NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania memilih diam. Tapi diamnya Rania adalah hukuman terbesar untuk suaminya. Rania membalas perbuatan sang suami dengan pengkhianatan yang sama, bersama seorang pria yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Balas dendam menjadi permainan berbahaya antara dendam, gairah, dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bahkan Keluarga Pun Tega Melukai..

Sudah hampir sejam Rania menyetir sendirian di jalanan sepi menuju kampung halamannya. Mobil butut berwarna biru kusam itu menderu tak stabil, seperti batuk - batuk menahan usia. Setiap guncangan kecil membuat dashboardnya bergetar, dan setiap tanjakan terasa seperti tantangan besar bagi mesin tuanya.

Mobil itu bukan miliknya sepenuhnya.. itu pemberian dari keluarga Niko, beberapa tahun lalu, saat Rania masih menjadi menantu kesayangan. Mobil sisa, katanya. Tapi tetap saja, dulu ia menerimanya dengan senyum, tanpa tahu kalau suatu hari, pemberian itu pun akan mengingatkannya pada luka.

Hari itu, mobil itu berhenti tiba - tiba di tengah jalan yang sunyi, jauh dari rumah, jauh dari siapa pun.

Rania menepikan kepalanya ke kemudi dan memejamkan mata. "Jangan sekarang... tolonglah..." bisiknya.

Ia keluar dan membuka kap mesin. Uap tipis mengepul dari sela - sela. Ia menatapnya dengan pandangan kosong.. Ia tak tahu harus berbuat apa.

Lelah. Letih. Luluh.

Akhirnya, Rania terduduk di pinggir jalan, lutut ditarik ke dada, tubuhnya gemetar menahan isak. Tangisnya pecah, tanpa bisa ditahan. Sesenggukan itu keluar seperti bayi yang ditinggal pergi ibunya. Semua beban selama ini.. pengkhianatan, rasa malu, kehilangan, dendam yang ditelan diam... semuanya meledak bersama suara tangisnya yang parau.

Di tengah kesendiriannya, sebuah mobil berhenti perlahan tepat di depannya.

Mobil itu besar, panjang, dan mengkilap. Hitam pekat. Kacanya begitu gelap hingga mustahil menebak siapa yang ada di dalam. Bukan mobil orang kaya biasa.. mobil itu seperti milik pengusaha super kaya atau pejabat tinggi.

Pintu depan terbuka. Seorang sopir turun. Tubuhnya tegap, mengenakan jas hitam rapi, dasi lurus, sepatu mengkilap. Wajahnya serius tapi tidak menakutkan.

"Nona... apa anda butuh bantuan?' tanyanya dengan suara tenang dan hormat.

Rania, yang masih menyeka air mata, hanya mengangguk kecil. Ia nyaris tak percaya ada seseorang.. dan dari mobil sekelas itu, yang mau berhenti untuknya.

Sopir itu tidak banyak bicara. Ia membuka kap mesin dan mulai memeriksa. Tangannya cekatan. Tak sampai sepuluh menit, suara mesin kembali menyala, walau mobil itu tampaknya masih serak dan lelah.

"Sudah bisa jalan lagi," katanya sambil menutup kap mobil. "Tapi sebaiknya segera dibawa ke bengkel begitu sampai tujuan."

Rania menunduk dalam. "Terima kasih.. terima kasih banyak. Saya bahkan nggak tahu harus bilang apa. Apa boleh kalau saya tahu.. siapa.. siapa Tuan anda di dalam sana? Saya ingin menyampaikan terima kasih langsung."

Sopir itu menoleh ke mobil hitam di belakangnya, lalu kembali menatap Rania sambil tersenyum tipis. "Tidak perlu, Nona. Akan saya sampaikan pada beliau."

Setelah itu ia membungkuk sopan, kembali ke kursinya, dan mobil hitam itu meluncur perlahan menjauh.. tanpa pernah memperlihatkan siapa sosok di balik kaca gelap itu.

Rania hanya berdiri mematung, dadanya yang sesak sedikit lega. Paling tidak ia tahu di dunia ini masih ada yang berbaik hati padanya, meskipun dalam bentuk kasihan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi Harinya Rania baru sampai di kampung halaman. Semalaman ia nekat tidur di parkiran pom bensin mengingat keuangannya yang tak memungkinkan untuk menginap di hotel atau sekadar penginapan.

Udara pagi membawa aroma tanah basah dan daun - daun kering yag terbakar di kejauhan. Rania tiba di rumah orang tuanya dengan wajah lelah dan mata sembab. Mobil tuanya terparkir di bawah pohon mangga, mencolok di antara rumah - rumah tetangga yang makin lama makin berbenah.

Rumah orang tuanya masih sama dengan saat ia masih gadis dulu, sederhana. Cat tembok yang mengelupas, pagar besi yang berderit jika dibuka, dan teras kecil dengan beberapa pot bunga. Tapi bagi Rania, itu tetap rumah. Tempat terakhir untuk pulang saat dunia diluar terlalu menyakitkan.

Begitu mesin mobil dimatikan, pintu rumah langsung terbuka. Ibu Rania.. dengan daster kuning yang mulai memudar warnanya berlari kecil ke laur.

"Raniiiii.."

Suara itu penuh rindu. Rania memeluk ibunya erat, melepaskan semua rasa di pundak ibunya yang sudah tak muda lagi.

"Astagfirullah, lemes banget mukamu, Nak. Sini, sini masuk dulu. Bapak... Rani pulang, Pak!"

Bapak Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan sarung dan kaus yang sedikit lusuh. Wajah tuanya terlihat lelah, tapi senyumnya tulus. Ia membuka kedua tangannya.

"Ayo masuk. Pasti capek ya di jalan?" Rania langsung memeluk keduanya, sesaat dunia terasa tidak seberat tadi.

"Rania pulang, Pak... Bu..." ucap Rania dengan suara parau

Dari dalam rumah terdengar suara tawa anak - anak. Begitu melangkah masuk ke ruang tamu yang sempit namun bersih, aroma nasi goreng dan telur dadar menyeruak. Hari minggu seperti ini semua keluarganya memang biasa berkumpul.

"Raniaaaaa!" seru seorang perempuan paruh baya berjilbab motif bunga. Itu Kak Erin, kakaknya yang tertua.

"Astaga, kamu kurusan ya? Sini peluk dulu!"

Rania tersenyum tipis dan memeluk kakaknya. Dari dalam rumah muncul anak - anak kecil yang berebut mencium pipinya.

Erin celingukan melihat ke halaman rumah. "Lho, mana Niko? Kok sendirian?"

Rania tersenyum kaku. "Dia ada kerjaan, lagi sibuk."

"Yaa ampun, udah kaya, masih sibuk aja. Gak pengen istirahat apa?" timpal Erin

Dari luar terdengar suara mobil berhenti. Lalu muncullah Maya, kakak kedua Rania. Rambutnya dicat cokelat kemerahan, memakai blouse ketat dan celana jins. Di tangannya ada kunci mobil yang dikibas - kibaskan seperti sedang memamerkan piala.

"Wuiiihh... orang kaya baru datang juga. Hai Raann!"

"Hai, Kak..." balas Rani menyambut cipika cipiki Kakaknya.

Maya menoleh ke halaman rumah.

"Kamu masih pake mobil itu? Ya ampun, malu - maluin banget sih. Padahal kan suamimu kaya, ya gak? Tuh lihat, mobil baruku yang baru dibeliin suami seminggu yang lalu." Ucap Merlin menunjuk mobil SUV yang mengkilap ditempa cahaya matahari pagi.

Rania hanya tersenyum kaku. Seandainya keluarganya tahu, jangankan untuk beli mobil baru, bahkan hanya untuk sekedar mengirim uang pada ibunya pun, ia harus menyisihkan dari uang belanja bulanannya yang tak seberapa.

"Sudah... sudah... ayo makan dulu, Ran. Kamu pasti laper." Sentuhan ibunya di punggung Rania, sedikit mengangkat beban yang kembali menghimpitnya.

Entah karena lapar, atau karena ia rindu masakan ibunya sebagai obat kehancuran hatinya, pagi itu Rania makan lahap sekali. Setengah piring masih tersisa, ketika ia hendak menyendok nasinya lagi, pertanyaan menohok membuat tenggorokan Rania tercekat.

"Kapan kamu mau renov rumah ibu ini, Ran? kasian kan, atapnya sudah pada bocor, dindingnya juga banyak yang retak, ini juga.... ruang tamu.. harus diperlebar biar agak luas.." Tutur Erin

Rania meletakkan sendoknya, mendorong piring sedikit jauh… urung makan lagi, ia meneguk teh hangatnya, untuk membantu tenggorokannya menelan nasi yang sulit tertelan.

"Iya Ran, lagian kan suamimu orang kaya... masa sih buat renovasi rumah mertua aja nggak mau? padahal dulu kan janjinya mau membahagiakan kamu dan orang tua kamu.." tambah Maya.

Hanya orang tua Rania yang tak ikut campur, diam seribu bahasa seperti biasa.

Rania menghela napas. Membenahi duduknya. Memberanikan hatinya.

"Justru itu Kak, ada yang mau aku bicarakan..."

"Aku mau cerai sama Niko..."

Seketika ruangan itu membeku, hanya suara anak - anak kecil yang berlarian kesana kemari memecah keheningan.

Lalu….

"Astagfirullah..." bisik ibunya lirih, lalu menunduk… membiarkan setetes dua tetes air matanya jatuh.

Mulut Maya membuka menutup, tak percaya apa yang ia dengar.

“Cerai? kenapa Ran?"

Erin di sebelah Maya, dadanya kembang kempis. Murka. “Jangan macam - macam kamu, Ran! bisa - bisanya kamu berpikiran cerai sama orang kaya yang sudah mengangkat nama keluarga kita, apa kata orang nanti?" Ucap Erin berapi - api, sampai menunjuk - nunjuk wajah Rania.

Rania menghela napas, mencoba untuk tenang.

"Aku nggak bahagia, Kak. Terlalu menyakitkan. Aku gak peduli omongan orang."

Erin bangkit dari duduknya, setengah menggebrak meja.

"Peduli setan dengan kebahagiaan, Ran!.. jangan egois jadi orang, pikirkan ibu sama bapak yang harus menerima anaknya dengan status janda di usia tuanya. Pikirkan bagaimana mereka hidup nanti, bagaimana biaya mereka? apa kamu pikir aku sama Maya bisa bantu? nggak Ran, kami juga punya keluarga..."

Rania bisa mendengar ibunya terisak di sampingnya, sementara tangannya terulur menggenggam kuat jemari Rania, seolah ingin memberikan kekuatan.

"Soal biaya, kakak gak perlu khawatir... aku bisa kerja, aku bisa kok membiayai Ibu sama Bapak seperti dulu, kalau perlu aku bisa jual rumah ini untuk bekal hidup kami.. toh rumah ini dulu aku yang beli.."

Maya mendelik. "Enak saja rumah ini rumah kamu, kalau sudah atas nama Bapak berarti rumah ini masih milik bersama, bukan punya kamu lagi. Terus kalau rumah ini dijual kamu mau tinggal dimana? di rumahku? atau di rumah Kak Erin? Nggak bisa!..."

"Pokoknya awas kalau sampai cerai, berarti kamu mempermalukan keluargamu sendiri." Tandas Erin sebelum beranjak pergi, lalu disusul Maya.

Rania bersandar lemas di kursi makan, air matanya tak terasa bercucuran. Sementara sang ibu dan bapak memilih untuk masuk ke kamar dan menutup pintu. Entah untuk menutup kesedihan, atau tak ingin mendengar cerita putrinya yang nyaris gagal berumah tangga.

(Bersambung)....

1
yuni ati
Mantap/Good/
Halimatus Syadiah
lanjut
Anonymous
buat keluarga Niko hancur,, dan buat anak tirinya kmbali sama ibux,, dan prlihatkn sifat aslix
Simsiim
Ayo up lagi kk
Kinant Kinant
bagus
Halimatus Syadiah
lanjut. ceritanya bagus, tokoh wanita yg kuat gigih namun ada yg dikorban demi orang disekelilingnya yg tak menghargai semua usahanya.
chiara azmi fauziah
kata saya mah pergi aja rania percuma kamu bertahan anak tiri kamu juga hanya pura2 sayang
Lily and Rose: Ah senengnya dapet komentar pertama 🥰… makasih ya udah selalu ngikutin novel author. Dan ikutin terus kisah Rania ya, bakal banyak kejutan - kejutan soalnya 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!