkan Anna, dia malah menjalani kehidupan yang bahagia. Hidup terkadang memang tidak adil.
Derit tali ayunan terus mengisi ruang sunyi yang beberapa menit ini tercipta. Dua laki-laki itu berdiam diri sambil menikmati deburan angin yang menyapu wajah masing-masing.
Saat salah satu ayunan telah berhenti sempurna, seseorang angkat suara.
"Oh, ya, kenapa kau bertanya seperti itu?" Dia kembali menginjak tanah— berniat untuk membuat bergerak.
Laki-laki yang diberi pertanyaan, mengalihkan tatapan ke box pasir di hadapan. Pandangannya seketika kosong. Sudut bibirnya terangkat.
"Aku hanya penasaran dan melakukan antisipasi."
"Antisipasi?" Arka langsung menginjak tanah dan bangkit menghadap sang teman. Memegang tali ayunan hingga berhenti. Jadilah dua laki-laki itu saling tatap-tatapan dengan kondisi sedikit aneh.
Arka berdiri dengan sedikit mengbungkuk sementara Satria menengadah—masih duduk di kursi ayunan.
Satria ikut bangkit, ia tidak enak dengan kondisi demikian. "Hm. Jika suatu saat nanti aku tidak bisa menjaga Vina, aku harap kau mau menjaganya untukkku."
Arka terkekeh sumbang." Hey, kau bicara seolah-olah akan menemui ajal saja."
"Wah, tega sekali kau menyumpahiku mati." Satria terkekeh kecil. Tetapi, itu hanya kedok. Laki-laki itu segera mengalihkan tatapan ke tempat lain. Ia tak berani berhadapan dengan wajah Arka.
"Bukan menyumpahi. Kenapa kau harus berbicara seperti itu?"
"Apa salahnya, aku 'kan cuma berkata-kata saja."
Arka yang malas berdebat, hanya mengiyakankan alasan payah yang diberikan Satria untuknya.
Satria kembali menghadap Arka, ia tersenyum simpul. Tetapi masih tidak bisa menyembunyikan sorot sayunya. Untung saja, Arka tidak bertanya lagi.
****
Menjelang pernikahan yang akan dilaksanakan lusa, Arka membantu para pekerja lain untuk membangunkan tenda pernikahan antara dua temannya. Ada rasa sedih sekaligus senang.
Tak lama kemudian, terlihat dua orang wanita yang datang. Arka mengalihkan pandangannya dan melihat kalau Kamila, bibi Vinalah yang datang dari Jakarta. Tidak mau ada masalah, Arka memilih mengabaikan mereka dan tetap fokus pada pekerjaannya.
Seorang wanita jadi-jadian, pihak wedding organizer—yang sebelumnya puas meminta foto dengan Arka dengan berbagai gaya—membawakan minuman dingin untuk si tampan itu.
"Abang, ini Cleo bawakan minuman dingin buat Abang." Arka berpaling, lalu mengambil gelas berisi air sirup leci dingin dari tangan wanita jadi-jadian itu.
"Kamu tidak memberikan pelet lewat minuman ini, 'kan?"
Wanita jadi-jadian yang memanggil dirinya sendiri Cleo itu, terkekeh, lalu memukul manja dada Arka dengan sebelah tangannya. "Walau pun cinta Cleo tulus pada Abang, tapi melakukan hal itu adalah dosa, Bang. Dilaknat Tuhan," kata Cleo dengan suara khas bencong.
Menyerupai perempuan padahal, juga bisa dilaknat Tuhan. Namun, Arka memaklumi itu. Mungkin saja ada faktor lain yang menyebabkannya begitu. Hanya Tuhan yang berhak menjadi hakim atas perbuatan hambanya.
Di lain tempat, Kamila mendatangi kamar Vina. Kakaknya itu terlihat anteng dipasangi mahendi.
"Bibi ...." Vano langsung memeluk Kamila saat melihat wanita itu.
"Hey Vano, jangan aku Bibi, panggil Tante saja, ya." Jika dipanggil bibi, Kamila merasa seperti perempuan yang berjualan di pasar.
Vano melepaskan pelukan mereka, lalu berkata, "Bibi sok cantik! Nggak mau temanan sama Bibi lagi!"
Kamila mengerutkan keningnya kesal. "Hey! Siapa yang mengajarimu?"
Vano menjulurkan lidahnya, lalu pergi. "Udah ah, aku main sama Meta, saja." Kamila hanya bisa gigit jari karena diperlakukan seperti itu oleh Vano. Padahal ia sudah membawa banyak hadiah untuk ponakan tersayangnya itu.
Dengan perasaan kesal, Vina duduk di sebelah kakaknya yang tangannya sedang dipasangi mahendi. "Anakmu itu menyebalkan sekali. Persis kau, Kak."
Vina terkekeh. "Sifat Menyebalkannya itu menurun dari Arka."
Mendengar nama itu, Kamila teringat pada lelaki itu yang tanpa sengaja ia lihat sedang mengerjakan tenda pernikahan. "Ah, ngomong-ngomong soal Arka. Sepertinya aku melihat orang yang persis dirinya tengah mengerjakan tenda pernikahanmu." Jika memang dia mirip Arka yang tampan, tentu akan Kamila modusi.
Tak dapat Kamila pungkiri saat melihat tampang Arka yang blasteran Indonesia–surga sempat membuatnya naksir.
"Dia memang Arka, Mil. Kami sudah berdamai dan menjadi teman. Vano sendiri sudah tau kalau Arka adalah ayah kandungnya."
"Ta–"
"Sudahlah Mila, Kakak malas mengungkit masalah ini, eoh."
Meski pun kesal, tapi Kamila paham.
"Oh ya, Tante mana?"
"Kedapur. Mau ke toilet katanya." Kamila beserta Tante mereka memang beberapa kali mengunjungi Vina.