Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Labirin Ilusi dan Gadis Rubah
Zilong melangkah menyusuri jalan setapak yang semakin menyempit. "Kalau dipikir-pikir, pengetahuanku tentang dunia luar sangat dangkal," gumamnya pelan. "Aku hanya turun gunung beberapa kali bersama Guru, itu pun hanya untuk menempa fisik. Mungkin di mata orang kota nanti, aku tak lebih dari pemuda bodoh yang buta dunia."
Sambil berjalan, Zilong merenungi kekuatan yang bergejolak di dalam sirkulasi darahnya. Ia mengingat kembali sepuluh tingkatan kultivasi yang pernah diajarkan Gurunya:
1.Pendekar Pemula (Tingkat Dasar): Baru mulai merasakan aliran Qi di dalam tubuh dan memperkuat otot serta tulang.
2.Pendekar Inti (Tingkat Menengah): Mampu mengalirkan Qi ke senjata (seperti yang dilakukan Zilong pada kakinya saat melawan siluman).
3.Pendekar Arus (Tingkat Tinggi): Qi sudah mengalir lancar seperti sungai di seluruh tubuh, memberikan stamina yang luar biasa.
4.Pendekar Aura (Tingkat Master): Energi mereka bisa dirasakan oleh orang sekitar tanpa perlu bertarung. Mampu mengintimidasi lawan dengan kehadiran saja.
5.Pendekar Jiwa (Tingkat Grandmaster): Senjata dan pengguna mulai menyatu. Zilong mungkin berada di ambang atau sudah masuk ke tingkat ini karena bisa mengendalikan Tombak Naga Langit dengan sangat halus.
6.Pendekar Bumi: Mampu menggunakan energi alam sekitar untuk memperkuat serangan. Sekali tebasan bisa membelah bukit kecil.
7.Pendekar Langit: Memiliki kemampuan untuk "berjalan di udara" atau melakukan gerakan yang melampaui logika manusia biasa.
8.Pendekar Raja: Pemimpin dari segala pendekar. Biasanya satu orang di tingkat ini bisa memusnahkan satu pasukan tentara sendirian.
9.Pendekar Kaisar: Tingkat legendaris yang jarang sekali dicapai. Kekuatan mereka setara dengan bencana alam.
10.Pendekar Dewa (Keabadian): Tingkat tertinggi di mana pendekar tidak lagi terikat oleh umur dan hukum dunia. Mereka menjadi legenda yang hidup selamanya.
"Aku berada di ranah Pendekar Jiwa," batinnya. "Untuk naik ke ranah Bumi, aku butuh lebih dari sekadar latihan—aku butuh sumber daya dan pemahaman alam yang lebih dalam."
Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Ia tersadar bahwa suasana di sekelilingnya telah berubah total. Pohon-pohon rindang tadi menghilang, digantikan oleh kabut tebal dan kegelapan yang pekat. "Tunggu... aku di mana? Kenapa hutan ini tiba-tiba menjadi gelap gulita?"
Dari balik kegelapan yang mencekam, sepasang pupil mata berwarna kuning kemerahan menyala terang.
"Siapa kau?!" sebuah suara lembut namun dingin menggema. "Bagaimana mungkin manusia sepertimu bisa menembus wilayahku yang dilindungi formasi ilusi?"
Zilong terdiam sejenak, lalu teringat sesuatu. "Ilusi? Ah, jadi yang tadi itu..."
Kilas Balik: Persimpangan Tak Kasat Mata
Beberapa waktu yang lalu, Zilong tiba di sebuah persimpangan. Satu jalan tampak terang benderang dan sangat meyakinkan, sementara jalan lainnya gelap dan terlihat berbahaya.
"Menurut instingku, jalan yang gelap biasanya merupakan jalur pintas menuju peradaban." gumam Zilong saat itu, lalu memilih masuk ke kegelapan tanpa ragu.
Di dalam sana, ia mengalami rentetan kejadian aneh. Tiba-tiba, muncul seorang gadis tanpa busana yang mencoba menggodanya dengan rayuan maut, namun Zilong hanya melewatinya seolah gadis itu adalah pohon mati. Kemudian, tumpukan emas dan permata muncul di depan matanya, namun ia bahkan tidak meliriknya.
Terakhir, aroma makanan lezat tercium. Zilong yang memang mulai lapar langsung berlari ke arah bau tersebut, namun ia tersandung akar pohon dan jatuh tersungkur. Saat ia bangkit, pemandangan indah itu lenyap, menyisakan kegelapan abadi tempat ia berdiri sekarang.
"Begitu ceritanya. Jadi, kau ini siapa?" tanya Zilong santai, sama sekali tidak merasa terancam.
Sosok dari kegelapan itu perlahan menampakkan diri. Seorang gadis dengan kecantikan yang tidak manusiawi muncul. Rambutnya putih cemerlang senada dengan pakaiannya yang serba putih, memberikan kesan suci sekaligus misterius.
Zilong memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Matanya tertuju pada aura yang terpancar dari gadis itu. "Rubah putih ternyata," gumam Zilong dengan nada kecewa. "Kukira naga atau makhluk legendaris apa. Sudahlah, aku tidak punya waktu untuk urusan begini. Aku pergi!"
Tanpa rasa takut atau tertarik sedikit pun pada kecantikan gadis itu, Zilong berbalik dan melangkah pergi, mengabaikan sang gadis rubah yang kini mematung karena merasa diremehkan.
Zilong baru saja melangkah tiga tindak ketika sebuah ekor putih raksasa menghantam tanah tepat di depannya, menciptakan lubang besar.
"Kau pikir kau bisa masuk dan pergi sesukamu setelah menghina penyamaranku?!" desis gadis rubah itu dengan aura yang mulai membara. "Manusia sombong... kau tidak akan keluar dari hutan ini dalam keadaan utuh!"