Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Matahari pagi menembus tirai tipis apartemen mewah itu.
Rianti terbangun dengan tubuh lemah dan matanya bengkak karena semalaman menangis.
Ia menoleh ke samping dan tidak melihat Bramantya di kamar mereka.
Rianti pelan-pelan bangkit dari ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut tipis.
Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, tubuhnya masih terasa sakit.
Ia berdiri di depan jendela besar yang menampilkan cahaya mentari pagi.
“Ya Tuhan, sampai kapan aku harus bertahan di neraka ini?” gumam Rianti.
Ceklek!
Suara pintu yang dibuka oleh Bramantya sambil membawa gaun untuk Rianti.
"Lekas mandi dan ikut aku ke rumah orang tuaku. Dan pakai gaun ini. Aku nggak mau kamu mempermalukan aku." ucap Bramantya.
Rianti menatap wajah suaminya dengan penuh kebencian.
"Aku nggak mau dan aku bukan boneka yang bisa kamu pajang, Bram.”
Bramantya tersenyum tipis, lalu mendekat dan menangkup dagu Rianti dengan kasar.
“Kamu benar. Kamu bukan boneka. Kamu milikku. Dan apa pun yang kulakukan, kamu harus terima. Ingat kontrak itu.”
Bramantya menarik tangan Rianti dan membawanya ke kamar mandi.
Ia menghidupkan shower dan mengarahkan ke arah wajah Rianti.
Sampai Rianti kegelagapan tidak bisa bernafas karena air itu.
Bramantya melepaskan pakaian yang dikenakan oleh istrinya dan setelah itu menyabuni tubuh Rianti.
"Aku bisa melakukannya sendiri, Bram." ucap Rianti.
Bramantya tidak menggubris perkataan dari istrinya dan setelah itu ia kembali menyiram tubuh istrinya.
Selesai mandi Bramantya mengambil gaun dan memakaikannya ke tubuh istrinya.
"Dandan yang cantik dan jangan mempermalukan aku." ucap Bramantya sambil mencium pundak Rianti.
Rianti mengambil alat kosmetiknya dan merias wajahnya.
Ia melihat suaminya yang bertelanjang dada dan memakai jas hitamnya.
Melihat suaminya yang sudah siap, ia langsung bangkit dari duduknya.
"Ayo, kita berangkat sekarang." ucap Bramantya dengan suara dingin.
Rianti hanya bisa menghela nafas panjang dan mengikuti suaminya yang sudah masuk ke dalam mobil.
Bramantya melajukan mobilnya menuju ke rumah orang tuanya.
"Ingat, jangan mempermalukan aku di depan Mama. Senyum. Dan diam saja kalau dia bicara,” ucap Bram dingin.
Rianti menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan suaranya.
Beberapa jam kemudian mereka telah sampai di rumah orang tua Bramantya.
Rianti baru pertama kali menginjakkan kakinya ke rumah Bramantya walaupun dulu Bramantya mantan adik iparnya.
Bramantya mengajak istrinya untuk turun dari mobil.
Begitu pintu dibuka, seorang wanita paruh baya dengan perhiasan berkilau langsung menyambut.
“Bram, akhirnya kamu datang juga. Dan ini bukannya Rianti kakak Linda?"
Bramantya menganggukkan kepalanya dan mengatakan kalau ia sudah menikah dengan Rianti.
"Bram! Apa, Mama tidak salah dengar? Seperti tidak ada perempuan lain saja kamu, Bram." ucap Mama Nita yang tidak suka dengan Linda
Bramantya menenangkan Mamanya yang sedang marah.
"Mama, tenang saja. Dia lebih baik dan penurut. Tidak seperti Linda yang suka pergi ke diskotik dengan teman lelakinya."
Bramantya memanggil Rianti dan memintanya untuk mencium tangan Mama Nita.
Rianti mengangguk kecil dan saat akan mencium tangan Mama mertuanya.
Mama Nita langsung menariknya dan mengatakan kalau ia jijik dengan wanita yang tidak sederajat dengan mereka.
Rianti yang mendengarnya langsung merasakan hatinya yang sangat sakit sekali.
Bramantya melihat air mata istrinya dan langsung menggeret tangannya sampai di dapur.
Semua pelayan langsung keluar saat melihat Bramantya menarik tangan istrinya.
"M-mas, tanganku sakit." ucap Rianti.
"Sakit? Bukankan aku sudah bilang jangan permalukan aku! Apa kamu tidak bisa senyum?" tanya Bramantya.
Rianti menatap wajah suaminya yang tidak membelanya.
"Mempermalukan kamu? Mas, Mamamu sendiri yang jijik sama aku, Mas! Aku nggak bisa diam saat mama kamu menghinaku dan membandingkannya dengan Linda!"
PLAAK!
Suara tamparan keras yang dilayangkan oleh Bramantya.
"Hapus air matamu dan segera ke ruang makan!"
Bramantya langsung meninggalkan Rianti sendirian di dapur.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Jika aku pergi dari sini. Mama akan tahu apa yang dilakukan oleh Bramantya." gumam Rianti.
Rianti menarik napas panjang, berusaha menghapus air matanya dengan punggung tangan.
Tubuhnya masih gemetar setelah tamparan keras itu. Namun, ia tahu ia tak punya pilihan selain mengikuti perintah Bramantya.
Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju ruang makan yang sudah tertata mewah.
Meja panjang dipenuhi berbagai hidangan, cahaya lampu kristal bergemerlap di langit-langit, dan para pelayan berbaris rapi di sisi ruangan.
Bramantya sudah duduk di kursi utama, wajahnya tenang seolah tidak pernah ada pertengkaran di dapur tadi.
Ia melirik ke arah istrinya yang masuk dengan wajah pucat.
“Duduk di sampingku,” ucap Bramantya dingin.
Rianti menundukan kepalanya dengan tangannya berusaha menyembunyikan bekas merah tamparan di pipi.
Disaat akan sarapan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari arah pintu.
"Tryas, akhirnya kamu mampir ke rumah Tante." ucap Mama Nita.
Rianti mendongakkan kepalanya saat mendengar nama Tryas.
Ia langsung dikejutkan dengan lelaki yang berdiri di samping Tryas.
"M-mas Prabu..." ucap Rianti dengan suara yang sangat lirih.
Prabu juga terkejut ketika melihat Rianti ada disini.
Bramantya bangkit dari duduknya dan menggandeng tangan istrinya.
"Tryas, perkenalkan ini istriku Rianti." ucap Bramantya.
Prabu membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari Bramantya.
Tryas menyodorkan tangannya ke arah Rianti dan langsung memeluknya.
"Selamat ya Kak Rianti, semoga pernikahan kalian samawa dan lekas dapat momongan.
Rianti yang mendengarnya hanya menganggukkan kepalanya.
"Sudah, sudah. Sekarang kita sarapan bersama." ajak Mama.
Rianti kembali duduk di samping suaminya yang masih menggenggam salah satu tangannya.
"Wah, Kak Bramantya romantis banget sih. Kak Rianti mau makan aja sampe harus digenggam terus." ledek Tryas.
Bramantya langsung melepaskan tangannya dan tersenyum tipis.
Prabu mencengkram erat kedua tangannya saat melihatnya.
Mereka pun sarapan bersama dan sesekali Prabu melirik kearah Rianti.
Bramantya yang melihatnya hanya tertawa dalam hati.
Rianti berusaha mengunyah makanannya, meski rasa nasi dan lauk di mulutnya hambar, bahkan pahit.
Setiap kali matanya bertemu dengan tatapan Prabu, jantungnya berdetak tak karuan.
Ia ingin sekali berteriak, menangis, atau sekadar berlari keluar dari ruangan itu.
"Ri, kamu nggak suka sama masakannya? Atau kamu nggak nyaman dengan keluarga Mama?" tanya Mama Nita dengan sinis.
Rianti mendongakkan kepalanya dan ia mengatakan suka dengan masakannya.
"S-saya permisi dulu," ucap Rianti yang kemudian keluar rumah dan menuju ke taman.
Rianti yang mempunyai anxiety langsung memuntahkan semuanya.
Prabu yang sudah selesai makan dan memintanya ijin untuk merokok langsung berjalan ke taman.
"Ri, kamu muntah lagi."
Prabu menepuk-nepuk punggung Rianti yang sedang muntah.
“Ri, aku minta maaf. Aku jahat sama kamu. Aku tahu aku salah karena sudah meninggalkan kamu di pernikahan kita. Tapi aku nggak pernah benar-benar berhenti mikirin kamu.”
Rianti menoleh dengan mata merah dan wajah penuh air mata.
“Kenapa, Mas? Kenapa kamu tega ninggalin aku di saat aku paling butuh kamu? Kenapa kamu lebih pilih dia daripada aku?!” tanya Rianti dengan air matanya yang kembali deras.
Prabu yang merasa bersalah langsung memeluk tubuh Rianti.
Prabu yang dari tadi melihatnya langsung menghampiri mereka berdua.
“Wah, wah. Jadi ini pria gagah yang kemarin buat Rianti hampir gila karena ditinggal di altar? Hebat sekali, ya. Kamu pecundang yang kabur di hari pernikahan, tapi masih punya muka untuk datang ke rumah ini dan pura-pura peduli.”
Prabu mengepalkan tangannya erat, rahangnya mengeras menahan amarah.
“Aku minta maaf, Bram. Semua itu sudah terjadi. Jangan ungkit lagi.”
Bramantya terkekeh sinis saat mendengar perkataan dari Prabu.
“Maaf? Kamu pikir maafmu bisa menghapus aib itu? Apa kamu tahu kenapa Rianti sekarang ada di sisiku? Karena aku berani ambil apa yang kau buang. Bedanya, aku nggak pernah lari.”
Rianti menunduk, dadanya terasa sesak mendengar ejekan itu.
Air matanya hampir jatuh, tapi ia cepat-cepat menahannya.
Prabu akhirnya menatap balik, matanya penuh rasa bersalah sekaligus marah.
“Kalau kamu benar-benar laki-laki jantan. Kamu nggak akan pakai cara kotor untuk mempertahankan dia.”
Bramantya tersenyum puas, lalu menepuk bahu Prabu dengan keras.
“Hati-hati, Prabu. Jangan coba-coba ikut campur. Rianti itu istriku sekarang. Apa pun yang kulakukan padanya, itu hakku. Dan kau? Kau cuma bayangan masa lalu yang gagal.”
Setelah berkata begitu, Bramantya langsung menarik lengan Rianti dengan kasar.
“Ayo, kita pulang sekarang. Aku muak dengan drama murahan ini.”
Rianti hampir tersungkur saat Bramantya mendorong tubuhnya ke arah mobil.
“Bram, jangan kasar sama Rianti!” teriak Prabu dengan wajah tegang.
Namun Bramantya hanya menoleh sebentar sambil tersenyum miring.
“Kalau peduli dengan Rianti, seharusnya kemarin kamu tidak tinggalkan dia. Sekarang sudah terlambat, Prabu.”
Bramantya lalu membuka pintu mobil, mendorong Rianti masuk, dan menutupnya dengan keras.
Tanpa menunggu lagi, Bramantya masuk ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil, meninggalkan Prabu yang masih berdiri di jalan masuk dengan wajah kalut dan hati remuk.