Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB IV CINTA ITU FAKTA
Sore itu Bakrun baru saja menyelesaikan tugasnya yaitu membantu Ibunya membersihkan rumah dan sekelilingnya. Setelah itu ia membersihkan diri , mandi di sumur timba derek milik tetangga. Lalu selasai berganti pakaian, berangkatlah ke musholla.
" Wah.....rajin banget kamu Run," sapa pak Jamad ketika masuk musholla.
" Biasa saja Pak, oh iya Heri kemana Pak, sudah dua hari nggak kelihatan ?" tanya Bakrun.
" Dia nggak bilang sama kamu Run, kan berangkat ke kota, katanya sih mau kerja di pabrik bola," kata Pak Jamad.
" Nggak Pak, waduh enak tuh kerja di pabrik bola, terus dimana, kota mana," tanya Bakrun.
" Katanya sih di kota yang banyak rumah tingkat, gedung tinggi terus banyak mobil bagus-bagus terus ada jalan di udaranya tuh Run," jelas Pak Jamad.
" Iya paham Pak, terus pabrik bola apa, apa bola sepak atau bola volly," tanya Bakrun merasa bingung juga ngomong sama orang kampungan.
" Bukan bola itu Run, bola...itu bola buat bikin sarung atau kaos itu," kata Pak Jamad sambil mengangkat sarung.
" Itu bukan bola Pak, tapi bahannya itu benang, " kata Bakrun sambil geleng-geleng kepala menuju barisan untuk sholat.
Selesai Sholat, Bakrun kembali untuk pulang, ia berjalan dan begitu dekat tikungan, ia berjumpa sama Soleh dan Lukman. Sambil saling sapa, mereka lalu duduk di tongkrongan dekat jembatan. Bakrun bercerita saat ketemu Pak Jamad, dari awal sampai akhir.
" Wajar lah Run, orang tua kita, kalau menyebut benang itu bola, yang lebih bingung lagi, saya disuruh membeli bola dom, bingung kan apa," kata Soleh.
"Terus apa itu ?" tanya Bakrun.
" Ya itu tadi, benang jahit itu, disebutnya bola dom," jelas Soleh.
" Dom itu jarum Run," kata Lukman.
Mereka merupakan pemuda di kampung itu yang masih bernasib kurang menguntungkan, banyak pemuda yang bekerja di luar kota bahkan banyak juga yang sudah sukses di sana, katanya. Akhirnya mereka berpisah dan Bakrun kembali melanjutkan untuk pulang.
Seperti biasa, Bakrun membereskan semua peralatan untuk berjualan esok hari. Kemudian ia berganti baju untuk bertemu dengan teman-teman di pos ronda. Selanjutnya, ia berpamitan sama Ibunya untuk keluar.
Di pos ronda itu sudah kumpul beberapa teman sebaya, Warjo, Dakir, Maman, Lukman, Heru dan Soleh. Mereka membawa bekal sendiri-sendiri atau dengan cara apa yang penting ada makanan dan minuman yang halal tentunya.
" Wah....kebetulan si Jendral datang nih," kata Maman ketika Bakrun ke situ.
" Iya Run, lama kau tak muncul-muncul, apa ingin kau jadi ikan gabus rupanya," celoteh Heru.
" Biasa aja bro," jawab Bakrun dengan santai sambil menaruh bungkusan makanan dan beberapa kemasan kopi.
" Gimana nih, apa rencana kita dalam menyambut 17an nanti ?" tanya Bakrun.
" Biasa lah, kita galang dana lalu kita bikin pesta rakyat," jawab Soleh sambil makan gorengan.
Selesai membahas masalah 17an, sebagai acara supaya tidak kantuk, mereka mengadakan tebak-tebakan, yang konyol adalah tebakan dari Warjo.
" Ini simak baik-baik, Bapaknya Dani memiliki 5 orang anak, yaitu Kantal, Kintil, Kuntul , Kentel.....satunya ?" kata Warjo.
" Jorok kamu Jo, dasar gemblung," kata Dakir.
" Iya nih, tebakan konyol luh," hardik Maman.
" Kalau kamu itu Jo, biasa ngintip janda mandi di sungai, makanya pikiran kamu itu nyeleneh, dasar oncom," kata Heru.
Semuanya ketawa sambil mengolok - olok Warjo, sambil membenahi posisi duduknya, ia berdalih.
" Kalian yang oncom, gemblung, sontoloyo, dasar , makanya simak, ini simak lagi," kata Warjo.
" Apa ," kata Maman sambil duduk dekat Warjo untuk meringkusnya pakaj sarung.
" Dengar ini Kadut , simak semuanya ya brotowali, bapaknya Dani memiliki 5 anak, Kantal, Kintil, Kuntul, Kentel, lah satunya siapa?" tanya Warjo sambil menjelaskan secara gamblang.
" Ya ini," kata Maman sambil mencengkeram selangkangan Warjo, sementara Warjo klojotan dibuatnya.
" Sakit tau, dasar si Cuplak luh, " hardik Warjo sambil bergeser tempat duduk.
" Udah, kami nyerah," kata Bakrun.
" Iya, lekas kamu jawabnya apa," desak Dakir.
" Dasar , jorok luh, Boncel," kata Heru sambil melempar sarung ke arah Warjo.
" Cepat jawab Cel Boncel," hardik Maman.
" Jawabannya ya Dani......." kata Warjo.
" Kok Dani sih Jo ", kata Heru.
" Kenapa jawabannya Dani ?" kata Maman merasa kebingungan.
" Begini.....saya tadi bilang...Bapaknya Dani....bapaknya Dani....memiliki anak 5, Kantal, Kintil, Kuntul ,Kentel,.....satunya....kan Dani, orang bapaknya Dani," kata Warjo sambil melempar sarung si Heru.
Semua pada melongo dan setelah dipikir-pikir, benar juga kata mereka dalam hati. Yang akhirnya membubarkan diri untuk pulang masing-masing.
Seperti hari-hari yang lalu, Bakrun kembali beraktifitas untuk membantu Ibunya, mengantarkan dan menjemput untuk berjualan. Sementara ia sendiri sering membantu tetangga atau teman atau siapa saja yang membutuhkan.
Dua tahun sudah masa-masa itu Bakrun jalani, dan dua tahun sudah ia setiap hari selalu bertemu dengan Neli. Saat itu, waktu senja mulai tampak dengan condongnya Matahari ke arah Barat. Bakrun duduk di teras rumah sambil menyantap makanan ringan dan secangkir kopi.
" Assalamu'alaikum, maaf Kang Bakrun, saya kesini mengganggu nggak," kata suara perempuan yang baru datang mendadak.
" Wa alaikum salam," jawab Bakrun seraya menoleh ke samping.
" Ooooh , kamu Nel, tidaklah, tidak mengganggu, kenapa ?" tanya Bakrun.
" Ini Kang, tadi di Sekolah ada tugas nih," seloroh Neli.
Setelah berbicara ini itu, menjelaskan cara dan sistemnya, kemudian Bakrun menyanggupi tugas dari Neli.
Tiga hari kemudian , Neli datang lagi dengan maksud mengambil tugas dari Sekolah yang dikerjakan oleh Bakrun, dan hari itu tugasnya harus diambil untuk laporan esok hari.
" Gimana Kang, udah selesai belum," tanya Neli kepada Bakrun yang sedang memberi makan ayam di belakang rumahnya.
" Oh kamu Nel, sudah, dari kemarin juga sudah sekalian saya cat semua tuh," kata Bakrun sambil menunjuk ke arah hasil kerjanya yaitu membuat asbak dari lempung atau tanah liat.
" Wah, bagus banget Kang, pasti ini dapat nilai tinggi", kata Neli sambil memuji hasil kerja Bakrun.
" Ya...semoga saja, supaya kamu nanti bisa kuliah kalau nilainya bagus," kata Bakrun sambil membungkus hasil karya tadi.
" Nggak Kang, saya nggak kuliah, malah disuruh nikah kata Bapak, soalnya Bapak tuh nggak enak mau menjodohkan saya sama anak teman Bapak," kata Neli sambil memasukkan asbak ke dalam tas kresek.
Mendengar penuturan Neli tadi, tiba-tiba tubuh Bakrun lemas lunglai lalu rubuh di dekat posisi Neli berdiri, membuat Neli kaget dan menjerit minta tolong.
" Bu....Bu....Ibu...tolong Bu....Kang Bakrun pingsan Bu.....tolong...tolong.....," teriak Neli sambil mencari Ibu Bakrun.
Kemudian Ibu Bakrun mendatangi tempat itu , dan langsung meminta bantuan untuk mengangkat tubuh Bakrun ke dalam rumah. Setelah tubuh Bakrun dibaringkan di kasur, Neli merasa heran juga atas kejadian itu.
" Kenapa ya ?" pikir Neli dalam hati.