Jika ada yang meniru cerita dan penggambaran dalam novel ini, maka dia plagiat!
Kali ini Author mengangkat ilmu hitam dari Suku Melayu, kita akan berkeliling nusantara, Yuk, kepoin semua karya Author...
"Jangan makan dan minum sembarangan, jika kau tak ingin mati secara mengenaskan. Dia menyusup dalam diam, membunuh secara perlahan."
Kisah delapan mahasiswa yang melakukan KKN didesa Pahang. Bahkan desa itu belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Beberapa warga mengingatkan, agar mereka jangan makan suguhan sembarangan, jika tak ingin mati.mengenaskan...
Apa yang menjadi misteri dari desa tersebut?
Apakah kedelapan Mahasiswa itu dapat selamat?
ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peselisihan
Dar, pinjem motor. Aku mau anterin Emy belanja beras," Yudi datang menghampiri ketua Tim, dengan pakaian yang sudah rapih. Ia baru saja selesai mandi dikali, dan perut mereka sudah keroncongan.
"Habis Maghrib saja. Kita ke mushola, shalat Magrib berjamaah," saran Darmadi, lalu mengambil kopiahnya.
"Mushola yang itu?" tunjuknya pada bangunan yang hanya seluas lima kali lima meter saja. Namun, sepertinya tidak pernah digunakan sama sekali.
"Ya." jawab Darmadi, lalu berangkat ke tempat ibadah tersebut, dengan membawa sapu milik Atok Adi.
"Bersiaplah, datang sebelum waktu shalat tiba, dan jangan lupa kunci pintu rumah kos," pesannya.
"Aku gak ikut, lagi datang bintang," ucap Kiky, sembari mengunyah crackers. Ia sedang sibuk dengan laptopnya, sebab mendapat tugas dari Andana untuk membuat nama-nama mereka, dan ditempelkan didinding rumah kos.
Darmadi hanya menganggukkan kepalanya, lalu berangkat dengan membawa sapu ditangannya, terlihat Yudi mengekorinya dari arah belakang.
Pemuda itu bergegas mendahului. "Aku yang adzan, kamu yang jadi imam." Yudi berlari menuju mushola, sebab tak ngin bertugas menjadi imam shalat.
Darmadi menggelengkan kepalanya, lalu mebiarkan ulah rekannya yang terlihat konyol.
*****
Waktu Maghrib telah tiba. Seluruh Mahasiswa berada dimushola untuk melakukan shalat berjamaah. Terlihat tidak ada satupun warga yang hadir, mereka memilih ibadah dirumah masing-masing.
Kiky masih berkutat pada keyboardnya. Ia juga membuat jurnal.sebagai laporan ke kampus, untuk kegiatan apa saja yang mereka lakukan dari hari pertama, hingga nanti genap dua bulan.
Tok tok tok
Terdengar suara pintu kos diketuk. Ia mengira jika itu adalah salah satu dari rekannya, yang mungkin saja sudah pulang dari mushala.
Ia membuka pintu. Namun, ia dikejutkan oleh kehadiran seorang pria yang sudah sepuh. Rambutnya sudah memutih, kulitnya juga terlihat kendur, dan berkeriput.
"Assalammualaikum, ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Kiky berusaha sopan. Meskipun ia sedikit merasa takut.
Pria itu memberikan sesuatu, yang dibungkus oleh daun pisang. "Makanlah, sebagai salam penyambutan kedatangan kalian didesa kami," ucapnya tanpa ekspresi.
Kiky menerimanya. Lalu menganggukkan kepalanya. "Terimakasih, Pak," ucapnya dengan sopan.
Pria itu tak menjawab, lalu pergi meninggalkan rumah kos, dan tampaknya begitu terburu-buru.
Kiky menutup pintu. Lalu kembali ke dalam ruangan yang cukup luas, dan tempat dimana ia sedang mengerjakan tugasnya.
"Aromanya enak banget." Kiky mengendus sesuatu dibalik daun pisang yang masih terasa hangat.
Ia membukanya. Terlihat panganan yang terbuat dari pulut dengan isian inti kelapa gula merah. Namun sayangnya, panganan itu hanya sebuah saja, dan mereka berjumlah delapan orang.
"Hem, cuma satu. Aku makan saja, dibagi juga gak cukup." gadis itu memakannya, lalu membuang bungkusnya keluar melalui jendela.
Ia mengunyahnya dengan lahap, lalu menelannya tanpa sisa. Makanan itu sangat gurih, dan pastinya sangat enak.
Gadis itu mem-print tugasnya. Lalu menempelkan kertas HVS bertuliskan nama mereka, lengkap dengan tempat dan tanggal lahirnya, didepan dinding rumah kos.
Tak.hanya itu, ia menuliskan beberapa rencana kegiatan yang akan mereka lakukan.
Tak berselang lama, ketujuh rekannya pulang dari mushola. Lalu melihat apa yang tertempel didinding.
Tanpa terduga. Darmadi melepaskan kertas yang bertuliskan nama mereka, beserta tanggal lahirnya. Kemudian merobeknya menjadi serpihan kecil.
Melihat hal itu, Kiky merasa tak dihargai, lalu menatap tajam pada Darmadi. "Jangan karena jabatanmu, kamu bersikap semena-mena." ucapnya sembari menahan tangis.
Andana melihat kondisi mulai tak nyaman, lalu menghampiri Kiky untuk menenangkannya. Ia mengusap lengan sang gadis, untuk memberikan terapi menahan diri.
"Kamu kenapa sih, Bang? Datang-datang main robek saja? Yayuk buka suara.
"Iya, gak menghargai banget," Emy menimpali.
"Hargai usaha orang, dong." omel Yuli.
"Sudah, sudah. Jangan diperpanjang." Fitri mencoba menenangkan. "Apa ada alasannya, Bang? Biar tidak terjadi kesalah fahaman," tanya Fitri, dengan tatapan intimidasi.
"Kalian tidak tahu tentang desa ini. Ada banyak hal diluar nalar yang kalian tidak ketahui." ucapnya dengan tenang.
"Ya tapi, apa alasannya?" desak Emy.
Darmadi menoleh kearah Emy. "Nama dan tanggal lahurmu, bisa dijadikan alat untuk teluh, dan juga pelet," ucapnya dengan wajah serius.
Hal itu membuat mereka tercengang. Namun sebelum mereka protes lebih jauh, Darmadi memilih untuk masuk le dalam rumah, meninggalkan rekannya yang kebingungan.
Tak berselang lama, ia kembali keluar. "Yud, ini kunci motor, tadi katanya mau ke warung." pemuda itu menyerahkan kunci motor kepada rekannya.
Yudi menyambarnya, lalu mencolek lengan Emy, dan mengajaknya untuk berbelanja.
"Jangan beli makanan yang terbuka, usahakan yang terbungkus," pesannya pada kedua rekannya.
Yudi hanya menanggukkan kepalanya, lalu beranjak pergi, dan diikuti oleh Emy, yang rasa kesalnya sudah mereda.
Kiky yang tadinya kesal, perlahan mulai melunak. Lalu memilih masuk ke dalam kos, tanpa menoleh kearah Darmadi.
Andana mencebikkan bibirnya. Lalu masuk kedalam rumah kos, dan dikuti yang lainnya.
Yuli dan Yayuk mulai meracik bumbu untuk memasak mie instan, sembari menunggu Emy dan juga Yudi datang membawa beras.
"Uhuk," terdengar Kiky terbatuk. Ia merasakan tenggorokannya sedikit gatal. Lalu pergi ke dapur untuk mengambil air minum.
Sedangkan Andana menghidupkan kompor untuk memasak air, karena ingin menyeduh teh.
Mereka mendapatkan pinjaman kompor dari Atok Adi, dan beberapa perlengkapan memasak lainnya.
Kiky mengambil air panas yang sudah mendidih, mencampurnya dengan air mineral, lalu meminumnya.
"Uhuk!" ia kembali terbatuk. Rasa pegal menjalar dibagian punggungnya, ia meneguknya hingga habis, namun tak juga meredakan rasa gatal ditenggorokannya.
"Kamu titip obat batuk sama kak Emy, Ki. Coba telpon dia," saran Andana, yang melihat gadis itu terlihat tidak sehat.
Kiky menganggukkan kepalanya, lalu kembali ke ruang tengah, dan menghubungi Emy, untuk menitipkan obat batuk.
Gadis itu keluar dari rumah. Lalu mencari titk signal, dan mencoba menghubungi Emy. Setelah tersambung, ia merasa lega, lalu meminta rekannya untuk membelikannya obat batuk warung.
Setelah dengan pesanannya, ia berniat kembali ke dalam ruangan, namun ia kembali terbatuk, dan ketika ia menutup mulutnya, terlihat bercak darah ditelapak tangannya.
Ia sangat kaget, juga panik. "Apa aku terkena TBC?" gumamnya lirih. Ia sangat takut jika rekan-rekannya itu mengetahui kondisinya. Bisa jadi mereka akan me jauhinya, sebab takut tertular penyakitnya.
Ia mencoba menutupi perasaannya yang saat ini benar-benar takut dan juga lelah. Gadis itu menatap sungai yang berada dihadapannya. Ia melihat seseorang sedang mengayuh sampan dengan dayung tradisional yang menuju keseberang.
Sepertinya ia menuju rumpun bambu. Namun, wajahnya tidak terlihat, sebab hari sangat gelap, hanya saja, ia menggunakan topi capil, sama seperti pria tua yang tadi memberinya makanan ringan, berupa pulut dengan topping inti kelapa gula merah
knp bisa seoerti itu sih ya kk siti
ada penjelasnya ga yaaa
hiiiiii
tambahin lagi dong ka interaksi darmadi sama andana entah kenapa jiwa mak comblang ku meronta saat mereka bersama
ada apa ini knp bisa jd begitu
hemmm ... beneran nih ya... kebangetan...