NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.9k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Memiliki rasa cemburu

Langit kota malam itu tenang. Angin bertiup pelan. Di meja nakas, ponsel miliknya menyala, memunculkan notifikasi pesan dari David.

Tapi sebelumnya, ia sempat mengirimkan sesuatu yang membuat hatinya sendiri bergetar: gambar hati sederhana dengan tulisan, “Rindu ini hanya tertuju pada seseorang yang jauh di sana.”

Kinanti merebahkan tubuhnya perlahan di kasur, sembari menatap layar ponsel yang masih menunggu balasan. Detik demi detik terasa lambat, tapi akhirnya ponselnya bergetar.

“Aku juga rindu… rindu ini seribu kali lipat dari biasanya, Bebe 😍”

Seketika senyum mengembang di bibir Kinanti. Ada rasa lega yang menyusup ke dalam hatinya.

David memang belum tiba, tapi pesan itu cukup untuk meredakan gelombang rindu yang sempat menyesakkan dadanya. Ia tahu, David adalah pria yang sibuk, apalagi di tempat misi kemanusiaan. Tapi tetap saja, ketika melihat unggahan Yusuf yang sudah pulang dan berkumpul dengan keluarganya, Kinanti tak bisa menahan gejolak rasa iri.

Namun ia tetap bersyukur. Setidaknya, David dan Naura baik-baik saja. Mereka tidak pulang bukan karena hal buruk, hanya karena Naura ketinggalan travel. Lagipula, dari laporan terakhir, kondisi Naura juga bukan hal serius. Hanya keseleo. Tidak lebih.

Kinanti menutup matanya. Ia membayangkan David tengah duduk di dalam mobil atau tenda sambil tersenyum membaca pesannya. Seketika rindu itu menjadi hangat—bukan lagi menyesakkan.

Sementara itu, ,David tengah merebahkan diri di sebuah ayunan rotan di halaman belakang.

Lampu taman menyala remang, menyinari wajahnya yang letih tapi tenang. Angin malam membelai rambutnya yang mulai acak-acakan.

Ia membaca ulang pesan dari Kinanti. Tersenyum kecil, kemudian membalasnya dengan kata-kata manis yang entah kenapa terasa seperti permintaan maaf diam-diam.

Dalam beberapa hari terakhir, ia merasa dirinya terlalu larut… terlalu jauh melampaui batas bersama Naura.

Ia tahu perasaan itu tak pantas. Naura adalah adik iparnya. Adik dari wanita yang telah ia nikahi dan ia cintai. Tapi sejak di pengungsian, sejak melihat Naura yang lemah dan bergantung padanya, rasa kasihan itu perlahan berubah menjadi sesuatu yang berbahaya. Sesuatu yang tak seharusnya tumbuh di hati seorang suami.

Karena itulah malam ini, David memilih menjauh. Ia keluar dari kamar, memilih ayunan di luar, berharap angin malam bisa meredakan gejolak pikirannya.

Namun keheningan itu terusik ketika langkah pelan terdengar dari balik pintu. Naura muncul, mengenakan sweater tipis dan celana panjang, matanya masih sembab karena bangun tidur.

Ia berhenti saat melihat David sedang menatap layar ponsel dengan senyum kecil di wajahnya.

Naura diam. Ia tahu betul ekspresi itu. Dan ia tahu… itu bukan untuknya.

Hatinya tiba-tiba mencelos.

Tanpa berkata apa-apa, Naura membalikkan badan dan masuk kembali ke dalam. Tapi ia sempat menghentakkan kakinya kecil-kecil, pelan, hanya sebagai luapan kekesalan yang ia sendiri tidak tahu datang dari mana.

Setelah mengambil air minum di dapur, Naura berdiri di depan cermin kecil yang tergantung di dinding.

Rambutnya kusut. Wajahnya lelah. Tapi bukan itu yang membuatnya memejamkan mata dalam-dalam, melainkan suara hatinya sendiri yang terus berteriak.

“Kenapa aku seperti ini, Mbak Kinanti sudah banyak berjasa padaku, dia bekerja keras dan selalu mengirim gajinya pada ibu agar aku bisa kuliah, tapi kenapa aku justru tidak tahu terimakasih ."

Tangannya yang menggenggam gelas mulai bergetar. Ia membisikkan pertanyaan itu pada dirinya sendiri.

"Mas David adalah suami Mbak Kinanti... suami dari kakakku sendiri. Kenapa aku jatuh cinta pada suami orang, apalagi suami dari keluargaku sendiri?"

Air mata tidak jatuh. Tapi luka itu mengendap, dalam dan diam-diam.

Naura menenggak air di tangannya, lalu meletakkan gelas dengan kasar. Ia ingin marah. Bukan pada David. Tapi pada dirinya sendiri.

Sejak kapan? Sejak kapan perasaannya berubah?

Dulu, saat Kinanti mengenalkan David padanya, ia hanya menganggap pria itu seperti kakak, hangat, sopan, perhatian.

Perasaan Naura juga berubah semenjak penugasan ke Semeru, mereka lebih sering bersama. Dalam kelelahan, dalam genting, dalam rasa takut dan sendirian... Naura mulai melihat David bukan sebagai kakak ipar. Tapi pria yang membuat hatinya nyaman dan... terisi.

Bahkan saat Yusuf memberi kode tentang perasaannya, Naura memilih acuh. Malam ini, Naura sadar dirinya telah salah.

Malam yang panjang akhirnya berlalu.

Naura masih memejamkan mata, meski matahari mulai mengintip dari celah tirai.

Tubuhnya gelisah. Hatinya apalagi. Berkali-kali ia memutar posisi tidur, berusaha mengusir pikiran tentang David yang memenuhi seluruh ruang kepalanya.

"Semoga pagi datang cepat," bisiknya semalam, sebelum akhirnya tertidur dengan nyenyak yang dipenuhi mimpi-mimpi samar tentang lelaki yang tidak seharusnya ia rindukan.

Sementara itu, di ruang tengah, David sudah terjaga sejak azan subuh menggema pelan dari musholla kecil tak jauh dari villa tempat mereka tinggal sementara. Ia tak bisa memejamkan mata lagi. Rasa bersalah dan rasa tak bernama yang menghantui hatinya membuat istirahatnya tak pernah tenang.

Ia melangkah keluar. Udara kaki Gunung Semeru pagi itu dingin dan bersih.

Pepohonan menjulang, embun masih menempel di dedaunan, dan suara burung bersahut pelan di kejauhan.

David mulai joging kecil di sekitar jalan villa. Kaos olahraga tanpa lengan yang membungkus tubuhnya memperlihatkan lengan kekarnya, kulitnya mengilap karena embun dan keringat yang mulai muncul. Nafasnya teratur, langkahnya mantap, dan matanya menerawang jauh.

Dari jendela kamar di lantai atas, seseorang memperhatikan. Diam-diam. Dengan senyum kecil yang tak tertahan.

Naura berdiri mematung di balik kaca. Matanya menyusuri sosok David yang sedang joging. Tubuh itu, langkah itu, dan cara David menggoyangkan kepala ketika mendengar suara burung di kejauhan—semuanya membentuk sosok pria sempurna di matanya.

“Mas David…” bisiknya pelan.

Naura tahu ini salah. Tapi hatinya tetap saja mendebarkan. Ia tahu David mencintai kakaknya, tapi ia tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa pria itu telah menjadi poros hatinya sejak lama.

Tanpa pikir panjang, Naura segera membuka lemari dan mengambil pakaian olahraga. Ia memilih tank top putih ketat yang menempel pas di tubuhnya, memperlihatkan lekuk perut putihnya yang rata. Ia padukan dengan legging hitam yang mempertegas bentuk kakinya. Rambutnya ia ikat tinggi dan dihiasi bando agar tak berantakan.

Naura mematut dirinya di cermin sejenak. Lalu tersenyum puas setelah terlihat cantik dan rapi. Lalu... berlari kecil menuruni tangga.

David baru saja memutar arah saat suara langkah cepat menghampirinya dari belakang.

“Mas!” panggil Naura.

David menoleh dan… detak jantungnya langsung meningkat.

Naura berdiri di sana, lengkap dengan pakaian olahraga yang membuat tubuhnya begitu mempesona. Tank top ketat yang memperlihatkan kulit cerahnya, legging yang menonjolkan siluet pinggulnya, dan keringat tipis yang membuat wajahnya bercahaya.

Semua itu membuat David seperti melihat sosok yang baru... berbeda dari gadis yang ia temani di tenda darurat kemarin.

“Joging juga?” tanya David, mencoba terdengar santai meski tenggorokannya terasa kering.

Naura tersenyum centil. “Iya dong. Nggak mau kalah sehat sama Kakak ipar.”

David tertawa kecil, lalu mulai melangkah kembali. Naura menyusul di sebelahnya. Untuk beberapa saat, hanya suara langkah dan embusan angin yang terdengar.

Namun, David bisa merasakan jarak Naura yang terlalu dekat. Bisa mencium wangi samar dari rambutnya. Bisa merasakan gerakan tubuhnya yang lentur setiap kali melompati batu kecil di jalan setapak.

Dan yang paling membuatnya gelisah adalah... ia menikmatinya.

"Tempat ini indah, ya," ujar Naura pelan, matanya menyapu pepohonan. "Dingin, tapi terasa hangat... kalau ada Mas David di samping."

David meliriknya cepat. "Naura sedang memuji, atau meledek..." suara itu nyaris seperti teguran, tapi terdengar lemah.

Naura tetap tersenyum, tak menunduk. “Aku tahu aku bukan siapa-siapa. Tapi aku juga bukan gadis bodoh. Aku tahu batas. Tapi hati kadang sulit diajak kompromi.”

David berhenti. Nafasnya terengah, tapi bukan karena lelah berlari.

Naura menatapnya penuh keberanian. “Aku tahu kamu suami Mbak Kinanti. Tapi aku juga tahu… kamu bukan batu.”

Tatapan mereka bertemu. Udara di sekitar tiba-tiba terasa lebih panas dari matahari pagi. Ada yang berdenyut dalam dada David. Sebuah perasaan yang sudah lama coba ia bungkam.

“Naura, kamu… terlalu cantik untuk aku abaikan. Tapi kamu juga terlalu berharga… untuk aku hancurkan.”

Naura tersenyum pahit. “Kalau begitu, jangan abaikan. Tapi jangan hancurkan juga. Cukup tahu... bahwa aku pernah jatuh cinta, diam-diam, pada suami kakakku sendiri.”

Ia kemudian melangkah pergi, meninggalkan David yang berdiri mematung.

Setibanya di villa, Naura langsung masuk kamar dan mengunci diri. Ia meletakkan telapak tangannya di dada. Jantungnya masih berdegup cepat. Entah karena malu... atau lega karena telah mengucapkan apa yang selama ini dipendam.

Sementara David berdiri lama di halaman. Ia menunduk, menatap tanah.

Naura… adalah godaan yang indah.

Dan kini ia harus memutuskan, tetap setia dalam luka... atau menyerah dalam rasa.

(happy reading)

1
Ma Em
Thor semoga kebohongan Naura dgn David terbongkar sebelum Naura menikah dgn Yusuf , serapih rapihnya nyimpan bangkai baunya akan tercium juga .
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!