💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
Ini kisah tentang kebangkitan wanit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4: Mengasah Otak di Tengah Kehamilan
Di pagi buta, Natalie sudah berada di ruang kursus. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya di warung makan sebelum kelas dimulai, dan bekerja di malam hari. Ia mendorong dirinya hingga ke batas, tanpa ampun.
Di dalam kelas, Natalie adalah pelajar paling fokus, yang paling banyak bertanya. Ia tidak mencatat dengan rapi; ia menganalisis, membandingkan teori dengan dunia nyata yang kejam.
Suatu hari, saat kelas membahas strategi pemasaran digital, Natalie mengangkat tangan.
"Pak, maaf," interupsi Natalie. "Jika kita menggunakan strategi blast iklan yang sangat luas, bukankah itu justru menimbulkan kerugian?"
Instruktur, seorang pria paruh baya yang terbiasa dihormati, mengerutkan kening. "Rugi kenapa, Bu? Itu adalah strategi standar yang digunakan banyak perusahaan besar yang punya modal tak terbatas."
"Tepat. Mereka punya modal tak terbatas, kita tidak," balas Natalie, suaranya tajam. "Jika kita mengalihkan separuh anggaran itu ke retargeting yang lebih mahal tapi tersegmentasi, kita bisa menghindari biaya iklan sia-sia dan meningkatkan konversi. Strategi luas hanya membuang waktu dan modal."
Seisi kelas terdiam. Instruktur itu terbatuk, wajahnya sedikit merah. "Sebuah pandangan... yang efisien."
Di belakang Natalie, seorang peserta kursus yang sombong, Riko, mendengus. Riko adalah anak pengusaha lokal yang selalu meremehkan Natalie.
"Hebat. Seorang pencuci piring mengajari instruktur," sindir Riko saat istirahat, sengaja mengeraskan suara. "Strategi di dunia nyata tidak semudah teori buku, Nona. Itu hanya cocok untuk usaha kecil."
Natalie membalikkan badan, tatapannya dingin menusuk. "Mas," ucap Natalie, suaranya tenang tapi mematikan, "Aku tidak tahu latar belakangmu, tapi aku tahu satu hal."
"Apa?" tantang Riko, menyeringai.
"Strategimu yang boros hanya cocok untuk perusahaan yang sudah siap bangkrut. Dan aku, aku akan memastikan aku tidak pernah bangkrut lagi."
Natalie berbalik dan pergi, meninggalkan Riko yang bungkam dan dihujani bisikan dari teman-teman kelasnya. Ia tahu, ia baru saja membuat musuh, tapi fokusnya kini hanya satu: membangun kekebalan finansial.
Malam harinya, di kos, Natalie hampir menangis karena kelelahan. Perutnya yang membesar terasa semakin berat. Ia mual, punggungnya sakit, dan ia harus terus menahan diri untuk tidak makan berlebihan.
Maya datang membawa sekantong makanan dan vitamin.
"Kau terlihat seperti mayat hidup, Nat. Kau bekerja terlalu keras," omel Maya sambil meletakkan makanan.
"Aku harus menabung, Maya. Rumah sakit bersalin pasti mahal," jawab Natalie, suaranya lemah. "Dan aku butuh modal. Aku tidak mau bekerja di bawah orang lain selamanya."
Maya duduk di tepi kasur. "Kau tahu, kecerdasanmu itu bisa menarik perhatian, Nat. Riko itu anak pengusaha besar. Dia tidak akan suka dipermalukan."
Natalie menelan makanannya dengan susah payah. Matanya berubah tajam. Ia harus meyakinkan Maya bahwa tujuannya lebih besar, tanpa mengungkap Aaron.
"Biarkan saja, Maya. Mereka boleh melihatku sebagai ancaman kecil," ucap Natalie penuh tekad. "Dulu, aku pernah jatuh hingga tidak punya apa-apa karena dikhianati oleh orang yang seharusnya aku percaya."
Ia meraih buku jurnal lamanya. Di dalamnya, ia mencatat detail-detail penting yang ia ingat dari lima tahun pernikahannya, namun ia hanya menyebutnya sebagai 'Kelemahan Musuh'.
"Aku punya bekal yang tak dimiliki siapa pun, Maya. Selama bertahun-tahun, aku tinggal di rumah mereka. Aku tahu bagaimana cara berpikir mereka. Aku tahu kapan mereka lengah. Itu jauh lebih berharga daripada modal Riko," lanjut Natalie, jarinya menunjuk catatan itu.
"Aku akan menggunakan semua itu untuk membangun kekuatanku. Aku akan menjadi wanita yang kebal, yang tidak bisa lagi diinjak-injak."
Maya menatap Natalie, terkejut dengan intensitas api di mata sahabatnya itu. Ia tahu, masa lalu Natalie pasti lebih gelap dari sekadar ditinggal suami.
Natalie tersenyum tipis. Senyum itu dingin. ****
"Dendam tidak hanya butuh keberanian, Maya. Dendam butuh strategi. Dan aku akan membangun strategi itu, satu per satu, sambil membesarkan anak ini. Maya, berjanjilah padaku, apa pun yang terjadi, jangan pernah bocorkan kepada siapa pun tentang keberadaan anakku. Ini adalah satu-satunya rahasia yang tidak boleh disentuh oleh masa laluku."
Maya mengangguk pelan, diliputi ketegasan Natalie. "Aku berjanji, Nat."
