"Nak!" panggil Pak Basuki. "Masih belum rela, ya. Calon suami kamu diambil kakak kamu sendiri?"
Sebuah senyum tersungging di bibir Sashi, saat ini mereka sudah ada di sebuah restoran untuk menunggu seseorang.
"Ya sudah, mending sama anak saya daripada sama cucu saya," kata sang kakek.
"Hah?" kaget Sashi. "Cucu? Maksudnya, Azka cucu eyang, jadi, anaknya eyang pamannya Mas Azka?"
"Hei! Jangan panggil Eyang, panggil ayah saja. Kamu kan mau jadi menantu saya."
Mat!lah Sashi, rasanya dia benar-benar tercekik dalam situasi ini. Bagaimana mungkin? Jadi maksudnya? Dia harus menjadi adik ipar Jendral yang sudah membuangnya? Juga, menjadi Bibi dari mantan calon suaminya?
Untuk info dan visual, follow Instagram: @anita_hisyam TT: ame_id FB: Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sehati
Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, ragu. Tapi akhirnya, dia mendongak dan memanggil suaminya lirih. "Mas...."
"Dalem, Sayang."
Eh sumpah, jantung Sashi seperti akan meledak, dia benar-benar tidak ekspek kalu Dirga akan menjawab dengan cara seperti itu.
"Kakiku sakit, Mas," katanya pelan. "Aku... nggak punya tenaga buat pilih-pilih lagi. Bisa nggak, Mas aja yang pilih?" Ia menunduk. "Mas kan lebih tahu... apa yang Mas suka...."
Oh Tuhan, tidak apa lah kalau harga dirinya jatuh ke dasar jurang, yang penting dia puas dengan hasilnya.
Senyum tipis menyelinap di sudut bibirnya. Ada perasaan geli dan senang sekaligus, karena akhirnya, istrinya yang keras kepala itu mulai menunjukkan kepercayaannya.
"Yakin mau ngelakuin ini?" bisik Dirga.
"Umm, tapi Jangan kelewatan," sahutnya pelan.
Tanpa menjawab, Dirga membungkuk dan langsung mengangkat tubuh Sashi ke gendongannya.
"Mas!" Sashi memekik kecil, panik, wajahnya langsung memerah. Dia sedikit melirik ke arah Azka dan juga Amara yang terlihat sangat kesal.
"Duduk sini." Dirga mendudukan sang istri di atas kursi pijat. "Aku urus yang lain." Lalu, kepada pelayan, ia menegaskan, "Ambil semua model yang cocok. Warna merah. Ukuran yang tadi. Boleh tambahkan yang agak seksi dikit."
Sashi hampir tersedak napasnya sendiri. "Mas!" desisnya.
"Hmm?" Pria itu menoleh santai.
"Pelan-pelan aja, Mas!" katanya buru-buru. Tapi tubuhnya sudah menyandar di sofa pijat, mencoba bersikap santai. Jantungnya berdetak kencang bukan main.
Sementara itu, Amara dan Azka berdiri kaku seperti patung. Tatapan mereka penuh bara. Amara menggigit bibirnya hingga pucat, sedangkan Azka mengepalkan jemarinya dengan rahang mengeras.
"Dia... digendong," desis Amara. "Mas Dirga gendong dia tadi... di depan umum?!"
"kamu mau begitu?"
"Ya emangnya Mas kuat gendong aku?"
"Udah," tukas Azka dingin. "Ayo pergi. Jijik lihat kelakuan mereka."
"Yakin Jijik, bukan cemburu?" cemooh Amara.
"Enggak usah mulai, deh. Enggak lucu."
Kedua bahu Amara terangkat, perempuan itu menipiskan bibir. Sebal sih karena dia tidak jadi membeli barang-barang bagus. Ya meskipun di rumah juga ada, tapi tetap saja beda.
Mereka pun melenggang pergi, dengan amarah membakar dada masing-masing, sementara Dirga tampak menikmati proses 'borong' yang berakhir dengan lima kantong belanja penuh lingerie dan busana tidur yang bahkan ia sendiri tidak tahu fungsinya untuk apa, yang penting beli aja dulu.
** **
Mereka tiba menjelang sore. Bibi dan Mbak Eka segera membantu membawa semua kantong ke kamar. Sashi tampak lelah sekali, tapi tetap mengangguk sopan dan berterima kasih. Namun, tatapan Mbak Eka masih sama: dingin dan malas. Dia meletakkan kantong-kantong itu di atas tempat tidur dengan kasar, membuat Sashi mengerutkan kening tapi memilih diam.
"Dek, mau mandi dulu?" tanya Dirga sambil menggulung lengan bajunya.
Sashi langsung mengibaskan tangan, matanya membelalak terkejut. "Enggak! Mas duluan aja. Aku... mau nelpon Ayah," dalihnya cepat. Padahal sebenarnya, dia sedang ingin kabur. Dia takut... takut diseret masuk ke kamar mandi dan, ya seperti itulah ....
"Yakin?"
"Yakin, Mas. duluan aja. Aku bantu siapkan bajunya." Ia buru-buru lari, membuat Dirga terkekeh melihat tingkah konyol istrinya.
** **
Malam Hari ....
Kali ini Sashi sudah naik ke ranjang lebih dulu, jujur dia sangat lelah setelah hampir seharian jalan-jalan. Ia memeluk guling besar, matanya menatap langit-langit kamar yang tinggi. Lampu tidur menyala redup. Namun, ia menoleh ketika mendengar bunyi gesekan kain. Dirga tengah membawa bantal dan melemparkannya ke sofa panjang di sudut kamar.
"Mas?" panggilnya lirih.
"Hmm?"
"Kenapa tidur di situ?"
Dirga menyelipkan selimut ke badannya sendiri. "Pengen aja. Kenapa?"
"Kalau nggak nyaman, kita tukeran."
"Enggak perlu." Dia menjawab dingin, padahal, bukan itu yang Dirga mau dengar, coba saja Sashi mengajak mereka tidur bersama, sambil ya anu. ... Tapi kalau harus menahan sakit di dua kepala, dia tidak sanggup. Tidak, tidak. Lebih baik dia ikut ke medan perang daripada harus disiksa perlahan.
"Mas~~~!"
"Tidur atau kamu benar-benar tidak akan bisa tidur."
Sashi hanya mengangguk pelan, tapi matanya masih menatap siluet Dirga dalam cahaya remang. Kemudian, dia buru-buru berbalik, takut pria itu berubah pikiran.
** **
Di Rumah Lain:
Amara tengah bersandar di pangkuan Bu Azizah, memainkan jemari ibu tirinya dengan manja.
"Ibu..." gumamnya lembut. "Aku tadi ketemu Sashi...."
"Oh ya?" Bu Azizah memijit bahu anak tirinya itu. "Kenapa nggak ngajak dia duduk bareng?"
"Dia acuh, Bu," keluh Amara. "Aku coba baik-baik, tapi dia ketus. Kayaknya dia masih marah sama aku. Mungkin karena aku udah bahagia sama Mas Azka ... dan sekarang dia jadi sombong karena suaminya seorang Letkol."
"Letkol?" Bu Azizah mengerutkan kening. "Dari mana kamu tahu, ibu aja enggak tahu, Nak."
Amara membeku sejenak. "I-iya... aku dengar dari Mas Azka."
Bu Azizah menatapnya curiga, tapi tidak bertanya lebih jauh. "Sudahlah. Ibu nanti akan telepon dia. Kasih tahu kalau kamu itu kakaknya, dan harus dihormati."
"Jangan Bu!" Amara refleks, dia menatap Bu Azizah dengan tatapan sedih. "Nanti dia makin marah."
Tapi Bu Azizah menggeleng pelan. "Enggak . Ibu enggak akan biarin dia bersikap seenaknya. Sudah sangat wajar kalau dia menghormati kamu sebagai kakaknya."
"Makasih, Bu...." Amara menyandarkan kepala ke bahu Bu Azizah, ia tersenyum sangat puas. "Aku sayang sama ibu."
"Ibu lebih sayang kamu, Nak."
wiranta rau dirga mau dikirim.kw daerah sengketa.
apa atasan dirga yeman wiranta.
atau mlaah wiranta yg nekan atasan dirga...❤❤❤❤
besannya jga gtu...
😀😀❤❤❤❤
😀😀😀❤❤❤❤
Keluarga bermuka DUA semuanya....
eng ing eng.... kagak sabar terbongkar nya semua orang rumah
bisa jadi penugasan dirga ada campur tgn ayah Azka.
bagaimana pun Bunda Far ..
istri kedua pak basuki...
jadi pasti mereka tidak suka pada Dirga..
❤❤❤❤